21 | Tangkap Basah

582 53 62
                                    

Palah, sebuah desa perdikan Siwa yang akan dikunjungi oleh sang Prabu tahun ini. Bersama rombongan yang terdiri dari para petinggi Majapahit dan prajurit Bhayangkara, mereka bergerak ke arah Barat Daya meninggalkan kotaraja. Panji-panji merah putih dikibarkan, iring-iringan sang Maharaja dilepas dengan puja dan puji agar rombongan tersebut selamat hingga kembali ke Istana Trowulan. Di antara petinggi itu, Mpu Prapanca tidak turut menyertai. Hayam Wuruk memerintahkan rakawi itu untuk menjaga aset-aset kerajaan yang berupa tulisan karena serangan dari pihak musuh bisa terjadi kapan saja. Lagipula, misinya tidak hanya melakukan puja bhakti, tetapi juga memberantas penyeludupan yang didalangi oleh adik tiri sang penguasa Wilwatikta. Terlalu bahaya bagi Hayam Wuruk apabila membawa rombongan dengan jumlah besar, apalagi membawa serta permaisurinya.

Rute perjalanan ke Palah hampir sama ketika Hayam Wuruk ingin bertandang ke Wengker. Hanya saja, untuk mencapai Wengker dibutuhkan lagi waktu setengah hari untuk bergerak ke arah Barat. Sesampainya di Palah, sang Prabu memasuki candi bercorak Siwa yang dibangun pada masa Kerajaan Kadiri satu abad yang lalu. Raja Srengga membangun candi tersebut untuk upacara pemujaan agar rakyatnya terhindar dari amukan sang penjaga gunung. Hal tersebut didasari letak Candi Palah yang berada di lereng Gunung Kampud. Sebelumnya, candi ini mendapat perhatian dari Prabu Jayanagara dengan dibangunnya arca Dwarapala pada gerbang masuk.

Hayam Wuruk melakukan puja bhakti untuk Hyang Acalapat, yaitu perwujudan Dewa Siwa sebagai Girindra atau penguasa gunung. Candi Palah juga merupakan pendharmaan untuk Prabu Sri Ranggah Rajasa yang meneladani kebajikan-kebajikan Siwa. Pada candi utama, Hayam Wuruk dapat melihat relief kisah Ramayana dan Krishnayana yang terukir indah. Kedua kakawin itu berasal dari daratan Jambudwipa mengenai romansa antara titisan Wishnu di dunia, Rama dan Krishna, serta titisan Laksmi, Sita dan Rukmini. Dua pasangan tersebut merupakan penggambaran dari Ken Arok dan Ken Dedes. Setelah melihat garbha Ken Dedes yang bercahaya, maka Ken Arok yakin bahwa wanita tersebut akan menurunkan raja-raja hebat di Jawadwipa. Ya, itulah cerita turun temurun yang keluar dari mulut ke mulut di masyarakat Majapahit.

Setelah menyelesaikan puja bhakti, sang Maharaja dan rombongannya meninggalkan Palah dan bergerak menuju Lwang Wentar. Rombongan lawatan sempat beristirahat sejenak di Jumble. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Hayam Wuruk untuk memberi perintah kepada para telik sandi agar prajurit yang tidak bergabung dalam lawatan mendekati lokasi penyergapan. Kemudian, lawatan kembali dilanjutkan ke arah Selatan. Memasuki wilayah Balitar, sang Maharaja menyekar di Lwang Wentar Manguri. Komplek candi tersebut berada di Timur lereng Gunung Kampud.

Hayam Wuruk memasuki tembok yang menjadi kelir bagi bangunan utama. Kelir adalah penolak bala dan perlindungan dari kekuatan jahat yang berada di sekitarnya. Pada bagian tengah candi terdapat motif Dewa Surya yang dipercaya sebagai sang penerang kegelapan. Di Lwang Wentar kental akan hubungan kedewaan dan alam semesta. Setelah melakukan upacara pemujaan, sang Prabu bergegas meninggalkan tempat tersebut menuju lokasi pendharmaan selanjutnya. Rombongan lawatan melaju ke arah Selatan menuju wilayah Lodaya. Rute yang diambil oleh rombongan sang Maharaja cukup menguji kesabaran. Beberapa kali mereka harus berhenti karena kondisi medan yang menanjak, sehingga memerlukan tenaga lebih untuk melewatinya. Pohon-pohon rindang menyusut, digantikan oleh pohon yang tak memiliki banyak daun. Pantas saja, daerah itu kekurangan air karena hujan tak kunjung turun.

Setelah menyebrangi Kali Brantas, sampailah rombongan lawatan di Desa Simping. Di sana terdapat candi pendharmaan untuk pendiri Majapahit, Prabu Kertarajasa, dibangun. Hayam Wuruk merasakan keanehan saat memasuki candi tersebut. Lantas, ia menengadah. Benar, Candi Simping terlihat miring ke arah Barat. Jika dibiarkan begitu saja, maka dalam waktu dekat candi itu akan roboh. Candi perlu ditegakkan lagi sedikit ke arah Timur. Maka dari itu, Hayam Wuruk menunda puja bhakti dan memerintahkan perbaikan untuk candi leluhurnya, setelah melakukan pengukuran sesuai dengan prasasti yang terdapat dalam candi tersebut.

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARIWhere stories live. Discover now