3

82 9 13
                                    


Sejak percakapannya dengan Barra semalam Nyala menjadi sulit tidur bahkan suara Barra yang memanggil namanya itu masih terngiang di telinga, membuat senyum simpulnya yang sering muncul begitu saja.

Tentu saja hal itu sangat mengganggu tidurnya terbukti saat ini Nyala harus pulang paling akhir karena terlambat masuk kelas dan ia mendapat hukuman dari guru untuk membersihkan toilet sekolah.

Nyala memastikan toilet pria itu sudah kosong sebelum akhirnya ia mulai mengusab lantainya dengan kain pel.

"Kenapa kesiangan?" pertanyaan itu membuat gerakan tangan Nyala berhenti ia hafal siapa pemilik suara merdu itu. Nyala masih menunduk memperhatikan sepasang sepatu yang berada di depannya itu.

"Gak sekalian putusin buat ngilang dari hidup gue?"
Pertanyaan Barra mampu membuat Nyala berdiri tegap menatap sang pemilik wajah datar namun memiliki sorot mata teduh yang terbingkai alis tebal serta rapih ketampanan cowok itu semakin bertambah ketika senyumannya merekah. Namun sayang, bibir indah itu sudah jarang sekali tersenyum bahkan jika diingat-ingat sejak lulus kelas sembilan Barra mulai berubah dingin seolah menjaga jarak darinya juga Abizar.

"Jahat banget sih sama calon istri. Aku tuh lagi nguatin jantung aja."

"Sakit?"

"Iya. E bukan bukan. Itu anu, aku, jantungku sesak, enggak enggak bukan gitu. Anu ee aku—"

"Jangan lupa buang sampah juga."
mendengar ucapan Barra membuat Nyala kembali menatapnya.

"Tapi itu bukan tugasku, Barra, itu bagiannya Paya dan Niken, mereka juga kena hukum tadi."

"Kumpulin semua kotak sampah yang ada di setiap kelas." ucap Barra tidak peduli protes dari Nyala, sebelum akhirnya ia pergi.

"Dia nggak peka banget." gumam Nyala kesal ia bahkan melempar kayu gagang pel hingga jatuh ke lantai.
"Aku harus bisa buat dia setuju dengan syarat 3 bulan bahagia bersama, itu." ucap Nyala dengan tangan mengepal semangat serta sorot mata yang berapi-api.

"Perlu bantuan?" kini giliran suara Abizar yang menarik perhatian Nyala, ia berbalik badan dan benar saja ada sosok cowok berwajah manly sedang bersandar di bibir pintu dengan satu tangannya masuk saku celana.

"Nggak!" jawab Nyala ketus dan kembali mengepel lantai.

"Kerja bareng sama dua cewek yang carper lebih sulit dari pada masakin makanan buat gue."

"Jangan ikut campur, lagian aku udah putusin buat lupain Barra setelah syaratku dia penuhi dan aku gak peduli segenit apa mereka sama Barra lagian Barra nggak akan terpengaruh sama mereka."

"Barranya gak apa, elu yang akan mereka tindas goblok sih lu. Lagian syarat apa tadi yang lu bilang?"

"Tiga bulan habagia bersama Barra!" jawab Nyala setengah jengkel.

"Udah ketebak endingnya."

"Apa?" tantang Nyala.

"Lu modusin Barra biar tuh mahluk kepincut sama rayuan iblis lu dan sad ending buat Barra."

"Ya enggaklah!" sungut Nyala tidak terima.
"Akan happy ending karena pada akhir cerita sih Barra bakalan balas cintaku dan kita hidup bahagia selamanya ...."

"Mimpi Lu!" Abizar mendorong kening Nyala sampai ke belakang.

"His apaan sih! Udah deh jangan ikut campur! Kamu lupa, gegara kamu suka nolongin aku, aku jadi gak punya temen." tegas Nyala.

"Bagus dong!"

"Bogas bagus bogas bagus! Semua manusia di sekolah ini nganggep aku parasit kamu, terutama fans-fans kamu tuh kalo liat aku dah kaya liat belatung tempe."

Salam TerindahWhere stories live. Discover now