03 - Haidar and His Target Girl

47 28 64
                                    

▪︎▪︎▪︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

▪︎
▪︎
▪︎

"HAIDAAAR! AYO BANGUN!"

Seorang pemuda yang semula tengah asik bergelung dengan selimutnya itu seketika terbangun dan terlonjak kaget karena suara menggelegar sang ibunda tercinta.

"HAIDAR!"

Pemuda tersebut menguap malas dan mengusap-usap telinganya yang terasa sedikit berdengung.

Brak!

"ESFANDIAR HAIDAR ARASH!"

"Astaghfirullah! Apaan sih, Bun?"

"Apaan-apaan, buruan bangun! Kamu kan harus berangkat sekolah!" tutur si wanita paruh baya pada sang putra. Bahkan wanita tersebut sudah berkacak pinggang saat anak sulungnya itu masih saja bergelung-gelung tidak jelas di atas ranjang.

"Yaelah, Bun. Lagian jam berapa sih, ini?" jawab pemuda tersebut sambil menolehkan kepalanya ke arah jam yang tertempel pada dinding kamar. "Masih jam 6 juga, santai dulu lah. Hoammm ..."

Lagi-lagi, pemuda itu menguap lebar dan mengabaikan sang ibunda yang sudah siap dengan segala omelannya.

"Iya-iya, Haidar bangun nih."

Tidak ingin mendengar omelan sang ibunda lebih lanjut, Esfandiar Haidar Arash atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Maxime itu memilih untuk mengalah dan segera bangun dari tidur nyenyaknya. Sementara ibunda dari pemuda tersebut sudah kembali ke aktivitasnya di dapur keluarga mereka.

Maxime sendiri tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bersiap-siap. Sekitar 25 menit saja, pemuda itu sudah rapi dengan seragam khas SMA Negeri Majalengka. Tidak lupa dengan tas ransel yang sudah tersampir di pundak. Ia pun juga bergegas ke dapur untuk sarapan saat jarum jam hampir menunjukkan pukul setengah tujuh.

Namun ketika baru akan duduk di salah satu kursi di meja makan, suara sang ibunda kembali membuatnya mengurungkan niat untuk duduk.

"Eh, eh, eh ... jangan duduk dulu!"

"Kenapa lagi sih, Bun? Haidar udah lapar ini," keluh Maxime dengan satu tangan memegang area perut.

"Sebentar aja. Anterin makanan ke rumah depan. Hilda lagi sendirian soalnya, kasian kan kalo semisal dia belum sarapan."

Maxime spontan saja mengerutkan kening saat nama Hilda disebut oleh sang ibunda. Nama dari anak tetangga yang beberapa hari ini baru saja pindah di depan rumahnya. Maxime sebenarnya tidak masalah jika diminta mengantarkan makanan untuk Hilda, tapi yang membuat ia heran adalah ...

... ke mana perginya orang tua gadis itu?

"Kok bisa dia sendirian?" tanya Maxime. "Biasanya juga tetangga depan nggak pernah biarin Hilda sendirian di rumah."

"Itulah yang jadi kekhawatiran Bunda, Haidar. Hilda bilang orang tuanya ada pekerjaan mendadak di luar kota. Sementara kamu kan tau sendiri kalau Hilda juga harus sekolah, jadi dia tidak bisa ikut."

D'MOST SAGA CRUSH ✔Where stories live. Discover now