13. | Berita baik dan buruk

40K 4.8K 559
                                    

Lagi capek-capeknya mikirin hidup, eh cerita fiksi bikin overthinking ... pfftt astaga, semoga dengan ini tyda overthinking lagi. Chill, karena aku ini sesungguhnya penggemar happy ending ~

.

oke, markica
Mari Kita Baca

🌟

13. | Berita baik dan buruk


"Lyre! Lyre!" panggil Kagendra dengan kalut. Kedua mata Lyre memejam rapat, helaan napas dan denyut dari pergelangan tangan yang Kagendra pegang nyaris tidak teraba.

"No! No way! Come back to me!" raung Kagendra dengan tetes air mata yang semakin deras membanjiri wajahnya. Ia tidak bisa menerima situasi ini. Istrinya harus tetap hidup, harus tetap bersamanya.

"Pak, tolong minggir dulu!" seru petugas polisi yang kemudian mendekat. Di belakangnya ada tiga petugas medis yang berlari dengan membawa beberapa peralatan pertolongan pertama.

"Lyre! Lyre!" Kagendra nyaris terjungkal sewaktu petugas polisi memaksa, menjauhkannya dari tubuh sang istri.

"Lyre!" teriaknya penuh amarah karena menolak dijauhkan.

Petugas polisi yang menahan seketika menghela napas pendek, tanpa ragu mengguncang bahu Kagendra, memberi tatapan tajam. "Dengar! Bapak harus sadar dengan situasinya! Istri Bapak perlu pertolongan pertama, dia harus segera dibawa ke rumah sakit!!! Bapak juga punya anak yang harus diperhatikan."

Anak?
Kagendra mengerjapkan mata. Ravel, dia belum memastikan keadaan anaknya. Astaga!

"Saya tahu ini memilukan dan mengerikan, tetapi Bapak harus tetap sadar! Ada istri dan anak yang membutuhkan Bapak! Tolong kerja samanya, karena di bawah masih ada korban lain juga!!!" seru petugas polisi lantas memastikan kesiapan Kagendra. "Petugas ambulans akan membawa istri Bapak ke rumah sakit terdekat, oleh karena itu mohon untuk tetap sadar dan berusaha tabah dalam mengurus keperluan medisnya nanti."

Kagendra mengangguk-angguk, mengatur napas memperhatikan Lyre mendapatkan bebatan darurat. Sekilas tubuh istrinya itu tampak tersentak, membuat petugas bergegas melakukan pemindahan.

Petugas polisi lain datang. "Ndan! Ini tas dan barang dari jeep!"

Kagendra menoleh pada tas tangan istrinya yang koyak, hampir tidak mengerti harus bagaimana melihat barang-barang di dalam tas tersebut.

"Ini sepertinya ponsel istri Bapak," ujar petugas yang membawakan tas tersebut.

Kagendra mengangguk, menerima dan memasukkan ke saku belakang celananya.

"Bapak butuh kartu identitas, juga kartu-kartu lain untuk pengurusan medis ... ada asuransi?"

"Ah, iya, ada." Kagendra kemudian memeriksa ke dalam tas, mencari barang yang dimaksud. Ia menemukannya, ada dompet kartu yang terisi lengkap.

"Mamaaaaaa..." suara teriakan itu membuat Kagendra menoleh, Ravel kini berada dalam gendongan seorang Polwan yang mendekat.

Kagendra mengatur napas, mengusap wajahnya cepat, memastikan raut wajahnya cukup tenang sebelum beranjak. Ia benar-benar bodoh, karena hampir melupakan anaknya.

"Mamaaaa..." rengek Ravel sewaktu berpindah ke gendongan Kagendra, wajahnya banjir air mata, dengan tubuh yang terus menggeliat, meminta mendekat pada sang ibu.

"Shhh... Mamanya Ravel sakit," ujar Kagendra, membetulkan selimut yang melingkupi punggung anaknya dan berusaha menenangkan. "Shhh ... tenang ya, Mama harus ke rumah sakit, ya."

REPEATEDWhere stories live. Discover now