08. kelahirannya

2.5K 183 12
                                    


Tamparan, pukulan, semua yang mendera tubuh jovan masih sangat jauh dari kata cukup untuk hal yang sudah ia lakukan.

"Kamu tau kondisi renja bagaimana jovan! Mama paling mempercayaimu, kenapa. . ."  widia rasanya sudah menghabiskan begitu  banyak air mata, tapi sakit di hatinya tak sedikit pun berkurang.

Niat  hatinya pulang membawa kabar gembira mengenai perusahaan yang mereka perjuangkan mati-matian kini membaik, ia dan damian justru di hadapkan dengan kejadian yang tak pernah terlintas dalam benar mereka sedikitpun.

Damian bahkan kini jatuh terduduk di kursi dengan nafas memburu. Kecewa, marah, semua rasa itu sekolah sangat mencekik. Bahkan setelah wajah putra kebanggaannya lebam sana sini hatinya tetap begitu sakit.

Mengetahui bahwa jovan, melakukan hal bejat yang tak pernah ia sangka, kepada sosok yang begitu ia sayangi pula, renja.

Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana kejadian ini bisa terjadi.

Tangis histeris yang widia keluarkan  berdengung di telinganya. Kepalanya seolah akan pecah.

"Apa yang harus aku lakukan kepada mu, jovan" suara itu begitu datar dan dingin.

"Apapun, aku akan menerimanya, bahkan jika papa meminta nyawaku, aku akan menyerahkannya"  sedari tadi, jovan tak bersuara dan hanya diam, namun ia juga ingin kedua orang tuanya tau bahwa ia menyesal, dan ingin menghukum dirinya sendiri.

"Kau. . . kenapa tega jovan. . ." widia menangis sesegukan, tidak bisa mengeluarkan kata dengan benar. Perasaan nya sangat hancur, memikirkan bagaimana keadaan renja kedepannya, anak itu masih sangat muda Di tambah keterbelakangan yang  dimilikinya. Adapun, yang melakukan hal keji itu kepadanya adalah sosok yang begitu ia sayang.

"Tidak tau diri. . . kau benar-benar tidak tau diri jovan! Aku mengambil mu, membuat hidupmu senyaman ini!! Kenapa kau malah merusak anakku sialan!"

Jovan yang tadi menunduk kini menaikkan pandangannya, sakit. Tidak ia sangka bahwa sang mama akan mengungkit masalah itu. Namun jika dipikir ia memang pantas mendapatkannya, bahkan lebih dari itu. Jovan pantas diingatkan dimana posisinya, sebagai apa ia bisa berada di dalam keluarga harmonis ini.

Sedangkan widia, ia benar-benar tak pernah ingin mengungkit masa lalu, tentang semuanya. Ia sudah menganggap  jovan sama seperti renja, tak ada bedanya.
Namun kelakuan jovan benar-benar membuatnya begitu terpuruk, hingga tak bisa berfikir. Bahkan ia yang kerap bertutur lembut kini dapat mengeluarkan kata kasar.

Damian mendekat, mengusap lembut  bahu istrinya.

"Temanilah renja, ia mungkin akan terbangun"

Widia menggeleng dengan air mata berderai. "Tidak. . . keluarkan dia dari rumah ini! Keluarkan bajingan sialan yang sudah merusak anakku!!"

"Widia!!"

Kacau, semua nya kacau. Baik widia, damian, maupun jovan  yang tak menyangka kata itu akan keluar dari mulut sang mama.

Ia sadar penuh akan kesalahannya, tapi jovan benar-benar tak tau cara  mulai memperbaikinya dari mana. Ia hanya berharap bahwa kedua orang tuanya memberikannya kesempatan.

Ah, bolehkan jovan menyebut widia dan damian orang tuanya juga?

.

.

.

.

.

Dulu, widia dan damian menikah saat usia damian 22 tahun, dan widia 20 tahun. Tergolong masih sangat muda.

Namun saat itu widia dapat melihat bahwa damian memang pantas untuknya. Mapan, dewasa, dan bertanggung jawab.

Mas ||Noren [ON GOING]Where stories live. Discover now