06. Perfect Pain

109 20 6
                                    

06 Perfect Pain

.

Tepat jam empat sore, Elena meninggalkan gedung perkantoran dengan menaiki taksi online. Seperti yang telah direncanakan, wanita itu pergi ke pusat perbelanjaan. Membeli beberapa lembar dalaman, baju, kosmetik, serta kebutuhan pribadi lainnya. 

Berbelanja ternyata memang merupakan hal yang cukup membantu Elena untuk menghilangkan stres yang ia alami beberapa hari ini. Ia menghabiskan waktu kurang lebih dua jam untuk mencari semua kebutuhan yang telah dicatat dalam aplikasi di ponsel. 

Elena pulang ke rumah Kaisar dengan kembali menaiki taksi online. Sepertinya besok ia harus mengambil mobil miliknya yang berada di rumah keluarga Budiawan. Naik taksi online cukup merepotkan, karena harus menunggu. 

Sepanjang perjalanan, pikirannya kembali berkelana. Menerawang bagaimana kelanjutan kisah percintaannya dengan sang pujaan hati yang hingga hari ini tak menjawab panggilan serta membalas pesan darinya. Elana tak ingin menjadi naif, ia yakin bahwa Revano pasti sudah tahu tentang pernikahannya bersama Kaisar. 

Besok, sepulang bekerja Elena akan menemui Revano. Ia ingin mengakhiri hubungan secara baik-baik. Elena cukup sadar diri, ia sudah tak pantas untuk pria itu. 

Tiba di depan pintu, Elena membuka dengan perasaan berat. Dari ia masuk tak ada Kaisar, tapi ia tahu pria itu berada di rumah, mobilnya terparkir di halaman depan. Pasti ia berada di dalam kamar. 

Kala pintu terbuka, tampak Kaisar yang berpenampilan telanjang dada serta handuk putih melilit pinggangnya hingga sebatas lutut. Rambutnya basah, pria itu baru selesai mandi.

"Dari mana kamu?"

"Dari pusat perbelanjaan," balas Elena jujur. Ia tak mungkin berbohong, di kedua tangannya terdapat beberapa paper bag.

Kaisar sempat melirik benda-benda itu, akan tetapi setelahnya berpaling, mengambil pengering rambut dan duduk di depan kaca. "Bersiaplah! Kita makan malam di rumah keluarga ku."

Elena beranjak, menaruh kantong belanjaannya di walk-in closet dalam sebuah lemari kosong. Ia bergegas mandi setelahnya. Saat keluar penampilan Kaisar sudah rapi dengan kemeja krem berlengan pendek berpadukan celana kain hitam, gaya rambut comma yang menampilkan jidat yang cukup menambah ketampanan pria itu. Akan tetapi, Elena tak begitu tertarik, ia berjalan menuju meja rias dan mengeringkan rambut. Tubuhnya masih mengenakan jubah mandi, dari pantulan cermin Elena menangkap keberadaan Kaisar yang duduk di atas kasur sambil bermain ponsel.

Tangan Elena memoles pewarna bibir untuk sentuhan terakhir dari dandanan sederhana yang ia lakukan. Jejak memerah di lehernya pun telah teratasi oleh foundation. Perempuan itu pergi menuju walk-in-closet dan memakaikan gaun berwarna pink pastel sepanjang lutut, kemudian kembali ke meja rias untuk menata rambut. Elena hanya menguncir setengah rambutnya dengan sebuah jepit pita berwarna putih susu.

Elena sengaja bergaya sedikit lebih manis. Bukan untuk menggaet hati suaminya, ia hanya ingin menciptakan kesan bahwa dirinya baik-baik saja melalui penampilannya malam ini. 

Kaisar tak menjelaskan makan malam seperti apa yang diadakan oleh ibunya. Melihat pria itu mengenakan kemeja membuat Elena berspekulasi bahwa Nyonya Besar Jatmika mengadakan makan malam yang mungkin mengundang keluarga besar. Meski kehadirannya mungkin tak penting, Elena tak ingin terlihat memalukan. 

"Sudah selesai?" 

Kaisar bertanya ketika Elena mengambil tas yang baru saja ia beli dari walk-in-closet.

"Iya."

Tanpa bicara, Kaisar berbalik, melangkah lebih dulu di depan Elena. Lantas, perempuan itu mengikuti dalam diam. Masuk ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Kaisar yang menyetir. Malam itu sunyi, mereka bagai dua manusia asing yang terpaksa berada di ruang yang sama. 

Perfect PainWhere stories live. Discover now