Part 06: Saudara Kembar

103 13 2
                                    




Gemintang melongo. Begitupula tiga orang di rumah itu yang sama-sama kaget.

"Elo nggak punya sopan santun buat ketok pintu rumah orang?" Suara terganggu Angkasa membuat Gemintang segera tersadar. "Atau lo mau maling?"

"Ck, Asa!" tegur Aurora menoleh sesaat, lalu kembali memandang Gemintang yang memias malu.

"A... anu..." Cowok itu sempat memandang sekitar. Agak bingung rumah ini terasa familiar tapi di sisi lain banyak hal yang berbeda. 

"Sorry. Gue kira rumah gue! Gue hilang ingatan, kan?" katanya agak cepat karna panik dan malu.

"Ya-yaudah ya! Maaf," Gemintang segera pamit. Berbalik dan berlari pergi begitu saja. Rasanya mau nyemplung ke sumur terdekat sangking malunya.

Ah sial. Kenapa juga sih arah sekolahnya (yang sekarang) sama kayak arah Indomaret deket rumah?!?!?! Gemintang jadi punya muscle memory berbelok begitu saja memasuki rumahnya yang tak banyak berubah di 23 tahun ke depan.

"Abi!!!"

Gemintang melirik. Ia mendecak kecil. Mau tak mau berhenti dan memutar tubuh menghadap Aurora yang mengejarnya.

"Aurora, gue beneran nggak sengaja. Gue hilang ingatan! Tadi juga, gue nggak fokus sampe gue nggak sadar nggak ketok pintu dulu," kata Gemintang segera menjelaskan.

Aurora mendekat, masih dengan seragam putih abu-abu dan rambut yang sudah dikuncir tinggi. "Iya, nggak papa," kata Aurora menenangkan. "Elo tapi ingat rumah lo nggak?"

"Hm." Gemintang mengangguk, "di ujung sana, belok kanan. Rumah Nenek Uti paling ujung, kan?"

Aurora jadi tersenyum, "syukur deh inget," katanya lega.

Gemintang kembali canggung. "Gue... balik dulu—"

"Abi," tahan Aurora lagi. "Elo nggak mau mampir dulu?" tanyanya menawarkan.

Kening Gemintang berkerut, "kenapa?"

"Muka lo penuh luka. Nanti Nenek Uti kaget, gimana?" tanya Aurora khawatir.

Gemintang mengatupkan bibir. Ia menyentuh kecil pipinya, merasa agak nyeri sedikit. Dia tidak ada bercermin, jadi tidak tau pasti wajahnya sekarang sebengap apa.

"Nggak papa," kata Gemintang menolak. Lalu melanjutkan dengan nada berbeda, "lagian Nenek Uti pasti udah biasa liat cucunya luka-luka gini."

Aurora terdiam. Ia jadi merasa tak enak. Gadis cantik berpipi bulat itu menggigit bibir kecil.

"Abi, kenapa lo ngelawan tadi?" tanyanya membuat Gemintang tersentak.

Raut wajah Gemintang langsung berubah tersinggung tak suka. "Terus? Gue harus diam aja?"

Aurora terkejut. Tatapannya jadi memandang Gemintang menyelidik. Gemintang sendiri sadar Aurora tau Abimanyu telah berubah.

"Sebelumnya, gue udah mati karna nggak pernah ngelawan. Nggak ada yang nolong gue. Apa gue harus mati dua kali?" tanya Gemintang sarkas. "Elo, juga Angkasa, nggak peduli sama apapun terjadi. Padahal gue tetangga lo. Gue bahkan teman kelas Angkasa."

Aurora menarik nafas, mencoba menyabarkan diri menghadap pemuda jangkung yang emosi ini. "Abi, Asa kayak gitu karna nggak mau buat masalah."

Gemintang mengalihkan wajah, tak mau terima alasan tersebut. Ia bicara parau tersirat sakit hati. "Sepengecut itu?"

Aurora tersentak. Kali ini, gadis itu lebih tersinggung. "Kenapa lo jadi kayak gini sih?"

Gemintang berdecak, menoleh lagi pada Aurora.

GEMINTANG MILLENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang