15. | As a parents

39.2K 4.8K 1K
                                    

Aku dataaaaanggg~

.

2.805 kata
bacanya pelan-pelan aja karena ada sisipan part flashback gitu, biar enggak bingung yay~

selamat membaca, bestie
Thank you so much

🌟

15. | As a parents

"Aku enggak tahu harus gimana lagi."

Waffa mengangguk, memahami sikap kikuk Desire. Lima tahun lalu, pernikahan Kagendra dan Lyre terlaksana tanpa kehadiran orang tua di pihak keluarga Kanantya. Usai mengutarakan keberatan, menuntut Lyre kembalikan terlebih dahulu pada keluarga dan Kagendra berkata tidak mau melakukan hal itu, Lukito menutup komunikasi dengan mengirimkan berkas pernyataan penolakan menjadi wali.

Waffa ingat, usai Lyre melahirkan, dirinya menemani Kagendra datang lagi ke Yogyakarta untuk memberi kabar, menunjukkan potret pertama Ravel sekaligus membawa berbagai makanan dan barang pemberian sebagai wujud tasyakuran. Respon Lukito tidak lebih baik dari tatapan dingin, ujaran bernada kebencian dan kemarahan.

"Menurutmu aku akan berterima kasih dengan ini semua? Dengan kelakuan pecundang sepertimu? Hanya karena punya uang lantas bersikap seenaknya, karena punya uang merasa bisa membeli segalanya!" Lukito menyerukan itu, secara terang-terangan mengabaikan setiap barang yang Kagendra bawa. "Aku tidak membutuhkannya, tidak membutuhkanmu, tidak akan pernah menganggapmu layak untuk tetap tinggal di rumahku! Keluar sekarang juga!"

Waffa bahkan masih bergidig ketika mengingat peristiwa itu. Kagendra memang bukan orang yang bisa digertak, bukan jenis yang akan rela mengaku bersalah ketika disudutkan pada penolakan yang sedemikian rupa. Justru ketika tersinggung, Kagendra bakal lebih keras merespon.

"Bukan aku yang membawa putrimu pergi dari rumah ini! Dia yang datang kepadaku! Dan karena anak yang dikandungnya benar-benar anakku, dia akan terus tinggal bersamaku!" Kagendra dulu balas meneriakkan hal itu, tidak kalah sengit menambahkan ujaran kebencian, "Pikirmu aku mau melakukan ini untukmu? Pikirmu, dengan segala penolakanmu aku akan merasa sedih? Merasa kesulitan hidup tanpa restu darimu? No, Sir! I have everything in my life."

"Lyre jelas membuat kebodohan besar dalam hidupnya!"

"Hal paling cerdas yang pernah dia lakukan memang meninggalkan ayah sepertimu! Dan sekarang, aku pun tidak sudi tinggal lebih lama!"

Waffa kembali mengingat kelanjutan peristiwa itu dan seketika geleng kepala. "Ini bakal benar-benar rumit, Bby..."

"Mama bilang dulu waktu Kaka diusir, Papa sama Om Tio udah langsung datang ke sini untuk meminta maaf ... berjanji kalau kali berikutnya Kaka datang lagi, pasti sudah lebih baik."

Waffa tahu itu. "Tapi dia enggak pernah mau datang lagi dan Lyre juga enggak pernah minta pulang."

"Itu juga suasananya begitu," ujar Desire dengan prihatin, memperhatikan Kagendra sibuk sendiri menenangkan Ravel sementara Lukito jelas hanya peduli untuk bicara pada tim dokter di hadapannya. Soraya yang mendampingi suaminya, terlihat cemas sekaligus tidak punya banyak pilihan.

"Lyre pernah enggak, komunikasi atau ketemu secara pribadi gitu sama orang tuanya?" tanya Waffa.

Desire menggeleng. "Beberapa kali kita ada event di Jogja dan pakai JellyRe Fresh juga dia tetap diam aja. Setiap event hari ibu atau lebaran, Mama selalu nanya Lyre, mau kirim sesuatu ke Jogja? Lyre geleng kepala."

"Ibunya dari dulu kelihatan lebih ramah, tapi sama aja juga kalau suaminya enggak berubah."

"Menurut aku, posisinya Tante Yaya sama Lyre tuh sama. Kaka keras, Om Luki juga keras. Ya udah, beginilah kalau jadi satu." Desire menghela napas panjang. "Ini Kaka masih belum tahu Om Tio bangun, nambah lagi satu orang keras yang bakal meruwetkan situasi."

REPEATEDWhere stories live. Discover now