02

895 95 107
                                    

Sepi banget gak sih😥Bisa kali ya tembus 100 komen baru up lgi😋yok bisa yok

Sepi banget gak sih😥Bisa kali ya tembus 100 komen baru up lgi😋yok bisa yok

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Masuk." Dingin Leon mendorong tubuh ringkih Prasasti masuk kedalam kamar pemuda tersebut.

"Akh... Sakit anj*ng!" Ucap Prasasti menatap lengannya yang mulai membiru dengan nanar.

"Oh sakit ya calon istriku? Mana aku ingin melihatnya." Ucap Leon menyeringai.

"Apa?! Diam disitu lo bangs*t! Gausah deket-deket najis!" Ucap Prasasti semakin meninggikan ucapannya.

Leon hanya menaikkan alisnya kemudian terkekeh geli. Sungguh gadis kumal ini hanyalah pelayan namun dengan berani memperlihatkan taring kecil dihadapan monster tirani sepertinya.

"Ku akui nyalimu sangat besar sekali. Kau tahu siapa aku?" Ucap Leon menyadarkan Prasasti. Pemuda dihadapannya ini keturunan dari Rodolfo Gissofand. Meskipun di seri kedua hanya menceritakan kelahiran Leon atau lebih dikenal pembaca dengan nama Messi, namun ia melupakan sejatinya pria ini tak kalah berbahaya seperti bapaknya.

"Hehe tidak seperti itu Yang Mulia." Ucap Prasasti dengan senyum tamplate seperti senyum calon DPR.

Leon semakin menyeringai melihat gadis dihadapannya tercicit bak tikus dalam sangkar harimau.

"Kemana nyali besar dan tidak sopanmu itu heh?" Sindir Leon membuat Prasasti geram.

"Apasih anj*ng?! Apa-apa salah mulu dari tadi. Lo pikir gue orangnya penyabar gitu?! Enggak ya C*K! Apa lo pikir gue pelayan jadi lo bisa nindas gue seenaknya! Hohoho gue bukan cewek menye-menye ya opet!" Ucap Prasasti menggebu dengan dada naik turun tidak stabil.

"Wahhh... Aku jadi tahu mengapa emak menjodohkanku. Bahasamu seperti emak. Kalian ternyata dari dimensi yang sama. Ya." Ucap Leon membuat Prasasti mematung.

"Lo... Lo tahu bahasa anak jaksel?" Syok Prasasti diangguki Leon.

"Aku paham karena sejak kecil mendengar emak beberapa kali menggunakan bahasa itu. Tapi aku tidak bisa berbahasa yang sama seperti emak. Entahlah aku mencari kamus bahasa itu di seluruh penjuru dunia namun tidak pernah ada. Kupikir memang emak menciptakan bahasa sendiri." Entah saat ini Prasasti hanya diam antara ingin tertawa atau tidak.

"Gue belajarin gimana biar lo bisa, tapi ada syaratnya...." Ucap Prasasti membuat Leon semakin mendekat dengan tatapan dinginnya.

"Kau memberi syarat pada tuanmu sendiri? Bahkan aku bisa melenyapkanmu detik ini juga."

"Apa? Lo pikir gue takut sama lo? Gue bukan cewek lemah yang bisa lo perbudak ya! Sombong banget cuma jadi ketua pulu-pulu aja."

"Pulu-pulu?" Kernyit Leon.

"Nah kan gak tahu kan lo. Makanya nurut sama gue, kita bikin perjanjian gimana sob?" Tawar Prasasti dengan berani merangkul pundak Leon seperti teman sejawat. Faktanya, tinggi Leon sekitar 190cm sedangkan dia hanya 160cm. Bayangkan tangan itu menggapai tiang bendera.

Leon sendiri menggertakkan giginya melihat kelakuan Prasasti yang seenak jidat. Apakah aura membunuhnya ini sudah memudar?

"Huh, baiklah. Perjanjian seperti apa yang kau mau?" Ucap Leon mencoba untuk sabar.

"Gue tetap jadi pelayan dan tentang emak lo, gue bakal bujuk dia. Soal gaji, samain aja kaya pelayan. Dan gue bakal ngajarin lo bahasa anak jaksel asal lo janji gak akan bunuh gue."

"Perjanjian macam apa itu?!" Ucap Leon tidak terima.

"Deal. Oke. Saaah ya Yang Mulia Messi. Tok tok tok. Udah ketok palu tiga kali." Ucap Prasasti tidak menerima penolakan dan hanya dibalas pelototan mata.

Leon memilih pergi meninggalkan Prasasti yang tersenyum kemenangan. Tak tahu wajah putih pemuda tersebut sudah memerah seperti tomat karena menahan hasrat membunuhnya. Seharusnya ia yang menjadikan gadis itu mainannya, seharusnya gadis itu yang ia hancurkan dengan perlahan. Namun nampaknya tidak semudah itu. Prasasti tidak gentar dengan ancamannya karena gadis itu tahu siapa yang melindunginya. Revina, Permaisuri sekaligus ibu dari tiran berdarah dingin. Bagaimana Leon bisa melawan ibunya? Bagaimana cara ia bisa meremukkan gadis itu? Semakin berpikir keras, semakin besar pula obsesinya dalam menghancurkan Prasasti.

Prasasti melihat pantulan dirinya dan terkejut melihat badan kurus keringnya dengan wajah benar-benar kucel. Pantas saja Leon menatapnya dengan jijik.

"Baguslah dia jijik setidaknya gue gak mau jadi perempuan yang bertransmigrasi dan jadi obsesi pemeran utama. Hihhh... Takut banget ganteng sih, tapi kalau redflag gak dulu deh. Mental gede juga gak cukup buat gertak tiran itu, gue harus belajar pedang juga. Setidaknya kalo Messi ngelukain, gue bisa bales juga. Kemana tadi ya Revina?" Ucap Prasasti bergumam keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang Ibu suri.

"Woiii c*k sini!" Panggil Prasasti melihat sosok Revina yang nampak bersenandung riang tak jauh dari keberadaannya.

Jangan ditanya para pelayan Revina saat ini membatu dengan batin mengiba. Bagaimana pelayan kecil itu menaikkan nadanya dihadapan permaisuri agung. Siapa yang dipanggil? Seluruh pelayan Revina saling berpandangan sebelum Ibu suri mereka berlari dengan riang menghampiri Prasasti.

"Diculik kemana lo sama anak gue? Diajak anu-anu ya looo... Pakai pengaman gak?" Tanya Revina enteng membuat seluruh pelayan melototkan matanya tak percaya. Yang dipanggil gadis pelayan tadi ibu Suri mereka?!

"Mulut lo Rev kalo ngomong. Gue ogah banget jadi pendamping anak lo, mending gue jadi pelayan aja. Gila baru login kesini udah dapet gorokan nih leher gue. Dikira kambing qurban apa gimana." Gerutu Prasasti mengadu pada Revina layaknya mereka sahabat lama. Tak kalah syok melihat Prasasti yang benar-benar berbicara tidak sopan bahkan memanggil Ibu Suri mereka dengan nama tanpa embel-embel gelar.

"Gwenchana... Gwenchana yooo... Kena dikit itu mah. Yaudah kalo lo gak mau gue juga gak maksa kok. Btw lo mau dugem gak?" Tawar Revina membuat Prasasti terkejut dan menatap beberapa para pelayan.

"Jangan gila lo, istighfar seratus dulu. Btw, dugemnya dimana?"

"Yeeeh... Nanti gue samperin. Aman gak ada yang tahu bahasa kita. Mereka gak paham kita ngomong apa." Ucap Revina membuat Prasasti mengangguk.

"Eh suami sama anak lo gimana?"

"Nanti mereka ada jadwal meriksa pelabuhan amaaan..." Ucap Revina membuat Prasasti menaikkan alisnya ragu.

"Kalau mereka udah balik gimana?"

"Yaudah paling dihukum kalo lo paling di cambuk." Ucap Revina enteng membuat Prasasti melotot sempurna.

"Sial*n lo gak ada akhlak." Umpat kesal Prasasti hanya dibalas kekehan Revina.

"Enggak, kita mabok halal aja."

"Hah? Mabok halal?" Heran Prasasti.

"Heum gue ada di dapur tape segentong. Kita mabok tape."

Prasasti hanya menganga tak percaya. Revina tanpa basa-basi meraih lengan kecil Prasasti dan menyeret gadis itu dengan riang menuju dapur Kekaisaran.

Lain dengan para pelayan yang sudah menatap Revina dengan tatapan permusuhan. Siapa gadis itu, mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi tidak pernah begitu spesial diperlakukan oleh Permaisuri Revina.

"Kita harus menyingkirkan gadis pelayan itu." Ucap salah satu pelayan dibelakang saling berbisik merencanakan ide kotor untuk melenyapkan Prasasti.

"Bicaralah selagi lidahmu masih berfungsi." Ucap seseorang dibelakang mereka dengan suara serak dalamnya hingga membuat kedua pelayan tersebut menegang.

Berbalik dengan perlahan dan membeku melihat mata merah menyorot tajam dan seringai membunuhnya.

"Let's play with me."

180Degrees [RETURN AGAIN]Where stories live. Discover now