☾27☽ Denial

462 44 15
                                    

“Kamu selama liburan beneran gak kemana-mana?” tanya Erland sembari menggeser gelasnya yang berisi lemon tea ke sebelah kirinya. Pagi tadi dia baru tiba di Semarang setelah liburan panjang selama dua minggu. Orang pertama yang ia temui selain penghuni kos adalah gadis di depannya.

“Aku sempat main ke Ambarawa sama Rindu.”

“Selain itu?”

“Cuma di kos. Belajar sama baca novel.”

Erland manggut-manggut tanpa mengalihkan pandangannya dari Chiara yang semakin terlihat manis setelah lama tak bertemu. Meski hampir setiap hari mereka bertukar pesan, Erland tetap menyimpan rasa rindu terhadap gadis itu. Erland tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, menghitung hari dan menanti pertemuan dengan seseorang, bahkan saat bersama mantan pacarnya dulu pun tak pernah. Padahal waktu itu mereka beda sekolah, tak punya banyak waktu untuk bertemu, sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, sejauh yang Erland ingat, dia tak pernah benar-benar merindukannya.

“Liburan kamu gimana Lan?” Chiara balik bertanya setelah beberapa saat. Bahkan suaranya terdengar menyenangkan di telinga Erland.

“Main game, ngejagain adikku, jadi tukang ojek eksklusif mamaku.”

“Aku gak tau kalau kamu punya adik.”

“Masih kecil, baru tiga tahun. Aku juga gak nyangka bakal punya adik yang umurnya jauh banget. Kirain aku bakal jadi anak tunggal kaya raya.” Sebuah candaan yang ia lontarkan dengan wajah datar andalannya itu berhasil menarik sudut-sudut bibir Chiara dan membuatnya terkekeh pelan.

“Adik kamu cewek apa cowok?”

“Cowok.”

“Wah, sama lho adikku juga cowok.”

Tak ada hal penting dalam percakapan mereka. Hanya seputar kehidupan sehari-hari, dan cerita Erland soal Diksar tempo hari. Chiara yang sampai detik ini tidak mendaftar ke organisasi apa pun tampak tertarik dengan cerita Erland. Ia mendengarkan penuh seksama, sesekali berujar untuk menanggapi.

Satu hal yang tidak Erland ketahui adalah rasa mengganjal yang menghimpit dada Chiara ketika nama Yunike keluar dari mulutnya, dan Chiara kehilangan minat saat cerita tentang Yunike mengalir begitu saja.

Chiara bertanya-tanya ada apa gerangan dengan dirinya. Perasaan asing itu membuatnya tak nyaman, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasinya. Ini bukan pertama kali ia mendengar Erland menyebut nama Yunike, ia pun bukannya tak tahu bagaimana kedekatan hubungan mereka. Semua yang berkaitan dengan Erland dan Yunike adalah hal yang wajar, yang tidak wajar adalah dirinya yang merasa terganggu karena hal itu.

“Kamu gak apa-apa?” Erland menghentikan ceritanya dan bertanya khawatir begitu menyadari perubahan raut wajah Chiara. Binar di matanya meredup, dan senyumnya lenyap.

“Maaf, aku barusan gak fokus.” Chiara mencoba mengendalikan ekspresinya dan berusaha bersikap seperti sebelumnya.

Ketika pulang, Chiara masih memikirkan perasaan tak nyaman yang sempat menggerogoti hatinya. Ia menemukan Rindu sedang menonton film, ragu-ragu ia mendekat dengan niat bercerita pada Rindu, tetapi ia langsung mengurungkannya sedetik kemudian dan memilih memendamnya sendiri. Alhasil dia hanya duduk termangu di atas tempat tidur.

Setelah berpikir lama Chiara akhirnya punya dugaan tentang perasaan asing yang bersemayam di hatinya itu. Namun, ia takut untuk menyadarinya, dan lebih takut untuk mengakuinya sehingga ia memilih untuk membodohi diri sendiri dan pura-pura tak mengetahui. Padahal ia sudah berjanji untuk lebih jujur pada dirinya sendiri.

Helaan napas yang menguar dari mulutnya beberapa detik kemudian ternyata cukup keras hingga membuat Rindu menoleh dan bertanya ada apa. Rindu memicingkan mata menyadari raut wajah Chiara yang tak seceria ketika dia berangkat.

BelamourWhere stories live. Discover now