15. Sisi Ardan

4 1 0
                                    

HAPPY READING!

Baru kali ini Drana muak dengan shooting hari ini. Entah karena perihal kemarin saat Ardan mengungkit nama kakeknya atau karena Lyra yang tidak becus dalam shooting. Satu adegan ini sampai diulang hampir lima kali.

Drana juga hanya bisa tersenyum saat Lyra melakukan dialog yang sama dengan kesalahan yang sama. Bahkan demi menjaga reputasi filmnya Drana tertawa kemudian menepuk pelan bahu Lyra seolah tidak ada masalah dengan mengulang dialog yang sama sebanyak lima kali.

"Maaf, ya. Gue lupa terus." Lyra berbicara dengan kedua telapak tangan di depan kepala dengan senyuman tipis merasa bersalah karena menunda waktu Drana dan kru film lainnya.

"Kalau gue sih santai aja harusnya kru yang lain juga enggak keberatan. Semangat, Ly." Drana tersenyum sampai matanya hanya tinggal segaris saking lebarnya senyumnya.

"Iya, semangat!" kata perempuan dengan rambut yang sudah ditata lurus dengan gelombang di bagian bawah sembari mengepalkan tangannya memberikan semangat kepada dirinya sendiri.

Setelah shooting Drana berpamitan kepada banyak kru dan mengobrol kemudian masuk ke dalam mobil untuk pulang. Sepanjang perjalanan Drana hanya diam dan melihat ke arah ponselnya tidak seperti biasanya yang selalu mengomel setelah shooting dia bahkan tidak menatap ke arah managernya sedikitpun.

"Besok jadwal lo sampai jam delapan malem. Lo bisa tidur sampai jam tujuh pagi, karena lo ada shooting jam sembilannya." Ardan terus berbicara tanpa adanya tanggapan dari sang artis yang memilih untuk memasang earphone sembari memejamkan matanya saat tukang riasnya membersihkan semua make up -nya.

Ardan melihat ke arah Drana yang sudah memejamkan matanya serta telinganya sudah tersumpal earphone kemudian menghela napas berat. Lelah dengan semua tingkah laku artis yang bertubuh dewasa, namun tingkahnya seperti anak kecil.

Ardan merasa bersalah karena mengungkit nama kakeknya padahal dirinya tahu kalau anak itu sangat membenci bahkan sebenarnya tidak mau berurusan lagi dengan sang kakek.

Ardan jadi teringat saat pertemuan pertamanya dengan sang kakek sampai dirinya akhirnya menjadi manager Drana. Perjalanannya panjang dan Ardan jadi teringat pada masa-masa tersebut.

***

"Hei, lihat apa?" tanya seorang wanita paruh baya menepuk pundak Ardan cilik yang sedang mengintip seseorang yang sedang duduk di sana bermain mobil-mobilan yang dulu dia inginkan.

"Lihat tuan rumah, bu. Mainannya bagus," jawab Ardan cilik menunjuk seseorang laki-laki yang umurnya lebih muda darinya sedang asik bermain sendirian.

"Iya, mainannya mahal itu, Dan. Udah, yuk kita cuci piring di dapur." Tangan Ardan diraih dan diajak menjauhi anak kecil yang ada di sana dirinya juga ingin bermain dia mau merasakan hal mewah seperti itu juga.

"Ibu, boleh enggak Ardan berteman sama anaknya tuan?" Anak laki-laki dengan celana pendek cokelat dan kaos kumel mulai berbicara sembari meletakkan piring-piring yang sudah dia lap hingga kering dan disusun di dalam tempatnya.

"Nanti ibu coba tanya ke tuan, ya. Sebenarnya Drana juga kasian dia butuh teman bermain." Sang ibu dengan penuh sabun mulai berbicara sembari terus melakukan pekerjaannya.

Ardan hanya diam. Kalau dia jadi Drana dia tidak mungkin kesepian dengan mainan mewah yang setiap hari bertambah. Seandainya dia bisa bertukar nasib dengan Drana mungkin dia akan merasakan rasanya menjadi orang kaya.

Kalau boleh jujur Ardan selalu merasa dirinya tidak bisa lebih dari Drana. Dia hanya bisa menjadi bayang-bayang atau orang di belakang Drana saja. Sampai pada akhirnya kedua orang tua Drana mengalami kecelakaan pesawat yang mengakibatkan Drana menjadi pendiam dan mengurung diri di kamar bahkan semua mainannya tidak pernah dia sentuh lagi.

Ardan turut prihatin dengan hal tersebut walaupun dia lebih tertarik dengan mainan yang ditinggalkan oleh sang pemilik. Tangan kecilnya meraih sebuah mobil-mobilan yang sudah lama dia inginkan dengan pikiran dia akan memamerkannya ke sekolah dan tidak ada yang berani mengatainya anak miskin lagi.

"Dimana Drana?" tanya seorang pria yang sudah tua dengan tongkat di tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang tangan Ardan yang sedang memegang mainan tersebut.

Ardan menegang dirinya tidak tahu harus bagaimana. Dia tertangkap basah mencuri mainan milik tuannya sendiri. "Di dal- dalam kamar tuan." dengan nada gemetaran Ardan menjawabnya. Mendengar jawaban itu pria tua tersebut berjalan ke arah kamar Drana yang dimaksud bersama dengan dua orang di belakang yang mengikutinya.

Ardan menghela napas lega karena tampaknya pria tua tersebut tidak peduli dengan dirinya yang hampir mencuri mainan sang cucu. Ardan harus pergi dari sana sebelum dia benar-benar tertangkap basah. Dengan menimang keputusan akhirnya tangannya meraih dua mobil-mobilan yang lain dan pergi dari sana.

"Enggak mau! Mama sama Papa bakalan pulang!" Suara teriakan dari dalam kamar terdengar sampai ke dalam kamar Ardan dan mamanya. Ardan sendiri sibuk menyembunyikan mainan tersebut di dalam tas sekolahnya dirinya tidak boleh membiarkan mamanya tau tentang mainan tersebut.

Setelah itu tidak ada suara. Semuanya senyap sampai ketukan pintu kamar Ardan membuat anak tersebut terlonjak kaget. Ardan berpikir bahwa mamanya yang meminta untuk dibukakan pintu.

Ardan membuka pintu dan tampak sosok pria tua dengan wajah yang tidak menyenangkan menyapa pengelihatannya bersama dengan dua orang asing di belakangnya.

"Siapa namamu?" tanyanya membuat Ardan menjawab dengan sopan walaupun agak takut karena dirinya tadi mencuri mainan milik cucunya.

"Ardan, Tuan," ucap anak kecil dengan rambut pendek dan rapi tersebut.

"Dekat dengan Drana?" tanyanya kembali.

Ardan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dirinya tidak pernah berani untuk mendekati Drana walaupun saat orang tua Drana masih hidup dirinya diperbolehkan agar berteman dengan anaknya.

"Lalu mengapa mainan Drana kamu ambil? Mencuri?" Pertanyaan sang kakek membuat wajah Ardan menjadi tegang dirinya tidak menyangka akan secepat ini ketahuan. Dia dibutakan oleh hawa napsu sementara.

"Engg- enggak Ardan enggak mencuri." Ardan masih mengelak membuat sang kakek memerintahkan salah satu orang yang ada di belakangnya untuk membuka tas ransel yang berisi mainan yang disembunyikan oleh Ardan cilik.

Wajah Ardan sudah pucat pasi segera saja dia bersujud dan menangis meminta untuk dimaafkan dan jangan sampai mamanya tahu.

"Kamu boleh mempunyai mainan ini. Bahkan apapun yang kamu minta akan saya turuti. Dengan syarat berikan hidupmu untuk Drana. Layani dia jangan pernah jadi temannya karena kamu tidak pantas." Ardan kecil tidak paham dengan maksud tuannya dia hanya mengangguk-anggukan kepalanya begitu mendengar sang pria tua tersebut tidak akan memberi tahukan mamanya tentang apa yang dia perbuat.

"Bagus. Silahkan tepati janji kamu. Tugas kamu hanya satu amati perbuatannya laporkan kepada saya setiap harinya."

***

29 November 2023

My Backstreet Boyfriend Kejebak di TVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang