6

57 9 7
                                    

"Barra." suara pria yang tidak ingin Barra temui membuat langkah kakinya terhenti di tengah anak tangga.

"Kenapa bawa motor, kemana mobilmu?" sambung Papa.
"Papa sudah bilang jangan pernah pakai motor, kenapa bandel, kamu lupa Kakakmu meninggal karena kecelakaan motor, motor itu bahaya lebih  aman naik mobil, selain itu mobil terlihat berkelas dan elit."

"Mobil Barra ada di bengkel, malam nanti Barra ambil sekalian balikin motor itu." jawab Barra ia enggan sekali bertemu Papa karena pria parubaya itu pasti akan berbicara sesuka hatinya.

"Jangan kemana-mana karena nanti malam keluarga Om Bagas datang."

"Hm." sahut Barra seraya melanjutkan langkahnya.

"Barra" panggil Papa lagi dan Barra terpaksa berhenti kali ini ia berbalik dan menunjukan wajah kesalnya.

"Gladis juga datang." sambung Papa.
"Kenapa kamu gak bilang kalo anak kamu akan berkunjung? Gladis bilang dia minta kamu jemput tapi kamu sibuk. Kamu bohongi dia ya?"

Barra nampak menghela nafas.
"Ada banyak tugas dari sekolah Pa, makanya Barra gak bisa jemput dia di bandara."

"Kamu gak lagi bohongi Papa, 'kan? Apa jangan-jangan Kamu masih deket sama anak palacur itu?"

"Pa!" sentak Barra kesal.
"Namanya Nyala Pa dan dia anak dari keluarga baik-baik."

"Ya, terserah Kamu saja. Papa harap Kamu gak lupa dengan setatusmu sebagai suami dan seorang ayah." tidak ingin membuat Barra semakin kesal Papa memilih pergi.
"Tadi Papa mau ngapain ya kok lupa." gumam Papa seraya berjalan.
"Mbak! Mbak Upik!" panggil Papa pada pengurus rumah dengan sedikit berteriak.

****

Barra melempar asal tas punggungnya wajah Barra  masih terlihat kesal dengan ucapan Papa tentang Nyala dan juga Gladis.

Tiga tahun yang lalu Barra menikahi seorang gadis bernama Gladis. Gadis manis yang madih duduk di kelas 12 itu seharusnya menjadi kakak ipar baginya. Namun, Barra dipaksa oleh keadaan untuk bertanggung jawab atas dosa yang Bayu tinggalkan.
Gladis hamil oleh Bayu, saat tiga hari sebelum pernikahan Bayu mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Karena desakan keluarga akhirnya Barra bersedia menggantikan posisi Bayu di pelaminan, meskipun saat itu usia Barra masih sangat muda.
Lagi pula Barra tidak ingin menyesal jika anak dari Kakaknya itu terlahir tanpa seorang ayah dan ia tidak akan membiarkan keluarganya memikul dosa dengan menghancurkan masa depan orang lain meskipun pada kenyataannya Barra harus mengorbankan dirinya.

Setelah menikah Gladis memutuskan untuk tinggal di malang demi menghormati permintaan Barra yang ingin pernikahannya disembunyikan sampai kelulusan sekolah.

Karena merasa frutasi Barra memilih pergi ke bengkel yang berada di ujung gang komplek untuk mengambil mobilnya Barra tidak peduli jika harus menunggu lebih lama karena sesuai jadwal mobilnya baru bisa diambil malam nanti.

"Mas Barra, sini mas duduk dulu."  sapa pemilik bengkel yang kerab dipanggil Mang Boy itu.

Barra hanya tersenyum dan duduk pada kursi yang terbuat dari ban mobil bekas itu.

"Mau ngopi Mas?"

"Enggak Mang, gak biasa ngopi."

"Ooh. Tapi ini masih lama loh Mas, kalo saya duluin mobilnya Mas, kasian Mbak Nyala."

Barra memperhatikan motor metik merah yang Mang Boy kerjakan.
Benar itu motor milik Nyala kenapa ia baru sadar jika saat sekolah tadi Nyala bukan mengendarai motornya sendiri.

"Gak usah Mang selsain aja motor Nyala."

"Gak papa nih nunggu lama?"

"Gak apa Mang." jawab Barra seraya mengembangkan senyum kecil yang manis.

"Masya Alloh esemane legi tenan to, pantes wae mbak Nyala teresno."

Barra terkekeh kecil menanggapi ucapan Mang Boy yang masih satu komplek dengan Nyala itu.

"Betewek gak ada rencana mau nerima Mbak Nyala Mas?"

"Apa sih Mang," jawab Barra canggung.

"Mesakno Mas, sudah cinta dari bayi masak dicuekin terus."

Barra hanya tersenyum saja kemudian tlakson motor menarik perhatiannya saat Barra menoleh ternyata itu Nyala yang baru saja datang dengan motor milik Neng Sipa anak gadis dari Mang Boy.

"Nah panjang umur nih Mbak Nyala." ucap Mang Boy tanpa mengalihkan perhatiannya dari motor Nyala yang sudah tercabik-cabik tidak berbentuk.

"Wah Kamu gibahin aku Bar? calon istri sendiri digibahin, gimana sih Bar, aku ngambek nih."

"Gak usah ngawor." jawab Barra, ia mengabaikan Nyala dan memilih mengotak atik ponselnya.

"Padahal pinginnya dirayu biar gak ngambek lagi."

Sementara itu mang boy justru terkekeh kecil dengan tingkah Nyala yang selalu terkesan cinta bertepuk sebelah tangan.

Siapa yang tidak tahu tentang Nyala yang begitu tergila-gila pada Barra sejak mereka kecil bahkan karena hal itulah Nyala kerab dipandang murahan oleh sebagian orang terlebih lagi tentang masa lalu Iboknya hingga sekarang sebagian tetangga masih memandang jijik pada Ibok dan Nyala.

"Masih lama Mang?" Nyala duduk di bangku yang sama dengan Barra tentu saja dengan masih menyisahkan jarak.

Itulah Nyala. Meskipun ia terlihat begitu tergila-gila pada Barra tapi Nyala selalu membatasi diri dari cowok itu Nyala tidak sembarangan menyentuh apalagi sampai mendekati Barra seperti cewek-cewek yang sering Barra jumpai.

"Ini mah oprasi besar Mbak, motor Mbak Nyala terlalu tua, ganti saja dengan yang baru Mbak."

"Ah sayang Mang."

"Sayang duitnya maksudnya Mbak?"

"Hehehe tauk aja Mang " jawab Nyala dengan masih terkekeh kecil.

"Tuh Mas, beliin calon istrinya motor baru dong."

"Hust! Ngawor nih Mang Boy." sahut Nyala. Hingga Barra mengalihkan perhatiannya dari geam yang ia mainkan.
Tumben sekali Nyala protes dengan ucapan seperti itu.

"Loh tadi bilang sendiri calon istri."

Barra kembali melanjutkan geamnya tapi ternyata sudah geam over Barra menyimpan ponselnya ke dalam saku hondie ia merasa setuju dengan ucapan Mang Boy barusan.

"Iya maksud saya jangan motor geh masak beliin calon istri motor. Ferari dong." sambung Nyala dengan senyuman jail serta kedua alis yang ia naik turunkan dan hanya mendapat balasan gelengan kecil dari Barra.

"Hahaha ....Neng Nyala matre juga ternyata Mas."

"Iya dong Mang, harus ngimbangi jaman."

Barra hanya menggaruk satu alisnya, mereka sungguh berisik tapi mendengar obralan mereka membuat Barra melupakan masalah yang sedang membebaninya.

***

Bersambung.

Salam TerindahWhere stories live. Discover now