Part 04. Pahlawan Pertama, Harusnya...

90 12 2
                                    


Gemintang terus dipukuli di tengah koridor tanpa siapapun yang berusaha menolong atau menghentikan. Garis wajah Gemintang berubah. Rahangnya mengeras. Menghentakkan giginya dengan geram.

Tiba-tiba, tangan pemuda itu meraih kaki terdekat, menariknya kasar sampai laki-laki itu terjatuh keras menghantap lantai. Gemintang bergerak bangkit, balas meninju yang lain. Mendorong keras satu dari mereka. Keempat laki-laki itu jelas terkejut tak siap mendadak ada serangan balasan.

Gemintang bangkit, mengelak saat seorang akan memukulnya. Pemuda jangkung itu merunduk, meraih perut laki-laki berambut kriwil tadi, merengkuh pinggangnya dan mengangkatnya tinggi sampai si rambut kriwil itu berteriak panik sampai bergetar.

Gemintang melemparnya ke arah laki-laki lain, sampai dua orang itu terjatuh ke rerumputan di sisi koridor.

"Waktu masuk judo Papa gue bilang jangan berantem karna kamu bisa bela diri," Gemintang menggeram, "tapi siapa peduli sekarang? Dia bahkan bukan orang yang selama ini dia perlihatkan."

Keempat murid itu tak mengerti, tak mendengar jelas juga. Masih kalut tak percaya. Mereka mencoba membalas sebisanya, tetapi Gemintang sudah melayangkan tinjuan keras. Di saat bersamaan menepis kasar seorang lain yang mencoba mencekik dari belakang.


Orang-orang di koridor jadi mendekat melongok-longok ingin melihat. Tapi seakan ada batas tak kasat mata, mereka tak bisa melangkah lebih dekat menonton dengan takut. Pemuda pendiam yang selalu pasrah tak pernah melawan itu kini mengamuk. Melawan langsung empat orang yang mencoba mengeroyoknya tapi sudah tumbang satu persatu.

Angkasa termasuk di dalam penonton itu. Dengan Aurora memegangi lengannya merasa kasihan juga takut melihat Abimanyu diserang empat orang sekaligus.

Kedua mata Angkasa melebar, menyaksikan Abimanyu mengangkat dan membanting senior yang biasa merundungnya itu. Abimanyu juga melemparkan tinjuan keras. Beberapa kali ia oleng karna terdorong dari serangan balasan, tapi tubuhnya kembali tegap seakan secara naluri sudah biasa.

"Tar," panggil Angasa pelan, membuat Tara menoleh. "Jagain Ara. Nggak usah deket-deket."

Tara tersentak, begitupula Aurora.

"ASA!" jerit gadis cantik itu kaget Angkasa sudah beranjak dan melesat pergi. Tara refleks segera menahan Aurora, walau juga masih kaget tak percaya.


Di tengah perkelahian, dua orang masih mencoba mengimbangi Gemintang yang tak berhenti melawan. Mereka juga mengumpat kasar. Daripada sakit, mereka lebih merasa terkejut pemuda ini punya tenaga sebesar itu.

Gemintang tertarik tiba-tiba. Ia menyangkal ingin menepis.

"BERHENTI BI!"

Suara teriakan Angkasa membuat pemuda itu terkejut. Gemintang terkesiap, menoleh dan termundur melihat Angkasa sudah memegangi lengannya menghentikan amukan pemuda itu.

Seorang lain tak memedulikan dan maju menarik seragam Gemintang yang sudah berantakan. Angkasa segera beraksi menarik lengan Gemintang yang mau refleks membalas.

"ABI, UDAH!" teriak Angkasa meninggi, menarik Gemintang menjauh.

Sosok Satrio datang, terengah-engah berlari datang. "ADA GURU!!!" katanya melapor. Para murid yang menonton jadi mundur makin memberi jarak tak mau terlibat. Empat senior yang tadi mengeroyok juga panik, walau tertatih mencoba berdiri.

Angkasa menarik paksa Gemintang sekuat tenaga. Mencengkeram lengan pemuda jangkung itu, lalu berlari membawa Gemintang. Ia mengarah ke belokan terdekat, memaksa Gemintang mengikutinya berlari kabur.

GEMINTANG MILLENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang