Life : 06

2K 301 76
                                    

Yang awalnya jarang ada obrolan, kini makin-makin tidak ada obrolan sama sekali, menyapa saja enggan. Semua karena kejadian malam waktu itu. Tristan yang meneriaki Abian. Abian yang sakit hati Tristan tidak mendukungnya sama sekali.

Dari sana Abian masa bodo dengan kehadiran Tristan. Jadi sering menginap di kosan teman atau kalau pulang selalu tidur di luar. Ini ya definisi pisah ranjang? Bisa jadi. Karena memang Abian mengabailan Tristan sepenuhnya. Sakit hatinya berlipat, ya karena keputusan Tristan, karena Tristan tidak adil, dan karena teriakan Tristan. Sakit hati, orangtunya saja yang merawat Abian dari masih dalam kandungan tidak pernah meneriaki, ini yang baru bersama hitungan bulan sudah membentak.

Ya memang Tristan suami Abian, tanggungjawab Abian juga ada pada Tristan, tapi kalau misalnya menikah ini jadi harus membatasi semua impiannya, Abian pilih tidak menikah saja. Ia menyesal. Amat. Tidak pernah ada tuh sosok suami mengayomi pada Tristan. Mana janjinya saat akad dulu? Ada? Selain uang yang Abian terima, selebihnya tidak ada.

Tapi Abian tidak butuh uang. Ia tidak menikah dengan Tristan hanya karena uang, dan tanggungjawab atas Abian ini juga bukan perkara uang.

Hah!

Baru ini benar-benar Abian sesali pernikahannya ini. Mananya bahagia setelah menikah? Tidak ada. Yang menikah setelah pacaran lama saja masih ada masalah dan mengeluh kurang bahagia, gimana Abian yang sampai detik-detik mau akad belum tau siapa pendampingnya?

Menyesal. Sungguh. Kalau bisa Abian sudahi, sudah ia lakukan. Sifat tenang dan dingin yang Abian lihat pada Tristan terntata palsu. Tidak pernah seperti itu. Tristan sudah berani meneriaki Abian, besok apa lagi? Mungkin nanti bukan kekerasan secara verbal lagi yang akan Tristan lakukan, bisa jadi fisik.

Dengan alasan 'Abian adalah tanggungjawab Tristan'.

Membahagiakan dan mensupport Abian juga tanggungjawab Tristan. Bukan malah dibuat jadi seperti ini. Lah ini, kalau tidak kepepet harus pulang juga Abian malas, untuk apa Abian pulang ke rumah yang bahkan sejak pertama tidak pernah ia anggap sebagai rumahnya.

"Ke kosan gue lagi gak?"

"Liat nanti, paling gue balik dulu sih."

"Oke lah. Kalo mau ke kosan, langsung aja."

"Hmm." Abian sekadar menyahut, mengeluarkan kunci motornya. "Lo langsung balik Tha?"

"Yoi, ngantuk gue."

"Euh, dah kenyang aja lo ngantuk."

"Padahal tadi rungsing banget ngajakin makan."

Atha gelak tertawa, kena telak sindiran dari Danar dan Freski. "Gue belum makan dari pagi weh, laper banget."

"Tadi yang makan sama gue itu apa anjir?! Pake bilang belum makan dari pagi!" makin-makin lah si Freski naik pitam, masalahnya memang tadi Freski yang menemani Atha makan nasi uduk sebelum kelas ke dua hari ini.

Sepertiya energi Atha memang berkurang banyak karena dipakai untuk kuliah. Karena tidak bohong, Abian juga beres kelas yang terakhir tadi merasa perutnya keroncongan. Jadi lah mereka berempat mampir dulu ke kantin buat makan nasi goreng dan soto.

Tidak ada mampir ke kosan dulu, keempatnya langsung pulang ke kosan masing-masing. Ah. Abian rumah. Rumah Tristan. Memang ada rasa mau pulang saja ke rumah orangtuanya, tapi tidak punya alasan yang jelas kenapa Abian pulang kesana. Kalau waktu itu kan karena Tristan sedang di Bandung, ini kan tidak.

Meski sudah ada kejadian begini juga Abian masih tidak bilang orangtua. Takut ibunya itu kepikiran, takut ayahnya marah juga mungkin? Abian masih harus menjaga nama baik Tristan, manjaga nama orangtua Tristan juga. Tidak mau kedua keluarga ini berselisih lah intinya. Pun ini kan rumah tangga Abian dan Tristan, sudah tidak bisa dikit-dikit mengadu pada orangtua.

Imperfection (BL 18+) [COMPLETE]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu