8. Bucket list Drana

4 2 0
                                    

HAPPY READING! 

Drana mendengar percakapan antara ibu dan anak itu dari awal. Pada saat itu laki-laki yang sedang rebahan di atas kasur yang tergolong luas tersebut langsung terduduk ketika layar ponselnya berganti dengan getaran dan layar untuk mengangkat telepon. Drana ingin berbicara, namun belum sempat terdengar suara orang lain di sana. Tampaknya panggilan telepon ini tidak disengaja oleh Ina. Dengan cepat Drana menekan tombol untuk meng- unmute dirinya sendiri dan mendengarkan pembicaraan dari kedua orang tersebut walaupun sepertinya itu bukan merupakan hal yang baik. 

"Gimana proses perkembangan kamu sama Cio?" Satu alisnya naik begitu mendengar nama asing yang tidak pernah dia dengar dari mulut pacarnya tersebut.

"Dia udah bisa masak terus bantu banget di dapur." Itu suara dari pacarnya dengan nada yang tampak tidak suka dengan pembahasan yang dilontarkan oleh ibunya. Drana masih asik menguping. 

"Kamu tau, kan maksud ibu?" 

"Ina enggak suka sama Cio, Bu." 

"Besok ketemu sama anak temen ibu, ya. Besok hari sabtu kalau enggak minggu." Drana langsung turun dari kasur dan berdiri menatap ponselnya yang dia letakkan di atas bantal sedari tadi. 

"Ibu mau jodoh-jodohin aku sama anak dari temen ibu?" Drana kembali menyimak pembicaraan ini. Dirinya sudah gatal untuk berbicara dan berteriak kalau bisa bahwa Ina sudah jadi miliknya. 

"Ina udah besar, Ma. Ina juga bisa cari pacar sendiri." Jawaban Ina membuat Drana yang menyimak langsung menganggukan kepalanya seolah diajak berbicara oleh sang mertua. 

"Ya, udah. Buktiin kalau kamu bisa cari. Kalau kamu udah ada pacar Ibu juga lega, kan." Drana yang mendengar ucapan ibu mertuanya merasa ini saat yang tepat untuk dirinya mengaku tentang hubungan rahasia ini, bukan?

Sebagai laki-laki sejati dirinya tidak boleh membuat seorang anak gadis tidak mempunyai pacar bukan, maksudnya masa dia sudah menjadi pacarnya tetapi orang tuanya bahkan tidak tahu? Bukannya itu tidak sopan?

Seolah seperti menculik anaknya. Drana jadi merinding ketika memikirkannya.

Drana berdehem kemudian menekan tombol unmute -nya dan mulai berbicara "Permisi, bu maaf menyela obrolannya."

Keadaan menjadi hening dan tiba-tiba suara kecil antara dua orang memenuhi pendengaran Drana. "Kamu siapa?" tanya ibunya dengan nada datar membuat Drana jadi beneran merinding.

"Sebelumnya saya minta maaf karena tidak sengaja mendengar pembicaraan antara ibu dengan Ina. Perkenalkan saya Drana bu, pacar dari anak ibu Ina." Tidak ada suara. Drana jadi beneran takut kalau di film yang dia perankan ibunya bahkan menimpali ucapannya terus tidak ada kata awkward.

"Ina kamu beli apa lagi sampai bisa teleponan sama artis?" tanya Ibunya membuat Drana cengo seketika tidak menyangka kalimat yang pertama kali diucapkan adalah hal tersebut.

"Saya beneran pacarnya Ina, bu. Sudah dua tahun berlangsung. Karena suatu alasan kami merahasiakan hubungan ini dari semua orang." Drana kembali menjelaskan dengan sigap membuat ibunya menghela napas panjang.

Ina menatap ibunya takut sembari terus melihat ke arah ponsel yang menempel di telinga ibunya. Dia bahkan tidak bisa mendengar suara Drana dari sini.

"Ibu bersyukur kalau kamu beneran pacarnya si Ina. Ibu udah khawatir enggak ada yang mau sama dia karena selalu ngaku Drana pacarnya. Ternyata beneran, ya." Jawaban ibunya membuat Ina menatap ibunya dengan tidak percaya. Apa ini artinya hubungannya direstui?

"Tapi, enggak saya restui. Muka kamu saja saya tidak tahu. Kalau kamu memang benar serius dengan Ina datang ke rumah. Ibu sambut nanti." Nada ibunya meninggi membuat Ina jadi yang deg deg an sendiri. Takut dirinya akan dibunuh hari ini juga.

"Saya akan segera ke rumah ibu. Maaf kalau baru bilang sekarang." Suara Drana dengan nada semangat yang hanya di dengar oleh Ibunya.

Ponselnya sudah dimatikan. Ibunya mengembalikan ponsel Ina tepat ke tangan anaknya. "Drana bilang apa ke ibu?"

Ibunya hanya tersenyum. "Kalau punya pacar kayak Drana enggak usah disembunyikan. Memang dia barang?" Ibunya malah menjawab tidak nyambung dan pergi dari kamar Ina dengan pintu yang dibiarkan terbuka.

"Ibu pintunya ditutup dong! Ih kebiasaan." Ina mendumel kemudian beranjak dari kasur untuk menutup pintunya segera takut nyamuk sudah masuk ke dalam kamarnya.

Setelah menutup pintunya. Ina masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar dan membersihkan wajahnya dari masker yang sudah menempel sekitar lima belas menitan.

Baru saja kaki Ina melangkah keluar dari kamar mandi ponselnya sudah bergetar buru-buru Ina meraih ponselnya dan menjawab telepon dari laki-laki yang tadi disidang oleh ibunya.

"Halo Ina." Suara Drana yang sangat dirindukan membuat Ina tersenyum senang.

"Sekarang berani, ya telepon-telepon?" Ina berujar galak dirinya kemudian terkekeh di akhir.

"Berani dong. Bentar lagi dapet restu dari ibu mertua soalnya." Drana berujar dari seberang sana dengan semangat. Ina tersenyum kemudian tertawa.

"Yakin dapet restu, nih?" tanya Ina menggoda pacarnya tersebut. Drana menganggukan kepalanya walaupun Ina juga tidak bisa melihatnya menganggukan kepalanya.

"Harus yakin. Ayo, In kita wujudin sama-sama buat bisa pacaran dengan tenang. Enggak cuma ngobrol di danau tapi, kita bisa ke taman bermain yang kamu pengen atau aquarium besar yang waktu itu kamu fotoin brosurnya. Kita lakuin semua." Drana berbicara serius membuat Ina yang mendengarnya hanya bisa tersenyum tipis.

"Kata-kata kamu udah kayak masa kampanye aja. Menarik hati banget sampe aku enggak bisa berhenti buat senyum." Ina menjawab tanpa melepaskan senyum yang masih tertempel di wajahnya.

"Aku bakal buktiin In. Kita berjalan perlahan. Pasti kita bisa lakuin semuanya." Drana menjawab dengan yakin.

"Iya, kita coba perlahan aja, ya. Jangan terlalu buru-buru karena kalau buru-buru mungkin hasilnya ga bakal baik." Mereka berdua tersenyum dan berbincang sampai malam. Mereka lupa waktu, tapi hari ini adalah hari yang paling membekas dan menyenangkan bagi mereka berdua.

Paginya Drana bangun kesiangan dan mendapat pelototan Ardan serta ceramah paginya sementara Ina juga ikut bangun kesiangan dan terlambat masuk kerja membuat dia mendapat teguran dari kepala kokinya untungnya Cio sudah lumayan ahli untuk menghandel pesanan setidaknya Ina tidak diamuk oleh kepala kokinya lebih lama.

"Ina tumben telat?" tanya Cio berbisik sembari meletakkan piring yang akan digunakan untuk menyajikan makanan mereka.

Ina hanya tertawa formal. "Kemarin bergadang jadinya bangunnya kesiangan." Cio mengangguk paham kemudian pergi untuk menyiapkan barang-barang yang akan Ina butuhkan nanti.

Setidaknya alasan yang dilontarkan Ina adalah bergadang bukan pergi bersama pacarnya atau apapun itu. Cio kali ini tidak boleh menyerah mengingat dia mendapatkan info bahwa Ina belum mempunyai pacar membuat dirinya bersemangat.

***

Bucket list Drana :

1. Go publik ke media massa
2. Minta restu ke orang tua Ina
3. Jalan-jalan ke mall bareng Ina
4. Ke aquarium impian Ina
5. Gandengan tangan sama Ina di publik
6. Posting muka Ina di timepedia

***

1 November 2023 

My Backstreet Boyfriend Kejebak di TVWhere stories live. Discover now