07. Kita

1 3 0
                                    

"Lele." Panggil Benaya.

"Jangan panggil aku Lele, Kak." Sebal Valley.

"Tapi aku membiarkanmu memanggil ku dengan sebutan Bibi. Mengapa kamu tidak membiarkanku melakukan hal yang sama."

Valley tersentak, Benaya tahu?

"Bukan kah Wawan sudah mengatakan bahwa aku sudah lebih dulu mengenalmu sebelum kamu mengenalku? Seharusnya kamu tidak perlu terkejut lagi jika aku tahu."

"Tetap saja aku terkejut."

"Kamu suka pantai?" Tanya Benaya.

"Em, suka." Jawab Valley.

Benaya menarik tangan Valley, kemudian membawanya keluar dari toko buku setelah mereka berpamitan dengan Wawan.

"Ayo!" Benaya menyuruh Valley untuk naik ke atas motor milik Benaya.

"Kemana?"

"Pantai." Jawab Benaya.

Valley tersenyum senang. "Sungguh?"

"Iya, Valley."

Tanpa berbicara lagi Valley duduk di belakang Benaya. Valley sudah lama ingin ke pantai, sekarang dia senang akhirnya bisa ke pantai. Apalagi ke pantai bersama orang spesial.

"Pegangan, Valley." Ucap Benaya sedikit berteriak karena sekarang memakai helm.

"Hah? Kenapa, Kak?" Valley juga berteriak, dia tidak mendengar apa yang di ucapkan Benaya.

"Pegangan!"

Valley berdecak, dia masih tidak mendengar jelas ucapan Benaya.

Benaya gemas karena Valley masih belum mendengar ucapannya.

Tangan kirinya dia ulurkan kebelakang untuk mengambil tangan Valley, lalu menariknya ke depan untuk memeluk perutnya.

Benaya menggeser spion, kemudian terkikik geli. Terlihat Valley masih terpaku dengan pipi yang bersemu.

***

Benaya memperhatikan Valley yang sedang membuat istana pasir. Ini percobaannya yang ke-10 kali. Dari tadi pasir yang dibuatnya selalu jatuh, tak seimbang.

Mereka telah sampai di pantai 10 menit yang lalu. Tadi, Valley menyewa cetakan pasir yang ada di toko kecil dekat pantai.

"Kamu harus menyeimbangkan antar pasir kanan dan kiri, Valley."

"Baik." Valley membuat sesuai dengan instruksi Benaya.

"Yeah! Aku berhasil, Kak." Valley melompat-lompat girang, karena istana pasirnya telah berdiri dengan sempurna.

Namun, kegirangan Valley tak berlangsung lama. Karena air pantai menyapu istana pasirnya.

Valley memanyunkan bibirnya.

"Huaaa. Istana pasirku." Valley menatap nanar istana pasirnya yang hancur.

Benaya menepuk-nepuk pundak Valley, berusaha menenangkan.

"Sudah, jangan sedih. Kamu mau air kelapa? Ayo kita beli!" Benaya melangkah ke tenda yang menjual air kelapa.

"Bu, 2 air kelapa." Pesan Benaya pada Ibu pemilik tenda itu.

Valley memilih untuk duduk di kursi panjang yang tak berada jauh dari tenda yang menjual air kelapa tadi.

"Dingin." Valley mengusap lengannya. Sekarang dia hanya memakai gaun dengan motif bunga rose yang tidak menutupi lengan.

Hi, Bi!Where stories live. Discover now