☾20☽ Day 1

341 44 14
                                    

Tanggal 3 Januari pendidikan dasar (Diksar) Mapala fakultas ilmu sosial resmi dimulai. Kelima peserta dan seluruh anggota Mapala senior melangsungkan upacara pembukaan di lapangan samping PKM, yang dihadiri oleh bapak pembina, dan juga wakil dekan bidang kemahasiswaan. Beberapa tamu undangan dari organisasi dan Mapala lain turut hadir.

Selesai upacara, kegiatan dilanjut dengan pemeriksaan perlengkapan. Satu minggu sebelumnya, panitia Diksar memang sudah memberikan daftar apa-apa saja yang harus mereka bawa. Dari mulai perlengkapan individu, kelompok, alat-alat P3K, survival kit, alat tulis, peralatan masak, hingga konsumsi.

Erland dan keempat orang lainnya disuruh membongkar carier mereka yang sudah dipacking rapi. Meski merasa agak jengkel, mereka tetap mematuhi perintah. Dijajarkannya barang-barang bawaan mereka di atas matras. Setelah itu beberapa senior mendekat sambil membawa alat tulis.

Erland dihampiri salah satu senior perempuan yang waktu itu menemaninya latihan P3K. “Carier minimal 60 liter oke, matras oke, ponco oke ....” Dia menyebutkan satu persatu barang yang ada dalam daftar dan menyuruh Erland untuk menunjukkannya, setelah memastikan apa yang Erland bawa sesuai, dia akan memberikan tanda ceklis pada catatan yang dia bawa.

“Air minimal dua liter, roti, madu, susu kental manis, gula merah, beras ....” Kini dia beralih mengecek perbekalan atau konsumsi. “Barang-barang kelompok siapa yang bawa?”

“Dibagi-bagi Mbak.”

“Kamu bawa apa?”

“Bawa bidai Mbak.” Erland mengangkat dua papan yang sudah dilapisi kertas koran.

Sang senior mengangguk puas karena barang-barang Erland lengkap.

Thanks to Wizar si manusia paling perfectionist yang telah mengeceknya terlebih dahulu semua barang-barang bawaan temannya. Dia tak mau kena hukuman hanya karena kurang satu atau dua barang seperti ketika Pradik beberapa waktu lalu, yang membuatnya harus lari-larian ke sana ke mari untuk melengkapinya.

“Sekarang kumpulin handphone kalian dan masukin jam tangan kalian ke sini.” Terdengar instruksi baru setelah pengecekan perlengkapan selesai.

Dengan gerakan super cepat Erland mengirim pesan singkat pada Chiara, hanya untuk memberi kabar kalau selama satu minggu ke depan dia tidak akan memegang ponsel. Setelah itu dia mematikan ponselnya dan meletakkannya pada sebuah kotak yang sudah disediakan. Erland juga melepas jam tangannya dan mencemplungkannya ke dalam ember berisi air—untuk mengetes kalau jam tangan yang dia pakai tahan air sebagaimana yang telah diperintahkan.

“Kok gue deg degan ya Lan?” Yunike berbisik sambil menyikut lengan Erland.

“Punya lo udah lengkap semua kan?”

“Udah.”

“Yaudah santai.”

“Muka panitianya judes-judes semua njir serem.”

“Biasa lah kalau lagi acara kaya gini kan suka dibuat-buat sok galak.” Suara Erland yang kelewat santai membuat Yunike mendesis pelan. Tak pernah ia melihat Erland panik, atau paling tidak ketakutan.

“Ada waktu 10 untuk solat ashar, tapi sebelum itu barang-barang kalian dirapiin dulu, alat tulisnya dikeluarkan dan jam tangan kalian bisa diambil di sini.”

Tanpa perlu menunggu lama lagi, mereka samua langsung bergerak memunguti barang-barang yang tercecer di atas matras dan menatanya kembali ke dalam carier dengan hati-hati. Belajar dari pengalaman waktu Pradik, mereka akan disuruh packing ulang jika hasil packing mereka berantakan, dan itu sangat melelahkan.

Erland melipat matras jadi dua bagian sama panjang, menggulungnya, lalu memasukkannya ke dalam trash bag sebelum dimasukkan lagi ke dalam carier. Hal ini untuk menjaga barang-barangnya agar tetap aman dan kering. Meski cariernya dilengkapi rain cover, tetapi tetap saja tak bisa menjamin seratus persen. Dia diberi tahu tips ini ketika belajar materi mountaineering.

Selain demi menjaga barang bawaan agar tetap kering bila kehujanan, memasukkan matras ke dalam carier juga dapat membuat hasil packing jadi lebih rapi karena carier dapat berdiri tegak dan bebannya tidak menumpuk di bagian bawah yang akan membuatnya tidak nyaman saat digunakan.

Setelah itu Erland mulai memasukkan satu persatu barang-barangnya sesuai dengan apa yang sudah dia pelajari. Bagian paling bawah diisi oleh sleeping bag, pakaian ganti, dan disusun terus sampai barang yang paling krusial diletakkan di paling atas. Barang-barangnya pun sudah dia kelompokkan dan dimasukkan ke dalam kantong kresek agar tidak tercecer.

Meski belum lama mendaftar Mapala, sudah ada banyak hal yang Erland pelajari. Dari yang sulit seperti navigasi, sampai yang paling sederhana seperti cara mengangkat carrir yang benar. Kalau tidak ikut Mapala, sepertinya Erland tidak akan mengetahuinya.

Setelah selesai packing Erland memperhatikan carriernya cukup lama untuk memastikan bahwa hasil packingnya sudah rapi, setelah itu barulah dia membantu teman-temannya.

☾☽☾☽☾☽

Chiara baru memeriksa ponsel setelah selesai membaca novel. Dia melihat ada satu pesan dari Erland. Isinya cukup membuat Chiara tersenyum kecil.

Erland :
Aku tau kamu gk nanya, tapi siapa tau nanti kamu nyariin. Seminggu kedepan aku gk megang hape soalnya dikumpulin.

Chiara :
Semangat ya Erland diksarnya 😊

Saat Chiara membalas, tanda ceklis di whatsapp Erland sudah berubah satu, pertanda kalau dia sudah offline. Chiara agak menyayangkan kenapa tadi dia tidak mengecek ponsel.

Chiara diam sambil memandangi ponselnya, beberapa detik kemudian sebuah ide terbesit di benaknya. Ia cari akun Mapala Erland di instagram, dan ia pun tersenyum saat melihat beberapa story baru, terutama ketika melihat sosok Erland sedang berbaris rapi sambil mengenakan kaus putih polos, dipadu celana lapangan berwarna hitam dan topi rimba dengan warna serupa.

Namun senyum Chiara langsung pudar begitu menyadari siapa yang berdiri di samping Erland. Sesaat Chiara lupa kalau Yunike juga daftar Mapala.

Keduanya berdiri memandang lurus ke depan, rambut Yunike diikat ke belakang. Ia mengenakan topi rimba berwarna merah. Meski tanpa makeup, kecantikan Yunike terpancar sempurna. Mereka berdua terlihat cocok. Chiara tak bisa membayangkan akan seperti apa jika dirinya yang berdiri di sebelah Erland.

Lagi-lagi ia merasa rendah diri. Sulit sekali untuk menghilangkan perasaan itu. Selama ini Chiara selalu merasa kecil, tak pernah ia merasa bangga, atau sekadar percaya diri, bahkan ketika saat ia berada di rumah sekalipun. Ibu mau pun ayannya tak pernah memuji Chiara,  malah lebih sering memarahinya. Jika anak perempuan lain selalu menjadi yang paling cantik di mata orang tua mereka, tidak dengan Chiara.

Mungkin orang tuanya tak mau berbohong hanya untuk menyenangkan anaknya.

“Ada orang secantik ini di samping kamu Lan, kenapa kamu bisa suka sama aku?” gumam Chiara. Dia sedang sendirian di kamar karena Rindu sudah pulang tadi pagi.

Orang bijak pernah bilang bahwa cinta itu tidak memandang fisik, tetapi pada kenyataannya hanya yang tercantik dan yang menarik lah yang akan dicintai. Itulah kenapa Chiara sulit mempercayai perasaan Erland.

Dia juga takut.

Takut bersanding dengan Erland, takut dianggap tidak cocok, takut perasaan Erland hanya sesaat, dan masih banyak ketakutan-ketakutan lain yang belum bisa Chiara atasi.

Takut bersanding dengan Erland, takut dianggap tidak cocok, takut perasaan Erland hanya sesaat, dan masih banyak ketakutan-ketakutan lain yang belum bisa Chiara atasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gak kerasa besok hari terakhir di 2023. Sudah siapkah kalian menyambut tahun baru?

#Sukabumi, 30 Desember 2023

BelamourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang