0. Prolog and Cast

1.7K 98 5
                                    

"Beberapa menit lagi pertandingan akan berakhir dan tim SMANSA memimpin cukup jauh atas SMA TINUS" ucap siswa berperan ala-ala komentator yang memimpin laga sepak bola profesional. Pertandingan kali ini hanya laga persahabatan sebelum kompetisi sebenarnya akan dimulai.

Pertandingan antara SMASA atau SMA SEMESTA yang menghadapi tetangga mereka SMA TINUS atau SMA TIGA NUSA. Skor saat ini adalah 4-1 dan tambahan waktu pertandingan hanya 2 menit lagi, dapat dipastikan jika SMASA akan keluar sebagai pemenang.

PRITT..

Peluit panjang dibunyikan tanda pertandingan telah usai, sorak-sorai dari tribun penonton terdengar riuh meneriaki pemain atau tim yang mereka dukung. Sedangkan di lapangan para pemain SMASA berjabat tangan tanda mengapresiasi lawan mereka yang kalah.

"Sorry Ji, tadi gue gak sengaja dorong lo. Maaf banget" maaf kapten tim TINUS, Augus Defanio. "Ji" tersenyum menanggapi permintaan maaf itu.

"Gak apa kok, namanya juga sepak bola jadi harus siap guling-guling lah" balasnya sembari terkekeh, lawan bicaranya pun ikut tertawa.

"Kalo gitu gue sama anak-anak TINUS yang lain balik dulu, sampai ketemu di HSFL, Zee" ucapnya kemudian pergi menuju parkiran sekolah.

😶‍🌫️😶‍🌫️😶‍🌫️

"Aduh sakit banget kaki gua" ucap Zee meringis kesakitan sembari mengurut pelan kakinya di pinggir lapangan, saat ini lapangan maupun tribun penonton sudah sepi hanya ada beberapa orang yang masih disini, itupun hanya anggota tim sepak bola SMASA, yang lain sudah balik ke kelas ataupun pulang menuju rumah masing-masing.

"Sialan si Agus, dia ngedorong apa ngebanting sih anjing" umpatnya lagi. Teman-temannya menatap heran kepadanya.

"Perasaan tadi lo bilang sama si Augus gak apa-apa, kok sekarang sakit sih?" tanya salah satu teman Zee.

"Gak usah banyak omong deh, bawa gue ke Chika aja" ketusnya lagi. Teman-temannya pun dengan terpaksa menggendong Zee sampai ke kelas.

Sesampainya disana mereka semua diusir keluar meninggalkan Zee dan seorang gadis. Gadis cantik yang mempunyai mata coklat terang dan kulit putih bersih. Yessica namanya atau yang biasa dipanggil Chika. Tatapan tajam dia berikan kepada Zee namun tidak urung memeriksa kaki remaja itu. Sejurus kemudian dia mengeluarkan obat merah dan perban, barang yang selalu tersedia di dalam tasnya. Kalian tau? hal seperti ini selalu saja terjadi! Bikin kesal saja.

"Kalo gak bisa jaga diri lebih baik gak usah ikut main Zee" ucapnya sedikit ketus. Mata Zee membelalak seakan menolak argumen yang Chika katakan.

"Gak bisa dong, lo kan tau sepak bola itu sebagian jiwa gue. Mana sanggup gue ninggalinnya" ucapnya sebagai pembelaan. "Lagian nih ya Chik, yang namanya seorang winger udah hal biasa kalo kakinya di takcle mulu" tambahnya lagi. Chika menghela nafasnya kasar.

"Udah ratusan kali lo ulang kalimat yang sama buat membela diri Zee" keluh Chika, kali ini emosinya sudah meluap keluar. "Gue juga main basket, tapi gak setiap pertandingan pulang dengan kaki berdarah kayak gini"

"Dan kalo menurut lo ini hal yang biasa, mulai sekarang biasain diri buat gak datang ke gue kalo kaki lo sakit lagi" lanjutnya.

Sebentar dia melihat mata Zee, sial! mata itu lagi. Helaan nafasnya kembali teratur. Kenapa sih dia gak bisa lama-lama marah dengan anak tengil ini? dia menarik nafas sejenak kemudian kembali berbicara.

"Aku khawatir Zee, aku cuma minta kamu buat jaga diri bukan minta kamu ninggalin hobi kamu" ucapannya kini sedikit melembut wajahnya terlihat mengkhawatirkan pemuda di depannya ini. Zee menunduk, menyesali perkataannya tadi.

 HousemateWhere stories live. Discover now