17 - Rainbow After the Rain

8 1 0
                                    

▪︎▪︎▪︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

▪︎
▪︎
▪︎

Selama dua minggu terakhir, Maxime terus saja melakukan pendekatan pada tetangga cantiknya, si Neng Hilda. Dari yang mulai mengantarkan makanan, mengajak belajar bersama, sampai tawaran berangkat dan pulang sekolah bersama meskipun beda arah pun sudah Maxime lakukan. Akan tetapi tetap saja, tidak ada tanda-tanda kalau Hilda menyukainya juga.

Jujur saja, hal ini membuat pemuda bernama lengkap Esfandiar Haidar Arash itu sering uring-uringan. Bahkan Oscars, Shadow, dan Trax yang tidak salah apa-apa pun turut menjadi sasaran.

Seperti sekarang ...

"Ah, elah! Neng Hilda sebenarnya tuh suka sama gue juga apa kagak, sih?"

Oscars yang kembali mendengar gerutuan Maxime spontan menjawab. "Mana mungkin dia suka sama cowok modelan kayak lo!" sahutnya kesal. Pasalnya sudah sedari lima belas menit yang lalu Maxime seperti cacing kepanasan karena belum mendapat kepastian dari sang pujaan hati.

Maxime mendelik sebelum melengkungkan bibirnya sedih. "Padahal gue udah coba berbagai cara," keluhnya lagi.

Shadow yang tidak tega melihat Maxime bersedih itupun dengan cekatan memberikan sebagian cokelat yang tadi dibelinya di kantin pada Maxime. "Nih, makan. Eneg gue lihat lo nge-rengek terus daritadi."

Netra Maxime spontan berbinar senang dan ia tanpa ragu menyambar cokelat itu dari tangan Shadow, lalu memakannya dengan lahap. "Lo emang sahabat gue yang paling peka," ujar Maxime dramatis.

Trax yang tengah fokus pada lagu barunya tidak memedulikan interaksi random ketiga sahabatnya. Pemuda itu lebih memilih menulikan telinga untuk sementara waktu. Setidaknya, ya ... sampai ia menyelesaikannya.

Para anggota D'Most Saga memang sedang berada di rooftop sekarang, membolos seperti biasa. Tiada kapoknya ya mereka berempat. Padahal baru saja kemarin mendapat hukuman dari Marcell selalu sang Ketua OSIS untuk membersihkan lapangan utama sekolah mereka. Akan tetapi, masih saja membuat ulah.

"Bukan peka. Cuma males dengerin lo uring-uringan daritadi," jelas Shadow yang berhasil membuat Maxime kembali cemberut.

"Lo tuh emang suka banget ya menghancurkan kebahagiaan orang," desis Maxime yang kelewat kesal.

Shadow hanya mengangkat kedua bahunya dan kembali menyibukkan diri dengan game online yang tengah ia mainkan. Sementara Oscars yang tidak mau ambil pusing lebih memilih menyumpal telinganya dengan earphone dan membiarkan Maxime menggalau sendirian.

Kasihan ...

▪︎ ■ ▪︎ ■ ▪︎

Mungkin pepatah yang mengatakan kalau akan terbit pelangi setelah hujan memang benar adanya. Karena setelah seharian uring-uringan di sekolah, Maxime disambut dengan hadiah tak terduga di rumahnya.

"Eh, Haidar. Ke mana aja kamu, kok baru pulang? Ini dari tadi si Nak Hilda nungguin kamu di sini," tutur sang bunda begitu Maxime baru saja memasuki rumah.

Memang, ia bisa melihat gadis berdarah India-Arab itu tengah duduk di sofa rumahnya dan tampak asik berbicara dengan sang bunda tadinya. Namun yang jadi pertanyaan, apa benar kalau Hilda mencarinya? Untuk urusan apa? Ia merasa tidak memiliki hutang apapun pada gadis cantik itu.

"Haidar nongkrong sebentar bareng temen-temen, Bun. Ada apa lo nyariin gue?" jawab Maxime dan beralih bertanya pada Hilda.

"Ah, itu. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Boleh tidak, Tante?"

"Kok kamu tanya Tante? Tanya aja sama orangnya, mau apa enggak."

Hilda menatap malu-malu pada atensi Maxime yang masih terdiam di dekat pintu. "Gimana? Kamu mau nggak?" tanya Hilda sedikit ragu karena respon Maxime yang di luar dugaan. Ia kira pemuda itu akan senang dan langsung menjawab 'mau' saat ia mengajaknya keluar ke suatu tempat.

Apakah Haidar sudah menyerah dengan perasaannya padaku?

Ya, Hilda memang tahu kalau pemuda itu menyukainya. Bahkan Maxime pernah terang-terangan berkata kalau pemuda itu suka padanya. Akan tetapi, saat itu ia juga masih mencoba memahami perasaannya sendiri dan tanpa sadar telah menggantungkan perasaan pemuda bernama lengkap Esfandiar Haidar Arash tersebut.

"Iya, gue mau. Gue ganti baju dulu bentaran, tunggu."

Hilda hanya mengangguk saja saat pemuda itu sudah berjalan masuk melewati ruang tamu menuju arah kamarnya. Gadis itu lantas menoleh ke arah sang ibunda dari Maxime dan mengucapkan terima kasih karena sudah mau membantunya.

"Makasih banyak ya, Tante. Kesannya mungkin aku emang nggak sopan karena minta tolong hal beginian sama Tante. Tapi jujur, aku nggak berani kalau harus ngomong langsung. Aku terlalu pemalu untuk itu," ujar Hilda panjang lebar. Padahal tadi ia termasuk berani, meskipun mengatakannya harus di depan ibunda dari pemuda itu.

"Sama-sama." Ibunda dari Esfandiar Haidar Arash itu tersenyum. "Perjuangkan saja kalau kamu memang menyukainya. Tante cuma bisa bantu semampu Tante, Hilda. Untuk selanjutnya tergantung kamu dan Haidar sendiri."

Hilda terharu. Ia tidak menyangka kalau ia akan langsung mendapatkan lampu hijau. Padahal ia juga tergolong orang baru di sini, tapi Ibunda Haidar memanglah orang yang baik. Beliau bahkan tidak ambil pusing dengan percintaan anak-anaknya selama itu tidak menjadi beban untuk mereka sendiri.

"Iya, Hilda ngerti. Sekali lagi terima kasih ya, Tante."

Wanita paruh baya itu tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama. Semangat!"

"Hahaha, iya ... semangat aku!"

Kedua perempuan berbeda usia itu tertawa bersama hingga membuat seorang pemuda yang baru saja menuruni anak tangga dibuat keheranan.

"Kalian berdua lagi bahas apa? Seru banget kayaknya."

"Kepo aja kamu," jawab sang ibunda. "Udah sana berangkat. Jangan pulang kesorean. Titip anak Tante yang petakilan ini ya, Hilda. Kalau nakal, tabok aja!"

"Emangnya aku barang apa, pake dititipin segala."

▪︎
▪︎
▪︎

▪︎▪︎▪︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
D'MOST SAGA CRUSH ✔Where stories live. Discover now