05. Heboh

1 3 0
                                    

Sejak 5 menit yang lalu, Valley hanya tersenyum. Kak Jesika, Kak Chintia, Kak Asima, Kak Katherine, dan Angel menatap Valley dengan wajah masam. Tadi Valley mengatakan bahwa dia ingin menceritakan sesuatu. Tapi sampai sekarang Valley belum mengucapkan satu kata pun.

"Valley, tadi katanya mau bercerita. Tapi sampai sekarang satu kata pun belum keluar dari bibirmu."

Valley tersenyum, lagi.

"Hehe. Jadi gini, bulan lalu aku sudah bilang kan kalau aku mau ikut seleksi Duta Pelajar Anti Narkoba," semua mengangguk, "semalam aku pergi untuk wawancara, dan kalian tau apa yang terjadi?"

Semua menggeleng.

"Aku bertemu Kak Benaya!"

"Aaa." Teriak Chintia.

"Bagaimana kalian bisa bertemu? Apa yang dikatakannya?" Chintia tak sabaran.

"Setelah wawancara, aku berjalan-jalan di dalam gedung itu. Lalu, aku kembali lagi, baru menyadari ada foto-foto Duta Pelajar Anti Narkoba beberapa tahun lalu. Dan aku menemukan foto Kak Benaya, aku memujinya, kemudian tiba-tiba saja dia ada di belakangku sambil mengucapkan terima kasih."

"Ini gila! Kamu tidak bermimpi kan Valley?"

Semua heboh, namun juga tak percaya.

"Awalnya juga aku mengira aku bermimpi, tapi ternyata tidak."

"Tapi ada satu hal yang tidak masuk akal." Lanjut Valley membuat semua bingung.

"Dia tau aku menyukainya. Apa selama ini aku kelihatan menyukainya?" Valley menumpu dagu dengan kedua tangannya.

"Sebenarnya tidak juga, Ley. Hanya saja jika dia tahu, berarti dia sering memperhatikanmu." Kak Asima berucap sambil tersenyum ke arah Valley.

"Ah, Kak Asimoy. Buat aku makin berharap saja."

"Itukan opiniku, Ley."

"Dipikir-pikir ada benarnya, Kak." Valley tertawa sendiri.

"Kamu asik, Ley. Asik sendiri."

Seketika Valley terdiam

***

Semua novel yang dimiliki Valley, sudah terbaca habis. Jadi, sore ini perempuan itu memilih untuk mampir ke toko buku.

"Ke Gramedia saja atau toko buku flower ya?" Valley menimang.

Kemarin saat pulang sekolah Valley tak sengaja melihat ada toko buku yang kelihatannya unik. Dan sekarang Valley penasaran bagaimana isi toko buku itu.

"Toko buku flower saja, lah. Aku juga penasaran bagaimana suasana di dalamnya."

Valley berjalan ke toko buku flower. Karna memang lokasi toko buku itu tak jauh dari rumahnya. Dia juga baru tahu ada toko buku di sekitar rumahnya.

Valley menatap halaman depan toko buku itu, tak ada yang spesial. Bangunannya tidak besar, cat nya juga terlihat pudar. Di beberapa sisi dinding ditutupi lumut.

Perlahan tapi pasti, Valley menarik gagang kayu dan membuka pintu. Kemudian masuk dengan langkah pelan.

Selamat datang!

Begitu masuk, Valley disambut suara salam yang meriah. Ucapan selamat datang dengan musik.

"Hai, anak muda." Seorang Kakek tua berjenggot putih dengan topi bundar menyapa Valley.

"Hai, Kakek." Ucap Valley, sambil sedikit membungkuk.

"Sedang mencari novel remaja?"

"Emm, mungkin." Jawab Valley agak kikuk.

"Kau baru pertama kali kesini?" Tanya Kakek itu.

"Iya. Semalam aku tak sengaja melihat toko buku ini, dan penasaran bagaimana di dalamnya. Aku juga baru menyadari di sini ada toko buku."

"Haha. Semua orang yang datang kesini berucap persis sepertimu. Kau tahu? Aku tak pernah mempromosikan toko buku ini, atau memberi tahu siapapun bahwa aku membuka toko buku. Namun, sejak dulu selalu ada orang berdatangan dan berucap seperti yang kau katakan tadi, "aku baru tahu disini ada toko buku," kadang kita tak perlu untuk menunjukkan siapa kita untuk membuat orang tertarik, karna orang yang tepat tanpa kita beri tahu juga akan datang dengan sendirinya. Kau paham, nak?"

Valley tergugu. Apa yang dikatakan Kakek ini memang benar.

"Aku paham, Kek. Paham betul."

Kakek itu mengangguk pasti.

"Baguslah jika begitu. Mari kuantar ke rak buku berisikan novel remaja."

Valley menurut mengikuti langkah Kakek itu.

"Di sini."

Valley menganga tanpa sadar, terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini. Rak dengan kabel berlampu, juga terdapat dua kursi kecil di tengah ruangan dan meja di tengah, dinding dengan wallpaper bertema senja. Valley tak menyangka di dalam toko yang terlihat tua terdapat keindahan seperti ini. Valley yakin siapapun akan nyaman membaca disini.

"Itulah mengapa banyak yang mengatakan untuk jangan menilai hanya dari luar saja."

Valley kikuk. Kakek ini seakan tahu apa yang dia pikirkan.

Tapi... Satu hal yang dipikiran Valley saat ini. Tempat ini seperti tak asing baginya.

"Apakah kau merasa familier dengan tempat ini, Nak?"

Valley mengangguk. Lagi lagi, Kakek ini tahu.

"Sebenarnya aku sudah lama menunggumu datang kembali kesini, Nak."

Valley mengerutkan keningnya. Datang kembali? Apakah Valley pernah datang ke sini sebelumnya? Ntahlah, Valley tak ingat.

"Mari duduk dahulu, sebelum aku jelaskan." Kakek itu duduk, disusul Valley.

"Dulu, ada seorang gadis kecil yang memakai bando kelinci berwarna pink. Dia suka bermain dengan buku-buku yang ada disini, walaupun dia belum mengerti isi dari semua buku disini. Tapi aku senang, senang ketika melihat wajah bingungnya saat membaca buku. Senang dengan wajah cemberutnya ketika ibunya datang menjemputnya untuk pulang. Aku senang, sampai aku menganggapnya seperti putriku sendiri. Tapi, tak berselang lama gadis kecil itu tak pernah kelihatan lagi. Aku menunggu, sampai bertahun-tahun, dan sekarang aku menemukan gadis kecil itu. Itu kamu, Valley!"

Hi, Bi!Where stories live. Discover now