16. angan

1.7K 201 23
                                    

"Adek, mama mau bicara boleh?" renja yang sedang bermain game di i-pad nya  pun langsung menghampiri dan duduk di samping sang mama.

"Adek. . . mau sama mas terus tidak?" widia tak tau harus mulai darimana dan bagaimana menyampaikan tentang pernikahan kepada renja, sehingga itu yang keluar dari mulutnya.

"Mau! Kan adek emang sama mas terus iyakan? Memangnya papa suruh mas keluar negri lagi? Ga boleh ya! Mas udah janji Jagain dedek bayi!" renja berujar dengan menggebu-gebu, membuat widia sedikit merasa tenang dan tidak terlalu tegang berkatnya.

"Engga, mas tetap disini. Cuma adek Tau Kan mas udah dewasa? Dan itu Artinya mas udah harus menikah dan memiliki pasangan untuk Temenin mas selamanya" setelah berujar begitu widia dapat Melihat perubahan ekspresi pada wajah renja yang begitu cepat, ia seolah disadarkan kalau sebenarnya renja juga sangat menginginkan jovan, namun ia belum sepenuhnya sadar.

"Tapi mas udah janji bakal Jagain adek dan dedek bayi. . . kenapa mas ga sama Adek aja? Mas Ga mau sama adek aja selamanya? Tapi mas udah janji  bakal jagain adek. . . apa karna mas jovan itu anaknya mama papa juga makanya ga boleh sama adek. . .  " lirihnya.  Kini pelan-pelan air mata si manis mulai turun. Hanya sekedar membayangkan jovan bersama orang lain sudah sangat menyakitinya. Bukankah jovan ber janji akan menjaganya? Kenapa sekarang mamanya mengatakan soal pernikahan jovan, renja tidak pernah membayangkannya. Ia hanya berpikir bahwa jovan akan selalu bersamanya.

Sedangkan widia tersenyum melihat bagaimana anaknya langsung menitikkan air mata hanya dengan mengatakan bahwa jovan harus mempunyai pasangan untuk menemaninya menjalani hidup. Ternyata renja Sadar apa yang ia mau, tetapi si mungil juga mengerti bahwa ia tidak boleh bersama jovan karna berpikir bahwa mereka memiliki darah yang sama.

"Cup cup cup. . . iya mas bakal terus sama adek kok" widia menarik renja mendekat, Menghapus air mata yang mengaliri di pipi yang semakin berisi itu.

"Mas jovan memang anak mama papa, tapi mas jovan tidak lahir karena mama dan papa" ujar widia, membuat renja menatapnya bingung. Ia belum sepenuhnya paham maksud widia.

"Dulu, sebelum adanya adek mama mengambil mas jovan di pasti asuhan. Mama membesarkan dan menyayangi mas jovan sama seperti adek. Tapi tetap saja mas jovan bukan sepenuhnya anak mama. Itu Artinya, adek boleh sama mas. Hanya saja adek harus berjanji, kalau adek jadi pasangannya mas adek harus belajar dewasa. karna sama seperti adek, mas jovan juga mungkin bisa lelah suatu saat nanti, dan adek harus bisa menjadi sandaran nya mas sebagai pasangan nya. Adek juga tidak boleh gampang menangis lagi, karna  nanti akan ada bayi yang akan menangis setiap ia ingin. Adek harus belajar dewasa pelan-pelan agar bisa mendampingi mas, adek mau?"

Renja dengan cepat mengangguk, ia tak keberatan sama sekali jika harus mengubah sikapnya pelan-pelan. Renja justru diliputi perasaan bahagia mendengar bahwa ia bisa bersama jovan selamanya.

"Adek keberatan mau menikah dengan mas dalam waktu dekat ini? Adek sanggup?" kembali, renja mengangguk.

"Mau. . . " pipinya bersemu merah, renja membayangkan bahwa ia akan tinggal berdua dengan jovan, juga anaknya nanti. Ia membayangkan hidup dengan jovan seperti mama dan papanya.

"Eh, pipi adek kok merah ya" tawa widia meledak  saat renja Mengerang malu dan memeluknya.

Baiklah, mungkin widia memang harus menerima kenyataan bahwa saat-saat seperti ini datang lebih cepat. Widia harus rela dan mendukung kedua anaknya sebagai yang terbaik.

.

.

.

.

.

















Mas ||Noren [ON GOING]Where stories live. Discover now