Life : 10

2.3K 296 115
                                    

Tristan paham, sadar benar kalau niatnya membawa Abian ke Singapura itu terdengar seperti paksaan di telinga ayahnya. Karena mereka tau kalau pertemuan malam ini sebenarnya bukan hanya untuk makan-makan, tapi untuk membicarakan bagaimana kalau Abian dikembalikan saja pada orangtuanya demi kebahagiaan Abian, dibanding harus dipertahankan dengan Tristan yang tidak becus jadi suami.

Tentu Tristan masih kurang percaya diri kalau ia bisa menjaga dan membahagiakan Abian, tapi untuk mengembalikan Abian pada orangtua ternyata berat juga.

Tristan benar-benar merasakan Abian membaik dari hari ke hari, sudah mulai terbuka, dan sudah mau bercanda. Melihat rengutan Abian saat memilih pakaian tadi menurut Tristan lucu. Kekehan mereka sebelum masuk restoran tadi juga jadi kenangan amat berharga. Tristan mulai menikmati situasi dimana Abian mulai bergantung padanya, dari soal keputusan cuti kuliah, sampai soal memilih makanan seperti tadi.

Memang hanya hal sepele, pun hanya beberapa saja tidak banyak. Kedepannya masih belum tau akan seperti apa. Apa benar hubungan mereka akan baik-baik saja? Apa benar Tristan tidak akan membuat Abian kesakitan lagi? Tristan belum tau. Tapi tetap.. ternyata Tristan merasa berat untuk mengembalikan Abian pada orangtuanya.

Ia padangi cincin pernikahan yang melingkar di jari manis tangan kanannya. Sejak pertama dipakai selalu di sana tidak pernah ia lepas. Tristan pikir dulu, kalau hanya itu yang menandakan ia sudah menikah, tapi sekarang Tristan paham, kalau cincin itu yang mengikatnya dengan Abian, cincin itu yang membuktikan kalau Tristan adalah suami Abian.

"Kak?"

"Ya?"

"Gak papa?"

"Gak papa kok." lagi-lagi, yang bisa Tristan berikan hanya senyuman. "Udah makannya?"

"Hm."

"Mau puding? Aku pesenin ya?"

"Tapi aku kenyang banget Kak."

"Kan bisa pelan-pelan makannya, mau?"

Abian menggeleng, "Kenyang." jawabnya yakin.

"Ya udah." dan makin lebar, mengelusi kepala Abian.

Iya. Tristan masih sadar kalau ia amat telat. Harusnya sejak pertama ia perlakukan Abian seperti sekarang. Harusnya sejak pertama Tristan lebih mendekatkan diri pada Abian. Harusnya memang sejak pertama Tristan memperhatikan Abian.

Bukan baru sekarang, setelat ini, begitu Abian akan dikembalikan.

Penyesalan Tristan begitu dalam, sampai berulang-ulang tergambar di ingatan. Semua perlakuannya pada Abian. Tapi menyesal sekarang pun rasanya telat. Tristan sudah di hadapan kedua orangtua Abian. Malam ini, laki-laki yang duduk di sisinya ini, akan berada di sisi Tristan untuk terakhir kali.

Mungkin akan terus diulang, kalau Tristan memang telat menyadari perannya. Iya, telat. Tidak. Tristan tidak bosan, karena hanya itu yang mampu buat ia tersadar apa-apa saja yang ia lakukan sepanjang ia menjadi suami Abian. Tidak peduli dengan yang lain, mereka boleh bosan, mereka boleh marah, mereka boleh protes, tapi memang ini yang Tristan rasakan. Yang tidak mengerti tentu tidak akan paham.

Namun mau segimana menyesalnya Tristan, malam ini tetap harus ia relakan. Kalau jalan untuknya dan Abian bukan ada di jalan yang sama, bukan untuk jalan bersama-sama. Setelah malam ini, Tristan akan pada jalannya sendiri, begitu juga Abian. Tristan tidak akan mengikat Abian terjebak dengannya lagi. Abian bisa bebas. Abian sudah bebas, dari jeratan kuat bernama pernikahan.

"Sebelumnya, saya mau minta maaf. Saya pribadi, istri, termasuk anak saya Tristan, minta maaf yang sedalam-dalamnya. Kita semua yang di sini mungkin udah tau juga, udah paham sama masalah belakangan ini, soal Tristan sama Abi."

Imperfection (BL 18+) [COMPLETE]Where stories live. Discover now