prolog

243 14 8
                                    

Dengan wajah panik serta tubuh basah kuyub seorang anak laki-laki berusaha memberikan pertolongan pertama pada gadis kecil yang baru saja ia selamatkan dari dalam danau
Beberapa kali anak laki-laki itu menekan dada sang gadis agar dapat kembali bernafas. Namun, usahanya belum membuahkan hasil sehingga ia beranikan diri memberi nafas buatan.

Sekali tidak mendapat reaksi, dua kali belum juga terlihat tanda-tanda akan selamat. Mungkinkah temannya ini akan mati disini?
Jika itu terjadi mungkin ia akan menjadi tersangka pembunuhan.

"Tidak, jangan mati!"

              Barra bergumam dengan suara  
gemetar menahan dinginnya udara sore  ataukah karena rasa takut akan kehilangan teman sebayanya, belum lagi memikirkan bagaimana ia akan hidup dipenjara sedangkan usianya belum genap  sepuluh tahun.

              Bayangan bersalah dan takut membuat Barra mengutuk dirinya sendiri karena membiarkan temannya itu masuk ke dalam danau.

Barra menarik nafas panjang sebelum akhirnya ia kembali menempelkan bibirnya pada mulut sang gadis.


      "Uhk uhk ...." terlihat Nyala yang terbatuk dan mengeluarkan air dari mulutnya.

Barra menarik nafas lega setelah membantu Nyala duduk dengan masih terbatuk-batuk.

Nyala tersenyum meskipun dengan nafas yang masih terlihat sulit. "Lihatkan aku bukan pengecut," ungkapnya.


"Bodoh!" teriak Barra  membuat Nyala tersentak dan senyumnya perlahan memudar berganti dengan wajah datar.
"Apa kamu sebodoh itu! Gimana kalo aku  terlambat tadi!" bahkan Barra  nampak berurai air mata. Sepintar apapun dia, Barra tetaplah anak kecil berusia 10 tahun.



"Barra jangan nangis ...." Nyala mencoba maraih tangan Barra. Namun segera dipetis dan Barra lari meninggalkan Nyala yang juga lari mengejarnya.

                         ***

Salam TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang