03. Perfect Pain

149 18 6
                                    

03 Perfect Pain

.

Kaisar tidak memberikan perhatian pada wajah ketakutan Elena. Dengan mantap, ia menarik pinggang rampingnya dan memasuki kamar. Tanpa memberi aba-aba, tubuhnya dilemparkan ke kasur secara tiba-tiba. Kaisar menindih tubuh itu, memaksakan ciuman pada bibir Elena. Perempuan itu melawan, akan tetapi tak memiliki cukup tenaga untuk membuat Kaisar beranjak.

"Akh!" Elena meremang dan ketakutan saat bajunya tersingkap serta bra yang dilepas paksa. Kedua tanganya digenggam kuat di atas kepala. Kaisar meninggalkan bekas basah di tubuh Elena cukup banyak. Tak peduli bahwa wanita dibawahnya menangis.

Batin Elena tersiksa. Ia bagai tak memiliki kendali atas tubuhnya sendiri. Meski air mata berderai, Kaisar bagai tak melihat. Pria itu hanya sibuk merangsang setiap bagian sensitif darinya. Kaisar melepas baju dan celana, berhasil menampilkan tubuhnya yang atletis dan gagah. 

Kedua kaki Elena dibuka hanya dengan satu tangan. Kaisar kembali mengecup lehernya tanpa membuat jejak merah. Perlahan memasukan kejantanannya ke dalam milik Elena.

Menahan rasa tak nyaman, Elena menggigit bibir bawah. Ia menutup kedua mata, tak kuasa menerima fakta bahwa pria pertama yang menyentuhkan bukanlah seseorang yang dicintai.

Nafas Elena terengah, rambutnya lembab oleh keringat. Di samping tubuhnya terdapat seorang pria yang baru saja mengambil kesuciannya, Kaisar, sang suami. Dadanya dipenuhi rasa sesak, mengingat bagaimana pria itu memperlakukan dirinya selama mereka menyatu. Nama Clara selalu disebutkan. Bukan ia cemburu, hanya sakit hati karena merasa diperdaya hanya demi kepentingan kedua belah pihak keluarga.

Kaisar bangkit, mengenakan celana hitam yang sebatas lutut. Ia melangkah menuju balkon, menghirup sebatang rokok. Tubuh tegapnya terlihat indah dan maskulin, dengan wajah tegas yang diperindah oleh bulu mata panjang. Secara fisik, Kaisar memancarkan ketampanan khas pria Indonesia. Meskipun begitu, ketampanannya tidak mampu membuat Elena berpaling dari sang pujaan hati, Revano.

Arah pandang Elena berpaling darinya. Wanita itu menghela nafas sekali, menarik guling ke dalam pelukan, lalu tertidur. Besok masih ada pekerjaan yang menunggu. Elana tak tahu bagaimana menghadapi esok, pasti akan ada banyak pertanyaan menghampiri dirinya.

Seperti sedia kala, jam lima pagi Elana terbangun. Hanya saja kali ini pinggangnya dipeluk oleh seseorang dari belakang. Elena menarik tangan kokoh itu lepas dari pinggangnya. Ia bangkit, kemudian bergegas mandi. 

Suara gemericik mengantar langkah-langkahnya ke dalam momen ketenangan. Otot-otot yang sebelumnya kaku kini melunak, menyatu dengan aliran air yang membawa rasa lega dan ketentraman ke seluruh dirinya. Hanya sesaat memang, karena ketika keluar dari kamar mandi, Elena menemui sosok Kaisar yang telah terbangun.

Di bahu kanan Kaisar terdapat sebuah handuk. Lantas ia berjalan ke arah Elena dan mengecup bibirnya. "Selamat pagi, Clara!"

Denyut menyakitkan timbul di hati. Air liurnya terasa asin hanya karena sapaan Kaisar yang menyebutnya Clara. Abai, Elena melanjutkan langkah kaki, mengenakan pakaian yang sesuai untuk bekerja. Tatapannya tak berisi, cermin yang memantulkan wajahnya kini berhiaskan kosmetik milik Clara. Ia terpaksa menggunakannya, tak ingin lebih banyak mulut yang membicarakan tentang penampilan yang tak serapi biasanya. Sepulang dari kantor, Elena berencana membeli barang kebutuhan pribadi. 

Elena tak menghabiskan banyak waktu di meja rias. Tak ada rambut bergelombang seperti biasanya. Agar cepat selesai ia hanya mengikat rambut. Wanita itu bergegas dengan barang yang tak diambil oleh Kaisar, yaitu ponsel dan dompet. 

Untuk ukuran seorang pria, Kaisar menghabiskan waktu cukup lama di kamar mandi. Elena bersyukur, ia bisa berangkat bekerja dengan damai. Taksi online pesanannya menjemput di depan rumah, membawa Elena tiba di gedung perkantoran. 

Perfect PainWhere stories live. Discover now