14. Tentang Cinta dan Ae Ra

2 1 0
                                    

Jong Hoon Pov*

 Sejak kemarin sore aku belum bertemu dengan Cinta lagi karena aku pulang larut dan gadis itu sudah tidur. Semalam aku sengaja bermalam di cafe bersama Minki di kamar yang berada di lantai dua. Sejak awal Minki bekerja padaku, aku memang menyuruhnya tinggal di cafe ini karena dia bilang tak punya tempat untuk pulang karena kedua orang tuanya telah meninggal dan sanak saudaranya juga di luar kota. 

 Aku terbiasa bangun pagi, lalu minum teh setelah minum segelas air putih. Aku sedang menyeduh teh di dapur kecil yang berada di depan kamar ketika Cinta datang. Dia lalu duduk di kursi dekat jendela.

 "Kau mau teh?"

 "Sebenarnya aku tak terbiasa minum teh, tapi aku ingin."

 Aku tersenyum, begitupun dengannya. Lalu aku membawa dua cangkir teh dan roti bakar ke meja bundar di depan Cinta. 

 "Terima kasih."

 "Kalau kau lebih suka susu, aku akan membuatkannya."

 "Tidak usah," cegahnya ketika aku hendak kembali ke dapur. "Jika aku ingin, aku pasti akan membuatnya sendiri nanti."

 Aku mengangguk, lalu duduk di kursi yang berseberangan dengannya. Kami menikmati teh dan roti masing-masing sambil menatap keluar jendela. Terlihat beberapa orang sedang bersepeda dan juga jalan pagi di bawah sana.

 "Oppa, kau suka berjalan-jalan di sana? Menyenangkan sekali ya hidup disini." 

 "Kau mau bersepeda? Ada sepeda di basement."

 Cinta mengalihkan pandangannya padaku. "Sebenarnya aku ingin, tapi bagaimana jika ada orang yang tahu jika aku adalah gadis yang bermalam di tempat Jong Hoon Shining boys?"

 Cinta benar juga. Kami pun tertawa, kemudian kembali menikmati teh masing-masing.

 Menikmati teh di pagi hari sambil melihat Cinta yang tersenyum menatap keluar jendela, rasanya seperti mengulang waktu-waktu yang telah lama berlalu di tempat ini bersama Ae Ra. Sama seperti Cinta, Ae Ra juga tak terbiasa minum teh di pagi hari. Sebenarnya masih banyak hal lainnya yang menjadi kesamaan mereka. Dan bahkan nama mereka pun mempunyai makna yang sama, yaitu sarang, love.

 "Bagaimana dengan orang tuamu? Kau sudah mendapatkan ijin?"

 Cinta beralih memandangku, "Belum," jawabnya lesu.

 Sudah kuduga, Cinta pasti akan sulit mendapatkan ijin kedua orang tuanya. Bagaimanapun dia anak gadis 22 tahun yang masih belum dewasa dan yang ku tahu Cinta putri satu-satunya. Ae Ra pernah menceritakan tentang keluarga Cinta padaku. Tentang ibu tiri dan saudara tiri Cinta, dan bagaimana hubungan mereka. 

 "Kalau begitu sebaiknya kau tak menentang ayahmu."

 Cinta kembali memandangku. "Bagaimana kau tahu jika Ayah yang tidak mengijinkanku? Maksudku, apa kau tahu jika aku hanya menunggu keputusan Ayah?"

 Aku mengalihkan pandang, "Bukankah seorang ayah adalah pemberi keputusan?"

 "Iya. Dan keputusan Ayah nanti pasti tak luput dari ibu dan saudara perempuanku. Mereka pasti akan meminta Ayah agar tak memberi ijin."

 "Kenapa?"

 "Mereka tidak menyukaiku karena ibuku itu bukan ibu kandungku, dan saudara perempuanku itu adalah saudara tiriku."

 "Benarkah?" Aku pura-pura terkejut.

 "Maaf, aku jadi bicara hal tak penting ini padamu."

 "Tidak apa-apa."

 Kami sudah menghabiskan semua roti bakar dan juga teh. Minki datang dan duduk bersama kami. Dia menyapa Cinta, mereka pun mulai mengobrol. Sementara aku, aku sedang memikirkan sebuah rencana bagaimana agar ayah Cinta memberikan ijin. Mungkin aku bisa menggunakan Minki.

My Idol, My AhjussiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang