7

52 10 4
                                    

"Assalamualaikum, Mbak." ucap Nyala setelah ia menerima panggilan telpon dari tetangganya.

"Mbak Nyala Ibok terjatuh dari kursi roda."  ucap wanita yang tinggal di samping rumah Nyala.

"Astaqfirloh!"
Barra dan Mang Boy seketika terdiam menatap Nyala.
"Gimana keadaan Ibokku Mbak?"

"Pak RT tadi bawa ke rumah sakit Mbak."

"Kirim alamat rumah sakitnya ya Mbak. Terima kasih." Nyala segera bangkit tapi ia ingat jika motornya belum selesai diservis.

"Gak apa-apa Neng bawa aja motor Sipa."

"Beneran Mang, boleh?"

"Iya anggap aja punya sendiri."

"Makasi ya Mang, maaf ngerepotin." Sejenak Nyala melupakan keberadaan Barra ia menaiki motornya saat akan menghidupkan mesin tiba-tiba Nyala terpaku karena Barra mengambil alih setang motor itu.

"Gak baik berkendara dalam keadaan Lu kek gini, biar gue anter." ucap Barra disusul dengan Nyala memundurkan duduknya dan diganti Barra yang mengambil alih kendaraan metik itu.

"Saya pinjam ya Mang." ucap Barra meminta ijin pada pemiliknya.

"Iya Mas pakek aja."

"Permisi assalamualaikum." pamit Barra sebelum ia meninggalkan bengkel itu.

"Waalaikumsalam."

***

Waktu sudah menunjukan pukul tuju malam saat Nyala baru saja keluar dari ruang rawat  inap Ibok.
Nyala pikir Barra sudah lama pulang tapi ternyata tidak. Barra menunggu di bangku yang berjajar rapih pada koridor itu.

"Gimana keadaan Ibok?" tanya Barra seraya berdiri mendekati Nyala.

"Aku nyuruh kamu pulang, 'kan."

"Jawab gue dulu. Gimana keadaan Ibok?"

"Ibok sudah setabil dan dokter menyarankan untuk oprasi, ada gumpalan darah di kepala akibat terjatuh tadi."

"kapan jadwal oprasinya?"

"Besok pagi."

"Aku akan urus adminitrasinya kamu pokus aja sama kesembuhan Ibok."

"Barra."

"Hm."

"Terima kasih. Tapi, aku gak ingin merepotkanmu, aku bisa mengurusnya Bar."

Barra terdiam menatap Nyala kali ini Nyala tidak bisa menebak apa yang Barra pikirkan.

"Jika itu Abizar, apa kamu akan menerimanya?"

"Maksudnya?"

Barra tidak ingin berdebat lagi ia memilih meninggalkan Nyala begitu saja.

"Barra!" Mendengar namanya dipanggil lantas Barra menghentikan langkahnya dan berbalik menunggu Nyala yang sedang berjalan mendekat.

"Aku bukan menolak bantuanmu. Tapi Ibok punya PBJS Kesehatan yang akan membantuku. Aku juga masih punya tabungan yang cukup untuk keperluan Ibok."

Barra masih terdiam menatap gadis manis yang terlihat sedikit pucat itu.
Tatapan Barra begitu sendu dan lelah, Nyala terlalu memahami Barra sehingga dari raut wajah saja Nyala bisa tahu apa yang sedang Barra rasakan.

"Makasi." sambung Nyala  ia tahu bahwa Barra mengkhawatirkannya.

"Aku pulang sebentar, kamu mau aku bawain baju ganti, atau selimut?"

Nyala menggeleng.
"Gak usah kesini lagi Barra, kamu istirahat aja, aku bisa sendiri."

Lagi-lagi Nyala menolak Barra.
"Apa ini yang sering kamu rasain?"

Salam TerindahWhere stories live. Discover now