03. Pernyataan Varzo

8 5 0
                                    

Valley duduk di aula sanggar tari dengan wajah yang berbinar. Sudah 7 hari latihan, selama itu juga Valley tak pernah absen untuk memandangi wajah Benaya.

"Kok ada ya orang semanis Bibi?

Kak Asima yang berada di sampingnya terkikik geli, mereka sudah terbiasa dengan kebucinan Valley saat memuji Benaya.

Masih menjadi hal yang lazim untuk gadis berusia 15 tahun, mungkin ini kali pertama dia merasakan apa itu... Cinta, mungkin?

"Tampan saja buat apa?" Sindir Chintia.

"Huh? Dia tidak hanya tampan, tau. Dia pintar dan multitalent." Jawab Valley percaya diri.

"Tahu darimana?"

"Aku mendapatkan Instagram nya semalam. Yang aku tahu, dia pernah terpilih menjadi Duta Pelajar Anti Narkoba, dua tahun yang lalu. Sekarang dia sedang menempuh pendidikan di universitas ternama di kota kita. Selain mahir dalam publik speaking, dia juga adalah anak band, dia bagian drummer. Itu informasi yang cukup membuat buku kudukku merinding, bagaimana tidak? Dia nyaris sempurna, sedangkan aku? Ah untuk berbicara di depan kelas saja terkadang aku gugup." Valley menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Cukup mudah bagi Valley untuk menemukan informasi seorang Kziel Benaya.

Teman-temannya juga ikut kagum dengan lelaki itu. Catat, Benaya tak hanya tampan, namun juga berprestasi.

"Lalu, rencana apa yang akan kamu buat selanjutnya?" Tanya Angel.

"Rencana?"

"Maksudku rencana pendekatan." Jelas Angel.

"Ckck. Dibanding itu, aku lebih memilih untuk semakin giat belajar. Rencananya aku akan ikut pemilihan Duta Pelajar Anti Narkoba tahun ini."

"Karna Benaya?"

"Iya, tapi tidak juga. Apa salahnya untuk mengembangkan value diri."

Semua mengangguk paham, tak ada yang membahas lagi.

"Oh ya, kemarin aku lihat Bibi di taman." Ucap Valley.

"Apa dia melihatmu?"

"Em... Tidak, sih. Hanya aku yang melihatnya. Lagian dia juga mungkin tidak mengenalku."

***

Valley sibuk berkutat dengan buku-buku yang berserak di meja belajarnya. Dengan kacamata oval yang bertengger manis di hidungnya. Tangannya cekatan memindahkan catatan-catatan penting. Untuk membantunya mengingat materi yang akan di ujiankan.

Minggu depan mereka akan ujian tengah semester. Setelah itu libur. Tapi Valley rasa hari liburnya tak akan berjalan dengan santai. Dia sibuk. Sibuk untuk mempersiapkan diri, wawancara pemilihan Duta Pelajar Anti Narkoba akan dilakukan bulan depan, itu artinya dia harus mulai bersiap dari sekarang.

Jam weker di meja belajarnya berbunyi. Sekarang pukul sepuluh malam. Waktunya tidur.

***

Valley memukul dahinya saat melihat Qefra yang tertidur pulas di meja. Kalau ini siang hari sehabis pelajaran matematika mungkin masih masuk akal kalau Qefra tertidur dengan pulasnya. Tetapi sekarang? Bahkan sekarang belum genap pukul tujuh pagi.

"Qefra." Valley menggoyangkan tubuh Qefra. Qefra melenguh sesaat kemudian kembali tertidur. Bukan apa, Mama Valley pernah mengatakan bahwa tidur di pagi hari itu bisa mengakibatkan terkena penyakit gula.

Tapi sepertinya Qefra terlalu lelah, biarkan saja.

Valley memilih untuk keluar dari kelas dan berjalan-jalan mengelilingi sekolah──hal yang jarang sekali dilakukannya.

Udara sejuk di pagi hari menerpa wajah mulus Valley. Valley menutup mata sejenak merasakan sesuatu menerpa wajahnya.

Matahari belum terlihat, masih samar. Suasana di sekolah masih sepi, Valley menyukainya. Dibanding dengan suasana sekolah yang padat penuh dengan murid.

Valley memilih untuk duduk di kursi panjang di taman sekolah. Taman itu asri. Dipenuhi pepohonan hijau, serta bunga yang tumbuh bermekaran, Valley menghirup nafas dalam-dalam. Merasakan segarnya udara disini dibandingkan dengan udara kelas yang mencekat.

Valley terpaksa mengakhiri kesendiriannya saat seorang laki-laki yang sangat dikenalinya muncul, itu Varzo.

Dulu Valley senang bermain dengan Varzo, satu-satunya teman laki-laki yang dimilikinya. Tapi sekarang, Valley lebih memilih menjaga jarak untuk menghalau perasaan yang dimiliki Varzo. Valley tahu tentang itu.

"Valley, mau sampai kapan begini?"

Valley menghentikan langkahnya yang hendak pergi, berbalik badan lalu menatap Varzo dengan tatapan aneh.

"Maksudnya? Bukannya kakak yang bikin jadi begini?"

"Apakah jatuh cinta itu salah, Valley?"

Valley menggeleng pelan. Valley tahu itu bukan suatu kesalahan. Jatuh cinta adalah suatu hal yang tak dapat di kendalikan oleh siapapun.

"Tidak salah. Terkadang, yang salah cara kita untuk meraih cinta itu. Manusia terlalu egois, sampai kadang lupa semua orang punya perasaan yang berbeda. Tak harus selalu sama, bukan?"

"Kak, aku tidak ingin menyakitimu dengan fakta ini, tapi kamu harus tau. Hatiku sudah berlabuh pada seseorang."

Varzo tersentak. Seperti tak menyangka dengan fakta yang ada di hadapannya.

"Aku tak terlalu berambisi untuk itu. Aku rasa saat aku menyukai seseorang aku hanya perlu menaikkan kualitas diriku. Aku masih tetap Valley yang sama, yang dulu suka menjahilimu. Tetap sama, jika kamu juga tetap menjadi Kak Varzo yang aku kenal. Aku pamit." Valley melangkah dengan wajah tanpa ekspresi. Dia lega setelah mengatakan itu.

Hi, Bi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang