Episode 9 (Sembilan)

1.5K 12 0
                                    

Pagi harinya aku sudah mandi dan wangi, aku putuskan untuk menjemur pakaian yang belum dilakukan oleh ibuku. Hanya ada pakaian aku dan orangtuaku, pakaian semua kakakku sudah menjadi kewajiban mereka sendiri untuk dicuci.

"Eh May tumben sama kamu, ibu kemana?"

"Kan tadi mbak Tini lihat kalau ibu masih sibuk di dapur, daripada bengong mending bantu jemur pakaian aja."

Aku perhatikan leher mbak Tini begitu banyak tanda merah, belum lagi penampilannya masih sama dengan semalam alias belum mandi.

Seketika mataku terbelalak karena ini hari Minggu dan mas Baron pasti lagi tidur tanpa busana, pastinya juga aroma jantannya akan bertahan sepanjang hari. Karena bila dia libur kerja palingan mandi nanti sore saja.

"Pasti mas Baron belum bangun ya mbak?"

"Kalau libur ya gitu mas-mu itu, palingan bentar lagi bangun."

"Enak ya kalau udah nikah kalau pingin gituan tinggal minta suami saja."

Entah kenapa aku berkata seperti kepada mbak Tini, aku merasa seperti wanita rendahan saja menginginkan hal yang sulit dilakukan.

"Emang kamu sama Bara belum pernah gituan?"

"Idih, ya gak-lah mbak. Emang aku cewe apaan."

"Tapi Bara suka minta?"

"Pernah sih, tapi takut entar mas aku pada marah kalau aku gituan."

"Ya jangan sampai ketahuan dong."

Aku tidak mengerti arah pembicaraan mbak Tini kemana, hanya saja aku merasa kalau dia ingin menjerumuskan aku ke dalam sesuatu yang akan membuat aku menyesal.

"Sudah ah mbak, aku udah beres."

Aku hendak pergi, sampai mbak Tini memanggil aku sebelum pergi.

"Kalau lagi gituan aroma keteknya enak banget May, apalagi cowok kaya Bara. Pasti keteknya bau asem buat merinding."

Aku tak habis pikir baru kali ini mbak Tini kaya gini, apa ini mbak Tini yang selama ini aku kenal.

"Jangan-jangan mbak sama mas Baron sudah gituan sebelum nikah ya?"

Aku melongo ketika dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Mbak gak tahan jadi deh kebablasan."

Aku semakin tak percaya dengan semua ini, mas Baron rupanya sampai sejauh ini dengan mbak Tini.

"Cobain sama Bara!"

Aku seperti orang gila saja mendengarkan perkataan mbak Tini, buru-buru aku masuk ke rumah tanpa memperhatikan jalan.

"Bug."

Aku menabrak mas Baron yang sudah bangun dan hanya memakai celana pendek saja tanpa baju, aroma ketiaknya kini benar-benar nikmat dan tidak ada aroma deodoran sama sekali.

"Hati-hati kalau jalan, tuh ada yang nyari."

Aku heran siapa pagi-pagi begini ada mencariku, aku melihat pak Angga dan mbak Yuni ada di ruang tengah.

"Pak Angga? Bu Yuni? Ada apa ya?"

"Gini lho May, mbak besok mau ke rumah orangtua mbak dulu. Jadi mbak minta tolong." Ujar mbak Yuni istri pa Angga.

"Tolong apa mbak?"

"Kata ibu kamu kalau kamu biasa bersih-bersih, nah jadi mbak mau minta tolong sementara gak ada mbak buat rapikan rumah."

"Tapi mbak."

"Nanti ada upahnya kok May." Imbuh pak Angga.

Mendengar ucapan pak Angga sulit rasanya untuk menolaknya, terlebih aku akan berdua bersama pak Angga.

"Saya pulang sore jadi aman, kamu bisa beres-beres ketika saya kerja. Gimana May?" Tanya pak Angga.

Nampaknya ayah ibuku sudah menyetujui sebelumnya mungkin daripada aku gak ada kerjaan, terus gak hasilkan uang kenapa mesti menolak.

"Kenapa gak saya saja?"

Tiba-tiba terdengar ucapan yang keluar dari pintu kamar mas Bambang.

"Mbak Yuni?"

Aku jelas kaget karena peluang emasku akan hilang dalam waktu sekejap andai pak Angga atau istrinya menyetujuinya.

"Iya, mas Bambang juga lagi sepi kerjaan. Itung-itung nambah penghasilan."

Terlihat bibir pak Angga akan berbicara dan seketika mataku berbinar.

Bersambung

My Fetish with Tetangga.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang