08 - Maxime's Perfect Morning

35 7 19
                                    

▪︎▪︎▪︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

▪︎
▪︎
▪︎

Hari Minggu pagi ...

Maxime yang biasanya masih bermalas-malasan di tempat tidur, kini sudah rapi dengan setelan celana training dan kaos lengan pendek yang dipakainya. Jangan lupakan sepatu olahraga yang juga sudah terpasang di kedua kakinya. Pagi ini dia ingin sedikit berolahraga dengan jogging santai di taman.

Cuaca pagi hari yang cerah membuat pemuda bernama lengkap Esfandiar Haidar Arash itu semakin bersemangat. Bahkan sang ibunda sampai dibuat terheran-heran ketika melihat anak sulungnya itu sudah rapi di Minggu pagi seperti ini.

"Haidar mau olahraga, biar sehat." Itulah yang dikatakannya saat ditanya oleh sang ibunda.

Hingga di sinilah Maxime berada sekarang. Taman umum yang berada di dekat tempatnya tinggal. Bisa Maxime lihat banyak juga muda-mudi dan orang dewasa yang jogging pagi selain dirinya. Bahkan kebanyakan dari mereka jogging bersama keluarga. Ada juga yang bersama pasangannya. Membuat jiwa jomblonya seketika meronta-ronta.

Usai melalui sekitar 5 putaran mengelilingi area taman, Maxime mendudukkan dirinya di suatu ayunan karena kelelahan. Pemuda itu mengipas-ngipasi bagian lehernya dengan tangan. Netranya sesekali melirik ke sana-kemari untuk mencari penjual minuman.

Namun ketika netra Maxime bergulir ke arah Tenggara, ia melihat atensi Hilda di sana. Gadis itu sepertinya juga tengah jogging pagi seperti dirinya. Terlihat dari pakaian dan sepatu olahraga yang digunakan oleh gadis itu.

"Wahh, jodoh kali ya gue sama Hilda. Ketemu mulu," kekeh Maxime sembari mulai beranjak mendekat ke arah Hilda yang tengah duduk di atas rerumputan sembari bermain ponsel.

"Hai! Ketemu lagi kita," sapa Maxime pada Hilda dengan senyuman secerah mataharinya.

"Haidar? Kamu lagi ngapain di sini?" tanya gadis itu sedikit terkejut. Bahkan sekilas Maxime bisa melihat mata bulat itu melebar seperkian detik karena ulahnya.

Maxime juga mendudukkan diri pada rerumputan, tepat di samping Hilda dengan jarak yang sedikit jauh dari gadis itu. "Seperti yang lo lihat. Gue habis jogging. Lo sendiri?" jawab Maxime.

"Ohh, gitu." Hilda mengangguk mengerti. "Sama kayak kamu. Aku juga lagi jongging. Ini salah satu kegiatan rutin aku kalau hari libur," tutur Hilda apa adanya.

"Ah, begitu rupanya. Gue juga suka jongging, kalo lagi nggak mager tapi, hahaha." Maxime tertawa akan kalimat absurd yang keluar dari mulutnya. Begitupun juga Hilda yang jadi ikut tertawa kecil dibuatnya.

Masyaallah, indahnya ciptaanmu.

Maxime berdecak kagum kala melihat pemandangan cantik yang disuguhkan Hilda tanpa sadar ketika gadis itu tertawa.

"Hahaha, maaf." Hilda yang tersadar spontan menghentikan tawanya dan tersenyum kikuk pada Maxime yang masih terpaku menatapnya.

Keduanya sama-sama salah tingkah. Bahkan Maxime tidak merespon perkataan maaf Hilda sebelumnya karena sibuk dengan jantungnya yang berdentum-dentum tidak karuan.

"Kalau gitu, aku pulang duluan ya, Haidar. Soalnya aku masih harus bersih-bersih rumah." Hilda berdiri dari posisi duduknya dan berpamitan. "Ohh iya, bilang sama Bunda kamu. Makasih untuk makanannya kemarin," kata Hilda.

"Eh?! Nggak mau gue anterin aja? Kita bisa pulang bareng," sergah Maxime dengan cepat. Bahkan pemuda itu sekarang juga ikut berdiri dan menatap atensi Hilda yang tengah memasukkan ponselnya pada saku celana training gadis itu.

Hilda tersenyum dan menolak secara halus. "Nggak usah, Haidar. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula aku bawa motor. Terima kasih untuk tawarannya, ya."

Usai berpamitan singkat, gadis berdarah Arab-India itu langsung beranjak pergi menuju motornya, dan meninggalkan Maxime yang masih menatap kepergiannya di sana.

"Ah, elah. Lupa lagi gue kaga minta nomor teleponnya."

▪︎ ■ ▪︎ ■ ▪︎

Sehabis dari jogging, Maxime pulang dengan wajah kusut dan lesu. Sampai-sampai bunda dan adik perempuannya dibuat heran karena pemuda itu pulang dengan kepala tertunduk seolah kehilangan semangat.

"Kenapa lu, Bang?" tanya sang adik.

Maxime menjawab dengan gelengan kepala. "Lagi galau berat," ungkapnya.

"Dih! Kayak ada yang digalauin aja. Lo kan jomblo!"

Senyuman miris spontan terbit di bibir pemuda bernama lengkap Esfandiar Haidar Arash itu. "Iya, ya. Gue kan jomblo," ujar Maxime dengan sedihnya. "Gue lupa kalo gue jomblo," lanjutnya lagi.

Sang adik sampai dibuat terperangah dengan tingkah tak biasa kakak laki-lakinya ini. Kalau biasanya Maxime akan menanggapi ledekannya dengan ledekan kembali, kini dia justru malah terima-terima saja diledek olehnya.

"Ihh, Bunda! Si Abang kenapa, sih?!" tanyanya pada sang bunda sembari melirik kakak laki-lakinya yang sudah menghilang di balik pintu kamar.

"Mana Bunda tau. Ditolak cewek yang dia suka mungkin."

"Yaelah, cemen amat. Masa ditolak sekali udah nyerah dan galau nggak jelas."

Maxime yang menguping pembicaraan bunda dan sang adik dari balik pintu kamarnya itu spontan mencebikkan bibir. "Dasar. Gue galau bukan karena ditolak cewek, kali. Tapi karena gue lupa minta nomornya Neng Hilda," ujarnya memelas.

"Eh, tapi kan kita tetanggaan. Besok atau nanti juga bisa gue minta langsung ke rumahnya, hahaha."

Tawa Maxime kembali. Pemuda itu bersiul senang sebelum melemparkan dirinya ke atas ranjang dan berguling-guling tidak jelas seperti orang yang sedang kasmaran.

Eh, tapi Maxime memang sedang kasmaran, bukan? Kasmaran sama Neng Hilda, tetangga baru depan rumah.

"Pokoknya gue harus dapetin nomor Neng Hilda. Biar enak ntar bisa chat-chatan tiap hari, hehehe."

"Hah .... emang pagi ini tuh pagi yang sempurna."

▪︎
▪︎
▪︎

Iyain aja dah yang lagi kasmaran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Iyain aja dah yang lagi kasmaran.
Biar seneng :>

D'MOST SAGA CRUSH ✔Where stories live. Discover now