12

66 9 0
                                    

Halo teman teman apa kabar? Ini adalah bab baru untuk cerita ini hehe selamat membaca

.
.
,
.
.
,

°°°°

Ding dong~~
Suara bel rumah terus menggema.
Dara, yang sedang merasa tidak sehat, terpaksa harus meninggalkan tempat tidurnya untuk membuka pintu.

"Siapa di sana?"
Pertanyaan itu terlontar dari gadis itu sebelum ia sepenuhnya membuka pintu.

"Saya, Gibran."

Mendengar jawaban tersebut, Dara pun membuka pintunya.

"Apakah ada yang bisa saya bantu-"
Sebelum gadis itu sempat menyelesaikan kalimatnya, Gibran sudah menarik tangannya untuk duduk di sofa.

"Sssttt, diam."
"Saya membawakan kamu bubur, sop, dan buah. Kamu harus makan ini agar cepat pulih."

"Tapi bukankah hari ini bapak ada pertemuan?"
Tanya Dara

"Saya membatalkannya."

"Tapi pak-"

"Dara! Sudah, jangan banyak bertanya. Sekarang kamu makan bubur ini dulu, saya akan memotong buahnya."

Dara yang masih bingung hanya memegang mangkuk berisi bubur yang dibawa oleh Gibran. Gadis itu terkejut melihat perilaku atasan nya seperti itu.

"Kenapa tidak dimakan? Sini saya suapin."

"Eh pak, tidak perlu. Saya sudah makan."
Dara menjawab sambil menahan tangan Gibran yang hendak menyuapinya.

"Baiklah, kalau begitu makanlah buahnya."

"Pak, terima kasih banyak ya."

Tiba-tiba, Gibran memukul meja dengan tangan yang memegang pisau buah. Tentu saja Dara terkejut melihatnya, seolah-olah ia telah mengucapkan sesuatu yang membuat Gibran tersinggung.

"Dara, karena kita tidak di kantor, saya pikir kita tidak perlu terlalu formal."

"Apa maksud bapak?"

"Mulai sekarang, jangan panggil saya 'bapak' jika kita tidak di kantor. Cukup panggil saya Gibran saja, atau menggunakan 'lo' dan 'gue' juga diperbolehkan."

"Tapi saya tidak biasa pak."

Gibran menatap Dara dengan tatapan sinis.

"Maksud saya Gib."
Dara menjelaskan dengan rasa takut melihat tatapan Gibran.

"Ah, saya tidak bisa, bapak lebih tua dari saya, bagaimana saya bisa memanggil Anda dengan sebutan 'Gib'."

Gibran hanya tersenyum mendengar Dara berbicara seperti itu.

"Ding dong"
Bel rumah berbunyi lagi, suara itu membuat Dara dan Gibran terdiam sejenak. Mereka tidak tahu siapa yang akan mengganggu ketenangan Dara kali ini.

Dara bangkit dari sofa dan menuju pintu. Kali ini ia tidak bertanya siapa yang membunyikan belnya. Ia langsung membuka pintu itu.

"DARAAA"

Adit datang membawa seikat bunga mawar dan juga buah-buahan untuk Dara.

"ADITYA LO NGAPAIN KESINI?"
Gibran tiba-tiba berteriak ketika mengetahui Adit yang telah mengganggu momennya bersama Dara.

"Lho? Bukankah lo ada meeting?"

"Dan lo? Bukannya seharusnya lo kerja hari ini?"

Kedua pria itu saling melemparkan pertanyaan satu sama lain yang tidak berujung dengan jawaban.

"Cukup sudah!!"
"Ayo masuk, Dit."
Dara menghentikan pertengkaran kedua pria itu.

.
.
.
.

Cinta kepada orang yang sama


"Dar, ini gue bawain buah untuk lo."
Adit menyerahkan buah untuk Dara.

"Terima kasih, Dit."
Dara mengambil buah itu.

Akhirnya mereka bertiga duduk di sofa yang sama, suasana menjadi canggung seketika. Gibran dan Adit hanya saling bertatapan dengan mata sinis. Dan Dara hanya menonton acara TV.

"Kalian juga makan buahnya, banyak sekali ini."
Dara mencoba meredakan suasana.

Kedua pria itu pun berebutan mengambil buah apel yang berada di depan Dara.

"Gue mau buah apel itu"


"Gue juga mau itu!"
Sahut Gibran sambil merenggut buah apel di tangan adit.

Dara hanya bisa menghela nafas panjang melihat perilaku anak-anak dari kedua pria itu.

Tiba-tiba, ponsel Dara berdering. Gadis itu meminta kedua pria itu untuk tenang sejenak.

"Sssttt, saya perlu menjawab telepon ini."

Dara meraih ponselnya yang diletakkan di atas meja di depannya.

"Halo, Jean," ucap Dara memulai percakapan.

Gibran dan Adit segera menoleh bersamaan mendengar Dara menyebut nama Jean.

Kedua pria itu saling bertatapan seolah-olah sedang berkomunikasi tanpa kata.

"Jean?" bisik Gibran kepada Adit.

Adit hanya menjawab dengan mengedipkan mata dan memilih untuk menunggu Dara menyelesaikan percakapannya dengan Jean di telepon.

Dan ketika Dara menutup panggilannya.

"Telepon dari siapa?" tanya Gibran dan Adit bersamaan.

"Oh, itu teman saya, namanya Jean," jawab Dara.

"Banyak orang nama nya Jean, Gib. Itu ga mungkin dia," bisik Adit kepada Gibran.

"Mengapa berbisik-bisik?" tanya Dara dengan rasa bingung.

"Oh, ya, Pak Gibran pasti mengenal Jean, bukan? Dia sempat mencari bapak beberapa waktu lalu."

Sekali lagi, kedua pria itu saling bertatapan. Ternyata benar, Jean yang dimaksud Dara adalah Jean yang mereka kenal.

"Dia mencari saya? Untuk apa?" tanya Gibran kepada Dara.

"Saya kurang tahu, Pak," jawab Dara.

Melihat Gibran yang tampaknya sedang tidak dalam mood yang baik, Aditya, yang juga teman dekat Gibran, memutuskan untuk berpamitan kepada Dara.

"Yaudah, Dar, sebaiknya lo istirahat sekarang. Kita berdua mau balik ke kantor," kata Aditya sambil menepuk pundak Gibran.

Gibran hanya menoleh dengan ekspresi kesal ke arah Adit.

"Iya, makasih ya udah mampir kesini, maaf ngerepotin"

"Ngga kok"
Jawab Gibran dan Adit bersamaan.

"Dara, saya pamit ya jaga diri kamu baik baik, kabari saya kalau kamu ada apa apa"
Ucap Gibran.

"Kabarin gue juga"
Sahut Adit

.
.
.
.

°°°

Segini dulu yahh, terimakasih sudah membaca dan semoga kalian suka dengan judul baru ceritanya ya🤍🤍

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SAYS Where stories live. Discover now