10. Murid baru

1 3 0
                                    

Sudah hampir satu tahun Benaya koma. Selama itu juga Valley tak berhenti untuk menjaga Benaya. Berharap dia menjadi orang pertama yang dilihat pria itu ketika sudah siuman.

Pagi ini seperti hari-hari biasanya Valley duduk di samping brankar Benaya sambil terus bercerita tentang kesehariannya. Hal ini sudah menjadi rutinitas bagi Valley. Dokter bilang pasien harus sering diajak bicara agar segera siuman.

"Kak Bi. Bentar lagi Valley udah kelas 12 loh. Kemarin, Valley dapat juara 1 umum. Kakak ga mau kasih aku ucapan selamat? Yaudah deh, kalau kakak ga ucapin selamat. Kakak ajak aku ke pantai yang tahun lalu kita kunjungi aja, ya!"

Valley menggenggam tangan Benaya, tak sadar air mata jatuh membasahi pipinya. Tapi dengan segera di hapusnya.

"Huh, Valley kamu ga boleh lemah kayak begini. Kalau kamu lemah gimana mau jagain Kak Benaya. Ayo kuat Valley!"

Valley tak sadar dari tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya dari celah pintu yang sedikit terbuka.

"Maaf karena membuatmu seperti ini, Nak."

***

Valley melajukan motornya meninggalkan area parkir rumah sakit. Sebelum pergi sekolah, Valley memang selalu menyempatkan dirinya untuk menemui Benaya.

Beberapa menit berlalu. Sekarang Valley sudah sampai di Mentari School. Memarkirkan motornya, kemudian berjalan perlahan. Valley mengernyit saat melihat banyak perempuan yang berkerumun. Valley awalnya acuh. Namun, telinganya tak sengaja mendengar bisikan-bisikan dari mereka.

"Sumpah anak barunya cakep abis anjir!"

"Pokoknya harus jadi pacar gue, titik!"

"Kalau dibandingkan sama mantan gue, ya jelas mendingan dia!"

"Kan memang mantan lo burik!"

"Si anjir!"

Begitulah beberapa bisikan-bisikan dari mereka yang didengar Valley.

'Emang anak barunya siapa?' Batin Valley. Sebenarnya dia juga sedikit penasaran. Ingat hanya sedikit!

Saat tiba di depan kelasnya Valley menatap perempuan-perempuan yang asik berkumpul di depan kelasnya. Jika diperhatikan, orang-orang sama seperti yang ditemui Valley di dekat parkiran tadi. Kenapa mereka bisa tiba-tiba berada di sini?

"Permisi."

Valley masuk dengan cepat saat di berikan jalan oleh mereka.

Kakinya melangkah menuju mejanya yang ada di pojok. Melewati bangku yang biasanya kosong, kini terisi oleh tas hitam yang asing bagi Valley.

"Valley kuuu!" Qefra tiba-tiba datang memanggil Valley dengan suara nyaring.

"Valley tahu ga?"

Valley langsung menggelengkan kepalanya.

"Ish, aku belum cerita." Kesal Qefra.

"Iya, kenapa Qefra?"

"Ada anak baru Valley. Ganteng banget parah. Dia duduk disitu, artinya ngga jauh dari tempat duduk kita. Ah, senangnya bisa cuci mata setiap hari." Qefra menunjuk bangku berisi tas hitam yang dilewati Valley tadi.

"Qefra, ingat kamu udah punya tunangan."

Qefra mengubah ekspresinya menjadi datar.

"Valley bisa ga usah bahas Treo? Bikin badmood tau!" Ujar Qefra kesal.

Valley yang melihat itu merasa bersalah kemudian meminta maaf.

Qefra dan Treo memang sudah bertunangan 5 bulan yang lalu. Qefra dijodohkan orang tuanya dengan Treo, karena orang tua mereka bersahabat dan dulu pernah berjanji untuk menjodohkan anak mereka.

Seharusnya Qefra senang karena dia memang sudah menyukai Treo dari lama. Dan Qefra berpikir Treo juga membalas perasaannya.

Tapi pikirannya langsung musnah saat Treo mentah-mentah menolak Qefra dan mengatakan dia menerima perjodohan itu agar orang tuanya tidak sedih. Sikap Treo juga sangat dingin dan angkuh. 5 bulan lamanya Qefra selalu berusaha mengambil hati Treo berharap Treo luluh. Namun, usaha Qefra sia-sia, Treo bahkan tak segan untuk mengatakan Qefra yang tidak-tidak sampai membuat gadis itu sakit hati.

Tapi sekarang, Qefra sudah terlalu muak. Terlebih minggu lalu, Qefra melihat Treo bermesraan dengan adik kelas di halte. Hatinya tidak bisa di deskripsikan hanya dengan kata sakit atau kecewa. Bahkan lebih dari itu.

"Maaf, Qefra. Sekarang aku dukung kamu. Aku yakin, si dingin itu akan menyesal ketika dia merasakan betapa kosongnya tanpa kamu." Ucap Valley dengan penuh penekanan, saat bertanya tak sengaja melihat Treo yang sedang berjalan dengan perempuan yang sama dengan yang dilihat Qefra di halte Minggu lalu.

"Hiks... Iya. Valley bantuin aku buat lupain dia, ya?" Pinta Qefra.

"Tenang, Qefra. Aku sahabat kamu, aku akan dukung keputusan kamu asal itu baik. Dan pria itu memang harus kamu lupakan."

Qefra terharu, dia langsung memeluk Valley dengan isakan kecil. Valley mengelus pelan punggung Qefra.

"Valley?"

Valley dan Qefra melepaskan pelukannya, kemudian atensi mereka beralih pada seorang pria yang memanggil nama Valley tadi, dia tersenyum kemudian duduk di depan mereka.

Qefra memekik dalam hati, saat melihat anak baru itu. 'Dilihat dari deket gini ganteng banget.'

"Valley, dia anak barunya." Qefra berbisik pelan kepada Valley.

"Zee?" Tanya Valley memastikan.

Sedangkan lawan bicaranya tertawa pelan, kemudian mengulurkan tangannya.

"Kita ketemu lagi, Valley. Apa kabarmu?"

"Seperti yang kamu lihat." Valley membalas jabat tangan Zee.

Perempuan-perempuan yang berada di luar memekik kecewa, karena mereka berpikir kalau idola mereka sudah memiliki pawang.

"Kamu udah kenal sama dia Valley?" Tanya Qefra.

Valley mengangguk.

"Kenal dari mana?"

"Ketidaksengajaan." Ucapan Valley membuat Zee tersenyum.

"Hai, aku Qefra. Sahabat Valley."

Qefra mengulurkan kehadapan Zee.

"Hai, Qefra. Aku Zeerhtac."

"Hah apa?" Qefra tak mendengar jelas ucapan Zee.

"Serak? Kerak?"

"Ck, panggil saja Zee biar tidak repot." Decak Valley.

"Itu juga sulit. Bagaimana kalau aku panggil mine?"

***

Huhu, ketemu lagi sama oppa Zee...

/20-12-23/

Hi, Bi!Where stories live. Discover now