☾11☽ Crush

388 39 5
                                    

Seharusnya hari itu Samudra ada kuliah pagi pukul 07.00, tetapi dirinya baru bangun pukul 07.15. Entah kenapa ia tidak mendengar suara alarm yang sudah ia pasang semalam. Dengan wajah panik ia segera bangun dan menengok kamar sebelah yang masih tertutup rapat. Ia pikir Erland sudah berangkat, tetapi ketika pintu kamar itu dibuka, Samudra menemukan sosok Erland masih terlelap lengkap dengan sarungnya yang belum dilepas.

“Woy Lan udah setengah delapan. Kita kesiangan!” ujarnya sambil menepuk-nepuk lengan Erland dengan brutal.

Erland membuka matanya dan menguap lebar. Wajah tanpa ekspresinya itu menatap Samudra beberapa detik.

“Hari ini matkul apa?” tanyanya dengan suara parau khas bangun tidur.

“Pengantar geografi.”

“Yaudah lanjut tidur aja. Percuma berangkat juga entar gak dibolehin masuk,” responnya santai.

“Anjir. Mau bolos nih kita?”

“Jatah bolos kita masih utuh.”

“Iya sih,” kata Samudra terdengar ragu.

Dosen yang mengajar pagi ini memang terbilang killer. Beliau hanya menoleransi keterlambatan di bawah sepuluh menit, lebih dari itu jangan harap bisa masuk ke kelasnya. Pilihan terbaik adalah bolos sekalian dari pada nekat berangkat dan berujung diusir lalu akan diingat sebagai mahasiswa yang pernah terlambat. Namun, masalahnya beliau juga sangat ketat soal kehadiran. Sialnya lagi beliau adalah dosen walinya Samudra.

Dosen wali itu ibarat wali kelas sewaktu SMA, bedanya dosen wali tidak memegang semua anak dalam satu kelas, hanya beberapa saja dari setiap angkatan. Jadi, anak-anak dalam satu kelas bisa memiliki dosen wali yang berbeda.

“Tugasnya gimana woy? Kan harus dikumpulin hari ini.”

“Gampang, entar taro aja di mejanya. Tumpukkin sama yang lain,” jawab Erland tanpa membuka kedua matanya dan bersiap kembali ke dunia mimpi.

Padahal sama-sama kesiangan, tetapi Erland terlihat tidak ada panik-paniknya sama sekali. Samudra jadi merasa heboh sendiri walau sebenarnya itu adalah reaksi wajar bagi mahasiswa yang jarang bolos kuliah.

“Yaudah gue juga mau balik tidur. Lumayan masih ada waktu.”

Samudra kembali ke kamarnya, tetapi rasa kantuknya sudah hilang. Tak seperti Erland, dia tak bisa melanjutkan tidurnya. Akhirnya dia memilih mandi mumpung kamar mandi lagi kosong, dilanjut main mobile legends.

Pukul 10.30 mereka berdua baru berangkat ke kampus dengan ogah-ogahan karena matahari terlalu terik menyambut mereka. Rasanya seperti ada dua matahari yang bersinar secara bersamaan. Kalau kutub ada di sana pasti langsung meleleh esnya.

Erland dan Samudra menaiki tangga ke lantai dua, berbelok ke kanan lalu berhenti di depan ruang dosen. Keduanya kompak saling tatap untuk menentukan siapa yang akan masuk duluan.

“Lo aja yang masuk sana,” titah Samudra.

Erland tak menjawab. Dia mengintip ke dalam dari kaca jendela meski tahu kalau perbuatannya akan sia-sia karena di dalam ruangan itu masih ada ruangan-ruangan lain yang lebih kecil dan ruangan dosen yang mereka tuju ada di bagian dalam.

“Lo hapal jadwalnya Bunda gak?” tanya Erland. Bunda adalah julukan anak-anak di kelasnya untuk menyamarkan nama dosen killer itu agar tak ketahuan kalau lagi membicarakannya.

“Nggak lah.”

Mereka berdua berdebat di sana hingga seorang dosen laki-laki yang hendak keluar, menyelanya dengan bertanya, “Cari siapa Mas?”

“Bun—Bu Desi Pak,” jawab Samudra hampir keceplosan memanggil Bunda.

“Bu Desi sepertinya masih ada kelas. Ruangannya kosong.”

BelamourWhere stories live. Discover now