3. Ada keluhan?

21 6 61
                                    

HAPPY READING!

Ina sudah cukup bersabar. Dirinya sampai lupa kalau dia harus bekerja pagi ini. Lingkaran matanya yang menghitam karena tidak tidur semalaman. Ina mencuci mukanya pagi ini dan menatap wajahnya sendiri di cermin.

Entah apa yang dilakukan Drana kemarin sampai tidak sempat membalas pesannya sampai pagi ini. Ina meraih handuk yang ada di jemuran depan kamar mandi dan menggantungkannya ke gantungan yang ada di dalam kamar mandi.

Setelah melakukan ritual mandi dan mengenakan pakaian kerjanya. Ina meraih sebuah concealer dan mengoleskannya di kantung matanya kemudian meratakannya sampai semua lingkaran hitam itu tertutupi.

"Awas lo Drana. Kalau minggu depan ketemu. Gue kasih garam yang banyak di makanan lo." Ina mengepalkan tangannya di depan cermin kecil yang dia pegang.

Ina tinggal bersama ibu dan ayahnya yang mempunyai toko kelontong di luarnya. Orang tuanya sendiri tidak tahu tentang hubungannya dengan Drana, si artis yang sekarang lagi beken banget.

"Mungkin kalau tau, mereka bakal nelepon rumah sakit jiwa kalik, ya." Ina bermonolog kemudian keluar dari kamarnya setelah semuanya beres. Dia menyelempangkan tasnya di pundak dan mencari ibu dan ayahnya yang sedang mengunyah gorengan.

Ina duduk di meja makan dan mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air putih. Menegaknya dengan beberapa kali tegukan.

Sang ibu tersenyum melihat anaknya tampak cantik. "Mau tempe enggak?" tanya mamanya menatap ke arah Ina.

"Tempe mendoan?" tanyanya dengan berbinar. Ina memang paling senang dengan tempe mendoan apalagi yang masih panas.

Ibunya menganggukan kepala membuat senyum Ina terbit kemudian menganggukan kepalanya.

"Jadi, di tempat kerja gimana? Baik?" tanya mamanya memulai pembicaraan. Ina mengangguk kemudian mulai mengambil piring dan sendok beserta dengan nasi dan teman-temannya.

"Ada yang ganteng, enggak?" tanya ibunya memulai topik sensitif bagi Ina.

"Banyak, semua cowok ganteng." Ina menjawab sekenanya. Tidak ingin terlalu memperpanjang topik yang sering dibahas oleh mamanya di meja makan.

"Kalau yang bikin hati kamu kepincut, ada?" tanya ibu masih berusaha agar anaknya menjawab.

"Ada, Drana tuh." Ina menjawab kemudian menggigit tempe gorengnya dengan santai.

"Halu terus. Kamu udah umur dua puluh lima Ina. Masa enggak punya pacar." Mamanya membicarakan fakta tentang umur anaknya membuat Ina agak kesal karena umurnya merupakan hal yang sensitif.

Bunyi lipatan koran membuat Ina menatap ke arah ayahnya. "Ayah enggak bela siapa-siapa Ina. Tapi, mama kamu benar coba cari pacar." Ina memanyunkan bibirnya.

"Kalau semisal Drana beneran pacar aku. Gimana?" tanya Ina memancing jawaban dari kedua orang tuanya.

"Drana itu siapa?" tanya ayahnya bingung. Dia seolah baru mendengar nama baru yang muncul dari bibir anaknya.

"Pac–" Ina belum sempat menyelesaikan kalimatnya ibunya sudah memotong. "Artis papan atas. Lebih tua setahun sama Ina."

Ina cemberut kemudian memakan tempe mendoannya yang kedua. Setelah menyelesaikan makan nasinya. Ina langsung meletakkan piringnya dan mencucinya kemudian pamit untuk pergi bekerja.

Ina menghidupkan motor matic berwarna hitam tersebut dan memakai helm berwarna merah miliknya.

"Pak, kayaknya Ina punya pacar, deh." Sang ibu memulai pembicaraannya. Ayahnya menatap ke ibunya bingung.

"Drana yang tadi?" tanya Ayahnya polos.

"Jelas bukan, lah. Itu, mah halu aja." Ibunya menaikkan nadanya dengan kesal. Heran karena suaminya malah percaya dengan perkataan anaknya yang selalu sama setiap harinya.

"Ibu juga ga tau, sih. Tapi, kemarin anak itu enggak tidur mantengin ponselnya terus kayak nunggu sesuatu." Ibunya memberikan hipotesis membuat ayahnya berpikir lama.

"Apa anak kita kelilit pinjol?" tanya ayahnya dengan nada panik membuat sang ibu tepuk jidat karena pernyataan yang barusan dia dengar.

"Anak kita kerja bapak. Punya uang dan kita juga enggak pinjam uang ke siapapun." Ibunya menaikan nadanya dengan nada melengking saking gemasnya terhadap pemikiran suami.

"Ibu juga mau tahu. Soalnya, ya itu anak setiap tanggal tertentu selalu izin keluar dan enggak tahu baliknya jam berapa. Pasti larut malam. Kita udah tidur." Ibunya berbicara lagi. Ayahnya menganggukan kepala setuju. Memang tingkah lagi Ina terlalu aneh.

"Besok bapak lihat. Udahlah, buka toko dulu yang penting," ujar Pak Juju, yang notabene istri dari Elen dan merupakan orang tua dari Ina bergegas untuk segera membuka tokonya.

***

Ina masuk ke dalam setelah memarkirkan motornya dengan tenang di sana. Menyapa beberapa teman kerjanya dan masuk ke dalam ruang ganti.

"Masih belum jawab. Se sibuk apa coba?" Ina bermonolog kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas dan mengunci laci miliknya.

Ina juga seharusnya sudah terbiasa. Entah mengapa kali ini dia uring-uringan sendiri karena tingkah laku pacarnya itu.

"Ina, ada anak baru. Bisa kamu bimbing?" tanya ketua cheff nya dengan penuh harapan.

Ina mengangguk, "Saya hanya perlu mengajari dasarnya, kan Cheff?" tanya Ina mengkonfirmasi kemudian mendapatkan jawaban dengan anggukan kepala.

"Nanti saya suruh dia menghampiri kamu. Oke, sekarang kita breafing dulu." Cheff tersebut pergi dan Ina menyusul ke barisannya.

Ina menyiapkan bahan masakannya nanti memotong berbagai sayuran serta menyiapkan beberapa keperluan lainnya.

"Gulanya habis!" Ina berteriak dengan nada lantang dan asisten dapur pergi membawa gula dan menuangkannya ke dalam wadah yang tersedia.

Ina tidak berhenti untuk memasak. Hari ini menu masakan khusus adalah menunya. Di restoran ini memang selalu membuat hal agar semua kokinya mengimprovisasi bakatnya dan terus berkembang.

Ina sendiri mengajukan menu masakan yang cukup lumayan dipuji oleh kepala kokinya. Ayam dengan selada dan telur yang akan meledak saat dipotong.

Setengah hari tidak ada masalah sampai pelayan yang di sana masuk dan berteriak dengan panik. "Menu spesial hari ini siapa yang buat?" tanyanya dengan lantang membuat seisi dapur menghentikan aksinya.

"Saya." Ina mengangkat tangannya sembari terus mengaduk makanan yang sedang dia buat.

"Chef Ina diminta untuk bertemu dengan pelanggan." Pelayan itu menjelaskan membuat Ina meminta temannya yang lain untuk mengambil alih terlebih dahulu agar masakan yang dia pegang kali ini tidak hancur.

Ina melepaskan celemeknya dan keluar dari dapur mengikuti pelayang yang tadi memanggilnya. Di sana ada seseorang dengan menggunakan topi dan kacamata hitam serta jaket berwarna biru. Orang misterius.

"Ini tuan koki yang memasak menu spesial hari ini. Saya izin undur diri." Pelayan tersebut kemudian pergi meninggalkan Ina dengan pelanggan itu.

"Halo, perkenalkan saya Ina yang memasak menu spesial hari ini. Apakah ada keluhan tentang masakannya?" tanya Ina dengan sopan dan dengan senyuman. Sejujurnya dia deg-deg an setengah mati takut kalau menu hari ini ternyata ada masalah.

"Kangen," jawaban pelanggan tersebut membuat Ina melongo.

"Maaf, maksudnya?" tanya Ina masih berusaha sopan.

"Keluhannya aku kangen."

***

12 Oktober 2023

My Backstreet Boyfriend Kejebak di TVWhere stories live. Discover now