☾08☽ Sunrise & Coffee

422 47 16
                                    

Temanggung di pagi hari luar biasa dinginnya. Chiara semakin merapatkan jaket ke tubuhnya saat melangkah ke luar bersama Rindu yang tampak santai-santai saja mendorong motor, sama sekali tak terusik dengan hawa dingin. Langit masih gelap saat itu, dan suasana sekitar masih sangat sepi.

Chiara memperhatikan sekitar ketika Rindu sedang memanaskan motor. Setelah itu mereka bergabung dengan Samudra dan yang lain. Rencananya mereka akan pergi melihat sunrise di Posong. Ini adalah ide dadakan Samudra dan Rindu semalam.

“Yok langsung berangkat aja,” ujar Samudra mengomandani.

Tiga puluh menit perjalanan mereka tempuh menggunakan motor. Melaju ke arah Gunung Sindoro. Chiara baru tahu kalau kota kelahiran Rindu alias Temanggung terletak di antara dua gunung, dan rumah Rindu berada lebih dekat dengan dengan Gunung Sumbing, tak jauh dari basecamp pendakian.

Setelah turun dari motor mereka masih harus jalan selama kurang lebih satu jam hingga tiba di spot sunrise. Banyak tenda-tenda yang didirikan di area camp. Wisata Alam Posong yang terletak di lereng Gunung Sindoro memang cocok sekali untuk dijadikan tempat berkemah.

“Akhirnya nyampe juga.” Chiara ngos-ngosan begitu mereka sampai di sebuah gazebo yang menjadi tempat andalan untuk menikmati sunrise.

Erland terkekeh melihat gadis itu. Baru kali ini ia melihat Chiara secapek itu. Sejak di perjalanan Erland sudah memperhatikan Chiara yang tak pernah berani meminta berhenti untuk istirahat sejenak. Mungkin Chiara tak ingin menjadi penghambat, karenanya Erland menyuruh temannya untuk jalan pelan-pelan dengan dalih agar lebih menikmati perjalanan.

“Wah, bagus banget ternyata ya.” Rindu terpukau dengan pemandangan yang tersaji di depannya. Semburat cahaya kuning berpendar dari matahari yang muncul malu-malu di sebelah timur. Hangat, dan menenangkan.

“Kamu belum pernah ke sini Rin?” tanya Chiara, bingung melihat reaksi Rindu.

“Pernah, tapi gak pernah pagi-pagi gini soalnya males hehe mending tidur.”

Chiara hanya mengangguk maklum. Itulah kenapa tak banyak orang yang bisa menikmati sunrise, karena untuk mendapatkannya butuh usaha lebih dari pada berburu sunset.

“Dari atas gunung sana pasti lebih cakep ya?” tanya Wizar sembari memandang puncak gunung di depannya.

“Sudah pasti iya. Dulu waktu naik gunung kita gak dapet sunrise, ya gak Rin?”

“Soalnya kita kesiangan.”

“Udah nekat, kesiangan pula.”

Rindu dan Samudra tertawa mengingat momen itu, yang lain hanya memperhatikan tak mengerti.

“Kapan-kapan kayanya asik kalau kita muncak bareng,” celetuk Rindu.

“Gas. Wizar sama Erland kan bentar lagi jadi anak Mapala. Bisa lah mereka jadi tukang kuli yang bawain tenda dan barang-barang lainnya.”

“Badan lo paling gede ya Samudra!” Erland langsung menyahut, sementara Samudra cuma nyengir tanpa dosa.

“Eh, tapi ayo sih naik gunung bareng. Gue belum pernah sama sekali.”

“Jadwalkan Zar.”

“Abis UAS ayo!” Rindu terlihat paling bersemangat.

“Biasanya kalau yang direncanain gini ujung-ujungnya gak bakal jadi alias cuma wacana.”

“No wacana wacana club please,” timpal Rindu pada Erland.

Chiara tak ikut dalam obrolan. Dia mengeluarkan ponsel dan menyalakan kamera. Pemandangan sebagus ini harus dia abadikan, apalagi dia tidak tahu bisa ke sini lagi atau tidak. Setidaknya sebuah foto bisa menjadi kenang-kenangan.

BelamourDove le storie prendono vita. Scoprilo ora