35 | Adhistana Kertarajasa

628 54 11
                                    

Pengabdiannya belum usai. Berpamitan rasanya tak cukup. Gajah Mada tak bisa egois melepas begitu saja apa yang menjadi tanggung jawabnya. Melakoni jabatan sebagai Mahapatih sebelum lahirnya Sri Prabu, membuat Gajah Mada hapal pahit manis ketika mendampingi pemimpin Majapahit. Dirinya hadir sebagai penyeimbang. Ia bertugas mengingatkan, dan juga mengarahkan agar sang Maharaja atau Maharani tak terjerumus ke dalam nafsu kekuasaan.

Sebelumnya, Gajah Mada adalah seorang patih dari Nagari Daha yang dipimpin oleh Rajadewi Maharajasa atau Dyah Wiyat. Berkat kecakapannya sebagai patih yang mendampingi putri dari Prabu Kertarajasa, istri sang Maharaja yaitu Gayatri Rajapatni mengangkatnya sebagai Patih Amangkubhumi menggantikan Arya Tadah. Namun, Gajah Mada menolaknya. Ia merasa tak pantas menyandang gelar yang agung tersebut. Maka dari itu, penakhlukkan Sadeng dan Keta merupakan pembuktian kepada dirinya sendiri dan Sri Rajapatni bahwa ia mampu mengabdi sebagai patih dengan pangkat tertinggi.

Kedudukan Gajah Mada yang melejit adalah buah dari kerja kerasnya. Ayahnya bernama Gajah Pagon, orang yang membantu Raden Wijaya melawan Jayakatwang. Sayangnya, Gajah Pagon terluka dan harus menetap di Daha, sedangkan Raden Wijaya dan pasukannya meneruskan perjalanan. Di sana, ia menikah dengan putri seorang thani. Di Daha-lah, Gajah Mada menghabiskan masa muda. Keterampilannya sebagai prajurit membawanya mengemban tugas lebih tinggi, yaitu sebagai bekel.

Di sinilah Gajah Mada sekarang berdiri. Hiruk-pikuk sisa-sisa upacara pelepasan Sri Prabu masihlah terasa. Kala Gajah Mada menunduk, dapat ia lihat bunga-bunga berhamburan menutupi kakinya yang terlindungi gamparan. Oh, waktu berlalu begitu cepat. Gajah Mada harus bersiap. Tak hanya sang Maharaja dan ibu suri yang meninggalkan Istana Trowulan hari ini, ia pun sama. Yang membedakan adalah persoalan tentang waktu untuk kembali. Hingga hembusan napas yang kesekian kali, Gajah Mada masihlah tak mampu menjawabnya. Akankah takdirnya terikat atau terlepas bersamaan dengan usainya pengabdian?

Gajah Mada memutar tubuhnya, meninggalkan pelataran dengan tujuan kediamannya sendiri. Namun, baru dua langkah, seseorang menghadangnya. Seorang wanita yang sama seperti tadi malam. "Rahayu, Gusti Parameswari," tuturnya.

Sudewi bergeming. Tak sekalipun memiliki niatan untuk menyingkir. Matanya meneliti Gajah Mada. Sang Permaisuri yang berbusana merah tersebut berdehem. Ah, diamnya ternyata beralasan. Bibirnya amat kelu sekadar menyapa Gajah Mada. Kebiasaan yang sederhana terasa sulit dilakukannya sekarang.

"Jangan lakukan apa pun, Gusti Paduka Sori."

Oh, Gajah Mada begitu pintar membaca situasi. Mahapatih itu mencuri ucapannya di masa lalu. Ya, saat itu Sudewi menolak segala bujukan Gajah Mada. Ia pun meminta sang Mahapatih pergi. Sekarang, seutas kalimat yang keluar dari mulut Gajah Mada terasa menamparnya. Begitulah Sudewi menilai Gajah Mada. "Saya-"

"Berada dalam asuhan yang benar, itulah Anda, Paduka Sori."

Sudewi melayangkan tatapan bingung. Sungguh, Gajah Mada tak tertebak.

"Anda dibesarkan di dalam Keraton Wengker dengan segala kehormatan dan keagungan. Ingatlah selalu, Gusti Permaisuri. Istri Raden Kudamerta adalah Rajadewi Maharajasa. Meski lahir dari rahim seorang dukan, Anda tetaplah putri Rajadewi. Hasil didikan dan pengajaran oleh orang tua Anda bisa saya lihat sekarang. Jika tidak, maka yang berdiri dan menyandang gelar sebagai ibu kerajaan bukanlah Anda. Jadi, hapuslah keraguan bahwa Anda tidak pantas atas singgasana permaisuri." Gajah Mada menyelesaikan perkataannya tanpa melepas pandangan dengan Sudewi.

Sudewi mengangguk kecil. "Saya tidak ragu, Paman." Oh, selamat, Dewi, kau mendustai dirimu sendiri. Begitulah ia bersenandika.

Gajah Mada menghela napas panjang, senyuman tipis ia perlihatkan agar mencairkan suasana. "Jika Anda merasa demikian, maka tiada alasan bagi Anda untuk menghalangi saya, Yang Mulia Permaisuri. Maka, jangan melakukan apa pun," ucapnya dengan kilatan penuh keyakinan, berharap tersalurkan dengan sempurna kepada Sudewi.

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang