14

49 3 0
                                    


Suara bel tanda berakhirnya jam pelajaran terakhir sudah ditunggu oleh para siswa.
Koridor yang tadinya sepi berubah ramai tergambar kebahagiaan pada wajah-wajah remaja itu.

Namun, tidak dengan Nyala.
Gadis ceria yang terkenal dengan pringkat akhir di sekolahnya itu nampak muram setelah mengetahui bahwa Abizar memukuli Rio hingga cowok itu harus dilarikan ke rumah sakit akibat patah tulang pada kedua lengan tangannya.

Perbuatan Abizar itu membuat Nyala semakin terasingkan sebab para siswa menganggab Nyala lah biang dari semua masalah yang mereka hadapi.

Mereka tidak segan bergunjing di depan Nyala dan memperlakukan Nyala layaknya kesialan yang harus dihindari sikap mereka akan berubah biasa saja ketika ada Abizar di sisi Nyala.

Sejak jam kedua tadi Abizar tidak mengikuti pelajaran di kelas sehingga para siswa lain bebas menggunjing Nyala, menjauhi Nyala dengan tatapan jijik dan benci.

Tidak hanya itu kini topik antara Abizar Nyala dan Barra sedang menjadi tren dikalangan para siswa.

Nyala diam bukan berarti ia tidak memperhatikan.

Nyala berusaha acuh. Namun tetap saja lama-lama ia merasa terganggu dan insecure terlebih mereka tidak segan membahas kehidupan pribadi Nyala dan gosip yang beredar tentang Almarhuma Ibok.

Nyala baru akan mengidupkan mesin metiknya ketika seorang cewek yang ia kenal sebagai salah satu anak osis tiba-tiba berdiri di depan kendaraannya.

Nyala diam begitupun dengan Sisil yang hanya menatap menyelisik dari ujung kaki hingga rambut Nyala yang tertutup helem.

"Gue gak abis pikir ya apa sih kelebihannya elu?"

Nyala masih diam ia menunggu ke mana arah pembicaraan Sisil.

"Muka gak cantik-cantik amat. Tinggi aja pas-pasan. Nilai pelajaran di bawah standart. Terus, apa yang bikin dua cowok idola gue rebutan elu?" ucap Sisil dengan berdecak pinggang.
"Elu pakek dukun mana?"

Nyala baru akan menjawab tak terima. Tapi cewek yang terkenal dengan blak-blakannya itu sudah kembali bersuara.

"Kasih tauk gue dong, keknya dukun gue kurang ampuh deh. Elu pasang susuk apa? Kalo gue susuk pengasih. Tapi liat geh gak ada satu pun cowok yang kepincut jadi kekasih gue. Apa gue pindah dukun aja ya? Kasih tauk dong alamatnya."

Mendengar penuturan panjang itu lantas membuat Nyala mengurungkan niatnya untuk marah tak terima karena
dituduh main dukun.

"Maaf Kak. Tapi aku gak pakek dukun."

"Kak? Gue setua itu kah?" Sisil merabah wajahnya.

"Ee maaf bukan gitu maksudku—"

"Lupain," Sisil mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Jadi dukun mana?"

Nyala menggeleng tanpa bersuara.

"Ah payah lu!" Sisil pergi meninggalkan Nyala yang masih bergeming.

         ***

         ***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit akhirnya Nyala sampai pada sebuah bangunan yang Abizar gunakan sebagai tempat latihan para anggota band yang ia dan para teman sekolahnya bentuk sejak kelas sebelas lalu.

Nyala mengetuk pintu berbahan kaca tebal itu.

"Apa?" ucap Abizar setelah membuka pintu untuk Nyala.

"Kok sendirian?" Nyala melangkah memasuki ruangan dengan nuansa hitam khas anak band cowok.

"Lagi pingin gak diganggu," ucap Abizar berdiri di belakang Nyala.

Nyala mengangguk kecil ia mengedarkan pandangan pada alat-alat musik di sana dan terpaku pada sebuah gitar klasik berwarna hitam  yang sering Barra pakai dulu.

"Kalo lu mau, bawa pulang sana."

"Ha apa?"

"Gitar."

"Enggak, aku kesini bukan buat ambil gitar."

Abizar diam ia tahu Nyala akan bertanya tentang Rio yang siang tadi ia pukul sampai tak sadarkan diri.

"Kamu—"

"Rumah sakit bayangkara."

"Siapa?"

"Cowok brengsek itu, lu jauh-jauh ke sini mau nanyain dia, 'kan?"

"Ooo iya. Kenapa kamu pukulin dia?"

"Gue cuma ngasih dia pelajaran biar gak kurang ajar sama lu."

"Dengan buat dia masuk rumah sakit?"

"Dia pantes dapetin itu."

"Dan kamu gak nyesel udah nyakitin orang? Kamu lupa Bi, kamu udah janji gak akan nyakitin orang lain,"

"Terus Lu suru gue diem aja liat lu diinjek-injek orang lain? Sory Nya gue bukan Barra yang akan bungkam dan diam nyari aman."

"Kenapa bawa-bawa Barra? Kita lagi bahas Kamu loh Bi."

"Ya! Aku aja yang kamu salahin!"

"Kamu emang salah Abi,"

"Salah?" lirih Abizar dengan menatap datar Nyala.
"Terus yang bener kek gimana? Kayak Barra?"

"Abi—"

"Paling gak gue gak sok baik, sok bijak padahal hatinya busuk. Munafik!"

"Abizar jaga omonganmu, Barra gak kek gitu kok. Justru kamu yang harus belajar ngendaliin emosi. Jangan dikit-dikit main pukul."

"Terus apa lu marah! Lu gak terima! Lu mau tampar gue lagi? Hah!"

Nyala terdiam. Ia menatap lekat wajah cowok manly itu. Tidak Abizar tidak becanda kali ini wajah Abizar terlihat serius dan penuh emosi.

Nyala jadi berpikir, apakah ucapan main-mainnya itu sudah menyinggung Abizar?
Tapi, bukankah sudah biasa seperti ini? Nyala yang akan membela Barra ketika Abizar mengatakan keburukannya. Tapi kali ini Abizar berbeda sehingga Nyala memilih diam untuk tidak menanggapi.

"Cuma Barra yang selalu bener di mata lu!" Abizar terdiam sesaat sebelum akhirnya ia mengulum senyum remeh.
"Barra." lirihnya, "Lu gak tau seberengsek apa dia, 'kan?"

Nyala masih diam mendengarkan.

"Gue gak abis pikir kenapa lu tergila-gila sama cowok brengsek itu sampek lupa diri, bodoh, murahan. Padahal dia dah punya anak dari cewek lain—"

Plak!

Satu tamparan keras membuat Abizar bungkam seribu bahasa mereka berdua hanya bertukar pandangan dengan penuh kebencian.

"Aku pikir kamu berbeda Bi," lirih Nyala.
"Aku pikir kamu gak akan nyakiti aku kayak mereka. Aku pikir kamu bisa ngertiin aku," ucap Nyala hingga akhirnya ia pergi meninggalkan Abizar yang masih terdiam di tempatnya.

  ***

Bersambung.

Salam TerindahWhere stories live. Discover now