12 | Umpan Hidup

462 55 8
                                    

"Salam hamba untuk Gusti Paduka Sori. Semoga Sang Hyang Widhi memberi limpahan berkah kepada ibu kerajaan." Sotor menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. Ia merendahkan posisinya karena tinggi badan antara dirinya dan Sudewi amatlah berbeda.

Permaisuri Majapahit yang mengenakan busana biru tua itu mengangguk kecil. Ah, ternyata ini adik tiri Hayam Wuruk yang pernah ia dengar dari Keswari. Sotor tidak hadir pada acara Rajawiwaha, bahkan Sudewi tak melihat pria itu ketika Upacara Abisekha untuk menobatkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit. "Salam, Raden Sotor. Semoga Sang Hyang Agung memberimu umur panjang," sahutnya dengan menatap lawan bicara.

Jika dilihat-lihat, struktur wajah Sotor dan Hayam Wuruk cukup berbeda. Rahang suaminya yang tegas lebih memberi kesan garang. Sementara itu, Sotor memiliki bentuk rupa yang sedikit bulat, sehingga menampilkan kesan lembut, apalagi dengan bulu matanya yang lentik untuk ukuran seorang pria. Adapun postur tubuh Hayam Wuruk yang lebih tinggi dari adiknya memberikan aura dominasi yang kuat. Entah mengapa, Sudewi merasakan hawa persaingan pada kedua putra Cakradhara itu. Oh, telinga Sudewi juga dimanjakan dengan tutur kata Sotor yang sopan dan damai. Hal tersebut mengingatkan Sudewi akan Sagara. Lagi-lagi ia memikirkan anggota wwang jaladhi itu. Sudewi berdecak sebal. Dirinya harus menjaga diri dan juga hati.

Sotor mengawal Raja dan Permaisuri Wilwatikta tersebut menuju balairung Keraton Singasari. Singasari adalah ibu kota Kerajaan Tumapel yang dahulu didirikan oleh Ken Arok, leluhur wangsa Rajasa. Namun, nama Singasari lebih santer digaungkan oleh rakyat dan kerajaan di sekitarnya. Hingga kerajaan tersebut terkenal dengan nama Kerajaan Singasari. Di keraton nan tua itu, petinggi Tumapel dan beberapa akuwu pun menanti pasangan termahsyur di Majapahit dengan menunduk hormat.

Sudewi mengambil tempat duduk di samping suaminya. Sementara itu, Sotor menempatkan diri di sisi yang lain Hayam Wuruk. Begitu pun dengan para Bhre yang duduk di kursi yang telah disediakan. Pendeta Siwa dan Buddha mengawali perjamuan dengan puja-puji dan lantunan doa untuk keselamatan raja, kerajaan, dan kalulanya. Lalu, dilanjutkan dengan menyantap sajian khas Singasari yang sudah ada semenjak kerajaan tersebut berdiri.

Hayam Wuruk berjalan menuju candi pendharmaan raja terakhir Singasari, Prabu Kertanagara, dalam bentuk arca Siwa-Buddha. Sang Maharaja melakukan puja bhakti dan petirtaan menggunakan air suci. Sudewi dan yang lain menunggu sang Prabu di belakangnya. Mereka serentak mengatupkan tangan di dada, lalu menutup mata, dan menirukan puja-puji bersama para pendeta. Setelah selesai melakukan tugasnya, Hayam Wuruk berpamitan dengan penghuni Keraton Singasari untuk melanjutkan puja bhakti di berbagai candi milik leluhur Majapahit.

Sang Maharaja meninggalkan rombongannya yang begitu banyak. Ia hanya mengajak beberapa orang saja untuk mengiringinya. Sementara itu, rombongan yang lain menanti sang Prabu di Kotalama Singasari. Mereka akan menyusul untuk kembali ke Kadatwan Trowulan setelah sang Prabu menyelesaikan puja bhakti.

Sebagai parameswari sekaligus istri sang Maharaja, Sudewi mengikuti setiap acara demi acara yang akan dilakukan oleh penguasa Majapahit itu. Tak hanya sang Permaisuri, Sapta Prabhu, Gajah Mada, dan Raden Sotor pun turut serta. Inilah kali pertama Hayam Wuruk melakukan perjalanan jauh bersama adik tirinya. Tujuan pertama rombongan tersebut adalah Kagenengan yang berada di Selatan Singasari, sebelum itu, rombongan sempat berhenti sejenak untuk menikmati keindahan pemandangan alam di Kedung Biru dan Bureng. Di Bureng, terdapat telaga yang memiliki air bening, bahkan saking beningnya, mampu memantulkan sinar matahari yang membias di permukaan.

Matahari telah sampai di ufuk Barat, tibalah rombongan di Kagenengan. Sorak-sorai menyambut rombongan sang Maharaja. Rakyat berjejer rapi dengan membentuk barisan lurus. Mereka melempar bebungaan nan wangi ke arah rajamarga. Panji merah putih pun dikibarkan, menandakan kemegahan sang Prabu. Pedati yang dinaiki Hayam Wuruk melewati gapura lebar dan tinggi. Di dalamnya, nampak berderet rumah yang tersusun rapi.

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARIWhere stories live. Discover now