Bagian 13

20.5K 1.7K 17
                                    

Abah dan Ambu duduk bersisian yang di hadapannya kini duduk Sakti yang katanya ingin menyampaikan sesuatu.

Abah dan Ambu menahan rasa penasarannya pada apa yang hendak Sakti bicarakan pada keduanya. "Sakti mau bilang kalau Sakti sudah melamar perempuan yang akan Sakti nikahi Abah Ambu." Abah dah Ambu saling lirik.

"Siapa yang kamu lamar memangnya Sakti." Tanya Ambu.

Sakti tersenyum. "Kiran Ambu." Mata Ambu langsung membola. "Nu ecreg ari ngomong teh Sakti!" Sentak Ambu.

(Yang bener kalo ngomong kamu Sakti)

Sakti tersenyum saja. "Dan Kiran sudah setuju Abah Ambu." Tambah Sakti.

"Abah ya Allah, si Sakti nyari calon berati yang bening-bening polos begitu ya. Pantesan nggak ada yang nyantol sama perempuan-perempuan yang deketin, orang pada agresif begitu." Decak Ambu.

Abah menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Ambu. Lalu kini menatap serius pada Sakti. "Kamu sudah yakin kan? Abah tidak ingin kamu membuat keputusan yang terburu-buru hingga salah langkah."

Sakti mengangguk mantap. "Sudah Abah, Sakti sudah yakin."

Abah dan Ambu kembali saling memandang. "Yasudah, Abah dan Ambu pasti mendukung semua keputusan kamu dan mendoakan apapun yang terbaik untuk kehidupan kamu."

"Aamiin Abah Ambu, terimakasih." Sakti lega ketika Abah dan Ambunya bisa menerima dan mendukung keputusannya itu.

"Tapi bagaimana dengan keluarga Kiran Sakti, apa nanti kita harus ke ibu kota untuk acara lamaran resminya?" Tanya Ambu.

Sakti menipiskan bibirnya, masalah itu belum dirinya obrolkan dengan Kiran. "Belum Sakti obrolkan Ambu."

"Kalau bisa secepatnya Sakti, apalagi nanti kita tidak punya waktu banyak. Kalau mau di laksanakan di tempat Kiran kan kita harus bisa menyiapkan segalanya dari sekarang." Sakti mengangguk dan membenarkan ucapan Ambunya.

"Baik Ambu."

***

Kiran mendadak merasa gugup beberapa kali dirinya terlihat menggigiti kukunya sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Kiran kebingungan, bagaimana ini? Menikah bukanlah hal yang mudah tapi kenapa Kiran justru menyanggupi begitu saja? Tapi ini bukan karena Kiran menyesal telah menerima Sakti, bukan. Tapi ini tentu menyangkut banyak hal lainnya lagi. Dan Kiran merasa sedikit panik.

"Kiran." Ketukan di pintu dan panggilan yang berasal dari Teh Lestri membuat Kiran tersentak.

"Iya Teh sebentar." Teriak Kiran dan membuka pintu kamarnya.

"Ada apa Teh?" Tanya Kiran saat melihat raut Teh Lestri yang tampak memandanginya dalam diam.

"Sakti nunggu kamu di depan." Ucap Teh Lestri dengan tatapan menyelidik.

"Hah?" Kaget Kiran. "Beneran?"

"Ada apa kok tumben?" Tanya Teh Lestri tak bisa menahan rasa penasarannya. Apalagi setelah pulang dari puskesmas kemarin Teh Lestri mendapati wajah Kiran yang sering memasang raut bingung tapi tak lama kemudian pipinya justru tampak memerah. Teh Lestri sampai merasa khawatir jika perempuan itu kembali merasa sakit, dan Kiran justru mengelak dengan berkata jika dirinya merasa baik-baik saja.

"Mu-mungikin ada urusan Teh." Jawab Kiran terbata, Kiran belum berani berkata pada Teh Lestri apa yang sudah dirinya dan Sakti obrolkan, entah apa respon Teh Lestri nanti saat tahu itu.

"Yaudah Kiran ke depan dulu." Ucap Kiran yang langsung berlalu ke teras rumah.

Kiran memelankan langkahnya ketika melihat Sakti tengah memainkan ponselnya. Merasakan kehadiran seseorang Sakti langsung mendongak melihat Kiran kini tengah berdiri canggung.

Bertemu Denganmu [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang