9

9K 601 9
                                    


Setelah kejadian dimana Kevin berdebat dengan sang Kakak dia memilih duduk seorang diri di bangku taman rumah sakit.

Memandang bulan yang cerah dengan tatapan datar. Walaupun begitu tidak bisa di pungkiri dia menyukai bulan.

Sampek sekarang Kevin masih belum paham, kenapa kedua orang tuanya selalu memandangnya sebelah mata saja. Dia paham mungkin mereka tidak terbiasa dengan keadaan dimana saat hidup mereka tenang dan damai harus di kacaukan dengan adanya dirinya.

Kevin juga sangat paham kedua orang tuanya, yang menyayangi kembaranya dan tidak ingin terjadi sesuatu dengan kembarannya. Bahkan Kevin bisa menyimpulkan, mereka akan rela berkorban dengan nyawa nya sendiri jika kembaranya terjadi sesuatu.

Tapi rasanya sangat tidak adil bukan? saat kamu tidak tau apa kesalahanmu dan tiba-tiba tidak di sukai.

Apa memang kelahirannya tidak di inginkan? maka dari itu mereka tidak menyukainya?

Mengingat masa lalu nya dulu yang di bully abis-abisan karena mereka mengirah dia tidak mempunyai orangtua membuat merasakan rasa sakitnya sampek sekarang.

Setiap orang mempunyai masalah masing-masing bukan? tidak peduli dia anak orang kaya, anak orang miskin, entah masalahnya dari segi keluarga, percintaan, fisik ataupun yang lain Kevin percaya itu.

Mengusap kasar rambutnya Kevin memilih berdiri dari tempat duduk berjalan menuju ruang rawat kembaranya.

***

Sesampai di ruang rawat, dapat Kevin lihat Papanya sedang duduk dengan raut lelahnya. Mamanya yang sedang tertidur dengan posisi duduk. Sedangkan untuk kedua Kakak Kevin dia tidak melihat keberadaan disini.

"Maaf Pa," Ucap Kevin menghampiri sang Papa. Ikut duduk di sebelah sang Papa.

"Untuk?" Tanya datar Gio.

"Masalah keributan tadi, dan Kevin boleh tanya?kenapa Kevan bisa berada di rumah sakit Pa?" Tanya Kevin penasaran sekaligus merasa bersalah.

Sekaligus karena membuat keributan mengakibatkan ketidak kenyamanan dan jika saja dirinya tidak mengikuti lomba mungkin semua tidak akan terjadi.

"Masalah jantung."

"Vin Papa boleh minta tolong?" Lanjut Gio masih memandang kearah depan. Tapi terselip nada permohonan dan frustasinya.

"Apa Pa," Jawab Kevin dengan senyumnya, karena rasanya jarang sekali Papanya meminta tolong bahkan rasanya tidak pernah.

Jangankan meminta tolong berbicara santai seperti ini saja tidak pernah, mungkin Papanya sedang dalam keadaan malas berdebat.

"Tolong jaga Kevan dimana pun berada utamakan Kevan di banding kamu, karena dia dari kecil tidak bisa bebas Vin---

Dia harus menanggung rasa sakit seorang diri bahkan Papa kerap menemukan Kevan menangis di kamarnya menahan rasa sakit penyakit nya. Papa udah cari cara agar penyakit Kevan cepat sembuh nyatanya tak semudah itu."

"Papa tidak tega melihatnya Kevan kesakitan. Papa sudah berusaha semampu mungkin sampek rasanya akan menyerah." Lanjut Gio dengan nada frustasinya dia lelah sebenarnya tapi hatinya sakit melihat keadaan anaknya seperti ini.

Senyum yang awalnya ada kini harus luntur saat mendengar ucapan sang Papa.

"Kenapa kalian tidak menyukai Kevin?" Bukannya menjawab Kevin malah menanyakan pertanyaan lain.

"Karena tidak adil rasanya saat kembaranmu merasakan rasa sakit kamu malah bebas." Jawab Gio seadaannya.

"Jadi karena itu ya." Ucap pelan Kevin dengan tatapan kosong, sekarang dia menemukan jawabnya.

"Jika aku bisa menjaga Kevan apa yang Papa berikan kepadaku?" Kata Kevin datar.

"Apa yang kamu mau Papa kasih, kamu mau mobil? atau rumah besar atau perusahaan? atau pulau yang bes---"

"Pelukan."

"Kevin mau pelukan dari kalian." Lanjut Kevin.

***

Kevin munafik dia akui itu.

Mengatakan jika tidak menginginkan mereka dan akan menjauh nyatanya dia malah menginginkan  pelukan kedua orangtuanya dan Kakaknya.

Tapi sekali saja Kevin ingin merasakan di peluk orang yang kita sayang terutama yang melahirkan. Tidak papa jika pelukannya hanya sekali asalkan dia bisa merasakan.

Terkekeh pelan "Jadi gini rasanya jadi anak kandung, tapi di anak tirikan." Kata Kevin yang saat ini berada di ruang makan.

Semua keluarganya masih di rumah sakit dia sedang makan sambil melamun memikirkan ucapan sang Papa.

Bahkan rasanya untuk menelan makanannya saja sangat sulit karna makan dengan pikiran tidak tenang itu tidak enak. Mati-matian Kevin menahan diri agar tidak menangis, karena dia selalu menggunakan prinsip jika laki-laki tidak boleh menangis.

Tapi laki-laki juga manusia bukan?

Laki-laki juga memiliki hati bukan?

Wajar kan jika dia menangis karena ucapan seseorang yang menyakitkan? terlebih lagi dari orang yang dia sayang.

***

halo, makasi dah mau baca cerita ak janglup vot ☆☆☆, ak ttp bakal bilang makasi setiap chapter hehe...
gaes, aku dri awal emg buat ni cerita iseng" aja. Mungkin krn melampiaskan rasa bosen sm rasa lelah di hati wkwk..
dan lagi akh lupa bilang sesuai yg aku katakan di atas aku buat iseng jdi kek di otak aku itu mikirnya 'ga mungkin bisa rame, ga usah berharap apapun deh' gitu makanya ga nyebutin apapun ya asal-asalan aja gtu.

oke gaes aku mw bilang gambarnya aku pakek di pin aku cri di pin jdi klw kemarin² setiap chapter gada kasi tau gambarnya dri mana skrng ku ksih tau and sory bru sekarng 😁😁

•gmbr ambil di pin
•gmbr ambil di pin
•gmbr ambil di pin

o.ke itu aja bye🕊🕊

_janlup sholat bgi muslim_

Different || END ||Where stories live. Discover now