PROLOG

253 22 0
                                    


20 September 2001.


Pemuda dengan ransel hitam biru itu berdiri di hadapan bangunan sekolah besar. Ia menatap papan nama di atas gerbang.

SMU NUSANTARA 3 JAKARTA.

Raut wajahnya berubah, lebih menyendu dari sebelumnya. Ia memandangi sekitar. Para murid putih-abu abu melangkah mendahuluinya memasuki area sekolah. Beberapa kali lewat ada yang membawa sepedea, beberapa juga datang dengan skateboard warna warni mereka. Beberapa datang bergandengan, atau bergerombolan datang jalan kaki.

Suasana pagi itu sejuk, tapi baginya terasa asing.

Ia menunduk, mengangkat kedua tangan terbuka ke atas. Memandangi telapak tangannya, entah untuk apa. Seakan memastikan bahwa dia nyata.

Pemuda jangkung itu meneguk ludah, dengan gugup melangkahkan kaki mengikuti yang lain memasuki area sekolah. Memutuskan berbaur dan mengikuti saja arus kemana hari ini.


"Abi!"

Suara teriakan terdengar. Pemuda itu terus melangkah tak mengindahkan.

"ABIMANYUUUUU!!!"

Seseorang melompat ke arahnya, membuatnya memekik kaget dan hampir terjatuh.

"Bi! Udah sembuh lu!?"

Pemuda dengan ransel biru hitam itu menolehkan kepala. Mendapati seorang murid seragam putih abu abu lebih pendek darinya dengan wajah bulat tersenyum lebar menyambut. Ia jadi melebarkan mata terperangah.

"Kemaren gue jenguk lo! Nenek Uti ngasih tau nggak? Tapi waktu lo belum bangun. Gue kaget lo tau-tau nongol abis libur cawu!"

Pemuda itu mengernyit, "cawu?" ulangnya tak mengerti.

"Bi, gue khawatir banget. Sekarang lo nggak papa, kan?" Laki-laki berpipi bulat itu masih menggebu-gebu, kini menepuk kedua lengan pemuda yang dipanggil 'Abi' itu memastikan.

Pemuda tinggi itu meneguk ludah lagi, mencoba menguasai diri. "I.. iya..." Ia menjawab kikuk. "Tapi..."

Anak laki-laki di depannya mengernyit, menunggu kalimat berikutnya yang digantung.

"Jadi gini, eung gue..." Pemuda bernama Abi itu menghela nafas kasar, bingung mau menjelaskan secara singkat bagaimana.


"Elo siapa?"

Akhirnya, itu yang dia cetuskan setelah berpikir beberapa detik.


"Ha?"

"Nama lo. Nama lo siapa? Lo temen gue?"

"Lah?"

Pemuda dengan panggilan Abi itu merapatkan bibir, "sorry.... jadi ada efek setelah gue sakit... Gue hilang ingatan. Termasuk nama gue."

Laki-laki di depannya melongo.

".....OHHHHHHHHHHH...." Ia berikutnya jadi manggut-manggut paham. "Anemia?"

"Amnesia," pemuda itu segera meralat. Diam-diam alisnya terangkat, terpana cowok mungil di depannya ini pintar juga karna mengerti istilah itu. Dari kemarin, orang-orang masih tak familiar merasa amnesia adalah istilah biologi asing.

Walau, masih salah sih tadi.

"Gue Raka, Bi. Oh, lo Abimanyu Putra. Lo inget, kan? Lo Abimanyu Putra anak Jatinegara, Gang Bambu situ noh. Lo tinggal sama Nenek lo, lu nggak punya sodara—"

GEMINTANG MILLENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang