BAB 10 : Perang Mendekat II

137 31 4
                                    

15 Juni 1914.

London, Inggris.

Warga berdemonstrasi di depan kantor Perdana Menteri, di jalan downing. Ya, warga Inggris yang bangga dengan angkatan laut mereka geram dan marah karena kali ini di salip Prancis dan Jerman.

Selain itu, politik Eropa semakin carut marut dengan semakin kuatnya pengaruh Jerman di negara sekitarnya, seperti Belanda, Austria Hungaria, Denmark, Italia, Bulgaria dan Kekaisaran Turki.

Prancis dan Jerman sudah bersiaga di perbatasan masing - masing, hanya tinggal satu pemicu dan mereka akan baku hantam disana.

Italia, meski setuju beraliansi dengan Jerman dan Austro - Hungaria, mereka sangat menginginkan Daratan Tirol dan Balkan Austria - Hungaria.

Bulgaria ingin mengambil constantia dari Romania dan Nish dari Serbia.

Utsmaniyah yang sekarang ingin membangkitkan barbarianisme mereka, saat ini mereka sudah memandang seluruh Balkan dan Mesir.

...

Di ruang rapat Kantor Perdana Menteri.

Saat ini, di ruang rapat Perdana Menteri beberapa orang berkumpul dengan duduk melingkar. Mereka adalah kabinet yang berada di bawah naungan Perdana Menteri Asquith.

"Baiklah semuanya, selamat pagi di hari yang cerah ini." Ucap Asquith membuka rapat umum di kantornya, namun kata - kata terakhirnya nampak seperti ironi saat ini.

"Baru - baru ini aku mendapat laporan bahwa Eropa semakin tegang... Prancis tidak akan serius membuka tembakan, bukan?." Tambahnya menatap semua kabinetnya, dia bergurau sedikit yang dibalas beberapa tawa.

Ya, Prancis masih memiliki dendam terhadap Jerman beberapa waktu lalu. Sekarang, domestik mereka siap meledak untuk memulainya.

"Ya, Yang Mulia Perdana Menteri. Para Gaul itu seperti nenek moyang mereka yang mudah tersulut emosi sesaat." Balas seorang pria tua, dia adalah Edwin Montgau, Sekretaris Finansial dan Harta Benda. Dia juga seorang Yahudi dan menjadi Yahudi Ketiga di kabinet.

"Haha! Nah, Sir George bagaimana keuangan kita hingga minggu ini? Jika terjadi perang, bagaimana rencanamu untuk ke depan." Asquith tertawa sejenak, dia lalu menatap seorang pria dewasa bernama David Lyold George, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan Britania Raya.

"Yang Mulia, saat ini kami sedang berupaya untuk menaikkan pajak dari barang impor dan barang mewah, selain itu kami mencoba meminjam uang dari bankir untuk mempersiapkan, jika perang akan berlanjut." Balas George dengan lugas, yang mendapat anggukan dari Asquith.

Kemudian, pria itu menatap seorang pria berusia 30 - an, dengan pakaian sipil dan berwajah gemuk. Dia adalah Winston Churchill, First Lord Admirality Britania Raya.

"Bagaimana kabar dari Angkatan Laut?." Tanya Asquith, dia sangat prihatin dengan Angkatan Laut. Karena, mereka tidak pernah mau tunduk dan selalu meminta uang untuk membangun Dreadnought terbaru.

"Itu luar biasa, Yang Mulia. Dan kami siap melawan musuh Britania Raya kita yang hebat. Selain itu, kami meminta untuk dibangunnya kapal ba-." Balas Winston Churchill dengan senyum profesional, dia belum menjadi perokok seperti saat Perang Dunia Kedua.

Saat Winston ingin meminta pembuatan kapal perang baru, di kelas Dreadnought. Dirinya langsung dipotong oleh Menteri Keuangan George, yang keberatan.

"Tidak! 8 sudah cukup! Kami akan kehabisan uang jika ini terus berlanjut!." Seru George yang tidak suka Angkatan Laut menghambur - hamburkan uang, demi kapal perang yang bahkan belum teruji kemampuannya.

"Ini demi Britania kita yang hebat, Kekaisaran dimana Matahari Tidak pernah terbenam! Lihatlah Prancis yang membangun 10 Dreadnought dan Jerman 11 Dreadnought! Kita tertinggal!." Seru Churchill yang marah dengan penolakan George.

Rise of The Eastern DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang