Life : 08

2.1K 305 121
                                    

Pagi-pagi sekali Abian sudah datang ke kampus, padahal jadwal kelas hari ini masih nanti jam sepuluh. Tapi memang harus pagi, mumpung mahasiswa jurusannya juga baru satu-dua orang yang datang.

"Ke Ruang Dosen?"

Abian mengangguk. Tangannya dingin, mungkin karena AC mobil tadi, tapi sepertinya yang memicu tangannya semakin dingin ini hal lain. Gugup. Takut. Jujur Abian takut dengan kenyataan yang akan ia dapat nanti. Kalau soal status Abian yang sudah menikah ketahuan oleh orang-orang, Abian tidak terlalu peduli, yang Abian takut kalau memang statusnya yang menjadi alasan Abian terpaksa mundur.

Tok Tok. Baru Abian ketuk, belum dibuka. Tangannya gemetar takut, tapi harus memberanikan diri masuk ke Ruang Dosen, mempertemukan Tristan pada Dosen Walinya juga Kaprodi.

Rasanya Abian tidak perlu melihat satu-satu dosennya untuk memastikan kalau mereka semua memperhatikan sosok Tristan. Tinggi, gagah, rapih dengan kemeja dan dasi pun jasnya. Tampilan kerjanya amat mencolok untuk sekadar tamu di jurusan Bahasa Jepang yang terkenal santai.

Berawal dari perkenalan, basa-basi sejenak sampai semua pembicaraan diambil alih oleh Tristan. Semua dijelaskan Tristan secara mendetil, dari kapan lamaran sampai kapan mereka menikah juga segala macamnya. Abian yang duduk di samping Tristan hanya diam mendengarkan, isi kepalanya penuh dengan ketakutan.

Mungkin soal menikah saat masih jadi mahasiswa ini tidak ada masalah, pikir Abian begitu. Tapi yang Abian nikahi ini laki-laki, perbedaan usia mereka juga cukup jauh sampai dua belas tahun. Apa yang akan dikatakan orang? Mungkin masih ada saja yang menganggap Abian aneh karena menikah dengan laki-laki.

Tidak tau.

Tidak mau Abian pikirkan. Ia terlalu takut dengan kenyataan.

"Kalo untuk bisa lanjut atau nggaknya Abi ikut student exchange ini, kami masih belum tau ya Pak, karena kan masih harus diomongin lagi sama penyelenggaranya, gimana-gimananya. Paling nanti dikabarin lagi, Abi juga bisa fokus UAS sama persiapan buat interview aja dulu."

"Tapi masih bisa diusahain kan? Soalnya kan ini cuma soal status aja, gak ngerubah apa-apa soal student exchange ini, soal kemampuan Abian."

"Pasti, pasti diusahain Pak. Abi juga disini kan kayak mahasiswa terbaik lah, bisa sampe ke tahap ini juga udah bagus banget itungannya."

Tristan menoleh sesaat, melihat Abian tersenyum lemas.

"Kami juga minta maaf, karena tiba-tiba banget ada pertemuan ini, buat minta bukti segala macem, karena kami taunya kan Abi ini ya mahasiswa aja, kayak yang lain. Terus pas liat kalo ternyata statusnya berubah ya kami tanya ke Abi, khawatir juga lah takutnya berefek ke keikutsertaannya ini. Makanya sampe minta bukti ini, kami minta maaf, makasih juga udah luangin waktunya untuk dateng kesini."

Hasil dari pertemuan ini ternyata Abian juga belum mendapatkan kabar gimana nasibnya di program pertukaran pelajar yang ia ikuti. Abian masih belum tenang, mau dibilang untuk tetap fokus pada UAS dan interview nanti pun sulit. Masih jadi pikiran Abian.

Terlebih, kemarin dosennya sendiri yang bilang, kalau program tersebut tidak untuk mahasiswa yang berstatus KAWIN.

"Dosen kamu bilang bakal ngeusahain."

"Hm.."

"Kapan interviewnya?"

"Begitu selesai UAS."

Tidak ada sahutan, berdeham pun tidak, Tristan malah memandangi wajah murung Abian. Terduduk lemas di jok penumpang depan. "Kamu bener-bener serius soal program itu?"

"Ya iya lah Kak! Kalo gak serius aku gak bakal ribut sama Kak Tristan malem itu. Kalo gak serius, kalo aku cuma sekadar hoki aja sampe bisa di titik ini, waktu Kak Tristan bilang gak ngijinin aku, ya aku gak bakal ngotot tetep mau ikut. Aku bakal langsung turutin Kak Tristan."

Imperfection (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang