9. Konversasi

81 10 2
                                    

Pemandangan kolam ikan koi di taman kecil rumah besar itu terasa sangat menenangkan untuk dilihat oleh pemiliknya. Kolam itu didesain dengan gaya khas ala Jepang beserta taman kecil di sekitarnya. Sang pemilik biasanya suka menikmati sarapan paginya sambil menghadap ke arah sana.

Selagi sarapan tengah berlangsung, sang putri tengah turun dari tangga untuk menghampiri ruang makan ini. Ia sudah tampil rapi untuk menyambut Papa dan Mamanya.

"Pagi sayang." Sang Mama menyapanya lebih dulu. Cecillia, sang putri itu langsung memunculkan senyum manisnya. "Pagi Ma, Pa," sapanya balik.

Sarapan berlangsung tenang diiringi oleh obrolan santai. Papa sibuk menanyakan karirnya dan Cecillia menjawab seperti biasa, aman dan terkendali. Sebagai pewaris tunggal, ia dituntut untuk terus memberi performa baik di perusahaan orang tuanya.

"Kamu agak kurusan ya, sayang," celetuk Mama.

Cecillia hanya tersenyum tipis dan Mama kembali bersuara, "Ada bagusnya kamu ngikut balet kemarin."

Latihan baletnya kemarin memberikan efek kepada Cecillia, tapi sesungguhnya ia lebih ingin kabur dari tempat itu dibandingkan terus-terusan berlatih tari di sana. Balet tak lahir untuknya, ia hanya penasaran saja dengan tariannya. Juga akademi tempatnya berlatih sedikit lebih keras dibandingkan tempat pilates langganannya.

"Gimana hubungan kamu dengan Azka?"

Pertanyaan baru di Papa yang sudah dinanti-nantikan olehnya, Cecillia bersuara, "Baik." Kemudian berbalik kepada Mama, "Tapi Ma, Cia kayaknya nggak bisa lanjut balet lagi."

"Kenapa?" tanya Mama dan beliau sedikit terkejut dengan keputusannya yang tiba-tiba itu.

Dan Cecillia berbalik lagi kepada Papa, "Cia juga nggak bisa lanjut dengan Azka."

"Loh!? Kenapa lagi ini sayang?" lanjut Mama yang tak kalah terkejutnya dari sebelumnya.

"Azka ngapain kamu?" tanya Papa.

"Nggak, Pa. Kita baik-baik aja, cuman Cia belum siap aja untuk lebih dekat dengan Azka. Kita punya perasaan baik sebagai teman, tapi nggak untuk di satu perasaan. Cia mohon Papa sama ngerti ya," jelas sang anak.

Mama tak mau kalah, "Kalian tuh nggak perlu buru-buru loh. Kalian tetap bisa dekat. Kamu ngomong gini mau putusin hubungan kamu dengan Wigandra itu?"

"Kita tetap teman, Ma. Tapi kayaknya Papa sama Mama lebih tertarik buat jodohin Cia dengan Azka. Cia nggak bisa dan Cia nggak mau dipaksa. Tolongin batalin niat perjodohan kalian." Cecillia mengakhiri pertemuan pagi mereka dengan singkat. Ia merampas satu buah pisang sebelum akhirnya pergi kembali ke kamarnya.

Setelah menaiki anak tangga untuk ke kamarnya di lantai atas, langkah Cecillia berhenti di depan jendela besar yang menghadap ke arah taman di rumahnya. Matanya menatap kosong pada kolam ikan koi di bawahnya.

Satu-satunya pikirannya saat ini adalah bagaimana Azka menyelamatkan sesosok perempuan yang ia ketahui bernama Helena itu di akademi pada beberapa waktu lalu. Melihat jarak keduanya, Cecillia tahu ada sesuatu di antara mereka. Pria itu tampak begitu tertarik pada Helena.

___________

Jika ada satu tempat terburuk di muka bumi ini, maka Azka akan menunjuk Gerbera Palace sebagai tempatnya. Komplek perumahan yang teradapat rumah kakek di dalamnya menjadi tempat yang paling ia hindari. Apabila ia harus pergi ke sana, itu semua terjadi karena paksaan. Sesuatu yang tak beres pasti sedang terjadi.

Rumah kakek cukup besar bergaya Eropa dengan nuansa cat putih dan gading. Rumah khas orang kaya yang gayanya cukup pasaran itu sudah menyambut Azka dari kejauhan mobilnya datang. Azka baru bisa datang dua jam kemudian setelah panggilan mendadak beliau, kakek mengirimkannya pesan tepat setelah jam pulang kerjanya.

into foreverWhere stories live. Discover now