Bab. 10

100 43 4
                                    

Baik

Allen mendapati balasan pesan dari Jeha yang dikirim beberapa hari lalu. Ia bertanya kabar dan dijawab dengan balasan baik. Sekitar tiga hari ponsel kekasih tak dapat dihubungi, selama itu pula ia tak menemui kekasih ke kafe. Alasannya simpel, Mama melarang ke sana bahkan sampai berencana membayar orang guna mengawasi putranya.

Bisa saja nekat tapi Mama juga mengambil waktu Allen beberapa kali untuk bertemu calon istrinya. Sering berpergian bersama, entah itu ke mall, coffee shop, kedai makanan yang tak lain adalah supaya kedua pihak bisa mengobrol secara tatap muka. Karena percuma menyimpan kontak satu sama lain tapi dibiarkan saja.

Sejak tak bertukar kabar sikap Jeha mendadak tertutup, membalas saat ditanya pun seperlunya tanpa memancing topik obrolan. Renggang, ia merasakan hubungan mereka menjadi demikian.

Boleh, video call?

Jujur gue kangen

Salah tidak interaksi mereka layaknya pasangan kekasih? Padahal Allen sendiri resmi dijodohkan? Persetan! Ia tidak peduli dengan realita romansanya bagaimana, yang jelas ia ingin mengedepankan perasaannya.

Waktu terus bergulir sampai lima menit namun belum ada tanda Jeha mengetik balasan. Pesan centang dua tapi belum berganti warna biru. Penuh harap menunggu respons baik, melihat jam dinding sudah pukul tujuh malam lewat delapan menit.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, apa yang ia tunggu membuahkan hasil. Suara notifikasi baru saja masuk, antara takut tawaran ditolak dan setetes harapan tersisa Allen bisa mengobrol dengan Jeha walau hanya lewat ponsel.

Sayang seribu sayang bukan balasan dari Jeha, melainkan dari Ibunda tercinta; di rumah ada keluarga calon istri, Mama harap kamu pulang lebih cepat!

Mata Allen memejam sejenak, ada rasa sakit tak di undang mendobrak hati. Apa boleh lebih baik menolak permintaan mama daripada harus bertemu si calon-calonnya itu? Demi apapun ia muak!

Hampir hari-harinya diisi oleh calon istri, baiklah wajah Jena memanglah cantik paripurna, tapi cantik saja mata yang memandang lama-lama bosan. Terlebih sedari awal tak menyukainya. Lalu bagaimana bila mereka menikah nanti, bayangkan setiap hari ia bertatap muka, berinteraksi dengan wanita yang tak ia cinta?

Demi Tuhan! Ini lebih menyakitkan daripada putus dengan mantannya dulu.
Lagi, notifikasi pesan muncul kembali.

Allen, sedikit cepat, ya. Biar yang di sini tidak menunggu lama!

Allen mengusap wajah kesal. Belum juga mengiyakan namun mama terkesan memaksa.

Tapi pelan-pelan saja bawa mobilnya.

Tetap utamakan keselamatan!

Iya Mah

Tak ada lagi tanda balasan dari Mama. ia pun menyimpan ponsel di saku, namun baru hendak berdiri meninggalkan ruangan notifikasi pesan terdengar kembali. Semoga saja tensi darah tidak naik, coba tebak Mama mengirim pesan apa lagi untuk putra tercinta.

Maaf banget, ya

Ternyata dari Jeha, tertera si pengirim pesan tengah mengetik.

TAUTUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum