5. Kacamata

80 11 3
                                    

Bangun tidur Helena di pagi hari ini terasa cukup buruk sejak kepalanya mendadak terasa berat saat ia membuka matanya tadi. Pandangannya beralih melihat langit-langit putih yang sudah tak asing itu. Helena terbangun seperti pagi biasanya di kamar kosnya.

Setelah kejadian pingsan semalam, ia dibuat seolah lupa dunia. Ingatan terakhirnya hanya ada teman-temannya yang mengerubunginya saat jatuh pingsan, lalu Danti yang mengantarkannya pulang sampai ke kosan.

Helena memijat pelan keningnya. Asam lambung yang dipicu diet buruknya kemarin benar-benar hendak membunuhnya. Ia tak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, namun yang terjadi kemarin seakan membawanya selangkah lebih dekat menemui ajal.

Sambil terdiam beberapa menit, Helena mencoba menggali lebih dalam lagi ingatannya semalam. Memorinya pecah menjadi beberapa bagian. Dari kejadian di panggung, mual di kamar mandi, lalu jatuh pingsan dan pantofel hitam di depannya.

Tunggu... pantofel hitam?

CKLEK

"Pagi, El."

Pintu kamar kosnya terbuka, fokusnya beralih mendapati sosok Danti yang datang ke sini tiba-tiba.

"Sorry, aku masuk diam-diam tadi. Mau mastiin aja, takutnya kamu enggak bangun-bangun." Danti mendekatinya segera.

Helena terkekeh pelan, nyeri kepalanya mendadak berdenyut kembali dan matanya terpejam merasakan sambaran nyeri "Makasih, Dan, udah bantuin aku semalem."

Danti tersenyum membalasnya. Ia membawakan Helena semangkuk bubur ayam yang sudah dibelinya tadi untuk sarapannya pagi ini. Berhubung Helena juga harus segera minum obat sebelum lambungnya kambuh lagi.

Omong-omong Danti juga mengekos di tempat yang sama dengan Helena. Kamarnya sendiri berada di lantai atas.

"Kamu kerja lagi hari ini?" buka Danti.

Helena mengangguk sambil menyuapi sarapannya itu.

"Emangnya kamu kuat?"

"Doain aja kuat."

"Kenapa enggak ngambil izin sakit aja sih?"

"Dan, aku masih baru. Seenggaknya anak baru jangan absen dulu."

Tampak ekspresi temannya itu terlihat sedikit kecewa. Masalahnya Helena harus kembali bekerja di Elephant Love, dimana ia harus kembali menari di saat dirinya sedang sakit seperti ini.

Di sela-sela kegiatannya, Helena mengambil segera ponselnya di dalam tas. Tanda peringatan baterai habis lamtas berbunyi, ia pun segera mengecas benda pipih itu. Lalu Helena merogoh kembali tasnya, mencoba mencari benda penting lainnya dalam sana dan berselang beberapa detik ia justru tak menemukan benda itu.

Helena dilanda panik seketika. Kacamatanya menghilang. Lagi.

"Kacamataku!?"

Danti sontak terdiam. Keduanya membeku di tempat. Seketika Helena melemas mengetahui kacamatanya tertinggal di loker ruang latihan. Jika sudah seperti ini, mau tak mau Helena harus memakai kembali lensa kontaknya. Di saat ia sangat menghindari benda itu setelah matanya merasa kering karena pertunjukan semalam.

"Kamu enggak pakai softlens, El?" Danti menoleh di sela-sela ia tengah bermain ponselnya.

Helena mendengus. "Aku malah lagi ngindarin pake softlens, Dan. Dokter bilang aku jangan pakai softlens dulu. Mataku udah sakit banget ini," jelasnya.

Kacamata sepenting itu kenapa selalu menghilang di saat ia sedang membutuhkannya. Helena masih menyesali kecerobohannya yang membuat kacamata barunya menghilang. Minusnya sudah bertambah dan kacamata lama pun sepertinya sudah tak dapat membantunya lagi.

into foreverWhere stories live. Discover now