04. Dia Benaya

3 4 0
                                    

Lidah Valley terasa kaku, seakan sulit untuk berbicara. Padahal dia sudah berlatih dari bulan lalu untuk fasih berbicara saat wawancara ini. Tapi kenapa sekarang dia jadi kaku begini?

"Kenapa kamu memilih ikut dalam pemilihan Duta Pelajar Anti Narkoba ini?"

"Karna Kak Benaya, Pak." Tidak mungkin Valley mengatakan hal itu, atau lebih buruk lagi, "supaya bisa dapat jatah libur dari sekolah." Valley menggeleng pelan, itu sungguh tak masuk akal.

"Saya mengikuti ajang ini agar saya bisa ikut berpartisipasi mencegah narkoba khususnya kalangan remaja, langkah awal yang saya pilih adalah ajang ini. Karena saya tau disini kami akan diajari banyak tentang Narkoba dan bahaya nya Narkoba. Yang mana nanti bisa kami share kepada teman-teman yang lain."

Valley menghela nafas lega, setelah 15 menit berada di ruang sempit serta di lempari beberapa pertanyaan yang agak sulit. Akhirnya sekarang, Valley bisa lega karena menyelesaikan itu semua.

Valley menatap ruangan dimana dia berdiri. Sekarang dirinya ada di kantor Gubernur, tempat Valley beserta banyak peserta lain diwawancara serta dikarantina.

Menatap kursi-kursi panjang yang diisi oleh banyak peserta lain yang menunggu giliran untuk dipanggil. Valley memilih untuk berjalan-jalan di sekitar sini, sekadar menghilangkan bosan.

Langkah Valley terhenti di depan ruangan tempat dia di wawancara tadi. Valley baru tau di depan pintu ruangan itu terdapat banyak foto-foto dokumentasi Putra/i utama Duta Pelajar Anti Narkoba selama lima tahun terakhir. Mata Valley terus bergerak, kemudian berhenti saat menemukan yang dicari-carinya. Itu Benaya!

"Keren sekali, padahal usianya masih muda. Aku salut."

"Terimakasih."

Valley hampir saja jatuh karna kaget. Orang yang dibicarakannya tadi tiba-tiba muncul di belakangnya.

"K-kak Benaya?" Valley gugup, jujur sekarang dia sudah panas dingin.

"Iya, Valley?" Jawab Benaya santai.

"Kok kakak disini?"

"Lagi ada urusan."

Tunggu dulu, apa tadi? Benaya tahu namanya? Apa Valley bermimpi? Tapi ini nyata!

"Kakak kok tahu namaku?" Tanya Valley, dia penasaran.

"Tentu. Sedangkan kamu saja tahu semua informasiku. Masa aku tidak tahu bahkan hanya sekadar namamu?"

Valley rasanya ingin berteriak senang. Dia tak pernah mengungkapkan perasaan yang dipendamnya selama lebih satu bulan ini, tapi kenapa semesta seperti berpihak kepadanya? Ah, mungkin ini yang dinamakan jalur langit. Tak sia-sia Valley berdoa tentang Benaya pada setiap malamnya.

"Can i ask something?"

"Silahkan." Valley mempersilahkan.

"Do you love me?"

Nafas Valley tercekat, pertanyaan semacam apa ini.

***

Besoknya Valley menjalani hari dengan riang. Qefra menatap Valley bingung, tak biasanya Valley begini.

"Ehem... Ada yang lagi gembira tapi ngga bilang-bilang, nih."

"Qefra jangan bikin aku badmood, dong."

Qefra mendelik, "ih, padahal aku cuma mau tahu kenapa kamu terlihat  senang pagi ini."

"Aku senang karena...

Valley menggantung ucapannya, Qefra masih setia menunggu.

"Karena besok hari jumat! Aku besok latihan."

Qefra bingung. Selama ini Valley juga latihan tapi tak pernah sesenang ini.

"Selama ini kan kamu juga latihan, kenapa seperti baru pertama kali saja."

"Kali ini beda, Qefra. Kalau kamu jadi aku, kamu juga pasti seceria ini." Valley terus berucap sambil mengeluarkan beberapa buku dari tasnya.

"Bedanya apa?"

"Kepo kamu, balik sana. Sebentar lagi Pak Samsat masuk, kalau kamu ngga duduk di bangkumu nanti kamu di hukum hormat sampai pulang!" Apa yang dikatakan Valley memang benar adanya. Pak Samsat, guru matematika mereka itu memang terkenal akan kedisiplinannya, para murid harus duduk di tempat duduk tanpa boleh ada yang berpindah.

"Kamu jelasin dulu, baru aku kembali."

Valley abai, lebih memilih untuk mengeluarkan buku matematika dari tasnya.

***

Valley tertawa kencang saat melihat Qefra yang sedang hormat pada tiang bendera. Mukanya masam, membuat Valley terkikik geli sedari tadi.

Padahal tadi Valley sudah menyuruh Qefra untuk kembali ke tempat duduknya. Tapi anak itu tidak menurut. Akhirnya saat Pak Samsat datang, Qefra di keluarkan dari kelas lalu di hukum.

"Berisik tau!" Sebal Qefra.

"Makanya kalau aku bilangin di denger Qefra. Jadinya kamu di hukum, kan." Qefra pura-pura tidak mendengar dan membuang muka.

"Qefra itu bukannya Treo?"

Qefra menoleh.

"Qefra dia ngelihat kamu, ga bohong!" Pekik Valley.

Jujur Qefra malu jika memang benar Treo melihatnya sedang dihukum seperti ini. Valley tak tahu jelas hubungan mereka, yang Valley tahu mereka saling menyukai.

"Malu banget astaga!" Pekik Qefra, tak kalah heboh.

Hi, Bi!Where stories live. Discover now