7. Parfum

59 9 3
                                    

Malam Kamis ini Azka harus bergerak cepat dari kediamannya menuju salah satu gedung yang terletak di Pantai Indah Kapuk. Ia nyaris melupakan acara pertunangan dari anak teman kakeknya. Entah siapa lagi temannya ini, yang pasti perkumpulan ini sangatlah tak penting untuk Azka.

Kakek mempunyai maksud sendiri pada kedatangannya. Ia suka memperluas relasi sekaligus memamerkan kejayaannya kepada semua orang. Siapapun di ruangan ini pasti akan mengenali sosok Dierja Wigandra dan juga pangeran mahkotanya, Aprilion Azka Wigandra.

Di tengah keramaian aula ini, Azka tengah berdiri di dekat meja yang berisi kudapan dan minuman anggur, ia pun mengambil satu gelas anggur putih. Di saat Azka hendak meminumnya, sesuatu tak terduga datang menabrak lengan kirinya dengan tiba-tiba. Minumannya itu lantas membasahi jasnya segera.

"Maaf—"

Seorang perempuan paruh baya yang rupanya tak sengaja menabraknya tadi. Di saat yang bersamaan Azka dibuat terpaku melihatnya dan sosok itu juga tampak terkejut melihat di sini.

Lantas Azka berdecak mengutarakan kekesalannya dan memalingkan wajahnya dari orang itu.

"Azka?"

Ada seorang yang memanggilnya di sela-sela kejadian ini. Azka mendapati ada sosok tetangganya bersama rombongan ibu-ibu lainnya yang turut mendekatinya.

"Kamu apa kabar? Udah lama nggak kelihatan." Perempuan paruh baya yang bernama Michelle itu menyapanya duluan. Dia adalah tetangga samping rumah kakek.

"Sibuk, tante," balas Azka singkat sambil tersenyum ke arahnya.

"Aaah... sibuk terus kayaknya. Udah lama nggak lihat kamu di rumah kakekmu," ucap Michelle.

Azka hanya bisa tersenyum membalasnya. Yang pasti ia tak akan mau mengunjungi tempat itu lagi, kecuali panggilan mendadak dan sangat genting. Rumah kakek adalah sangkar emas yang menjadi tempat kesedihannya selama bertahun-tahun berada. Azka membenci tempat itu.

"Kamu sendirian ke sini?" Pertanyaan lainnya muncul dari orang yang sama. Azka belum sempat menjawab, Michelle kembali bersuara, "Kalau nanti kamu nyusul kayak mereka, kabarin tante duluan ya. Kamu cepetan nyusul mereka."

Arah pandangnya tertuju pada pasangan yang berada di atas panggung itu. Azka mengerti maksudnya. Ia hanya tersenyum lagi membalasnya.

"Untuk apa cepat-cepat, kalau nanti dapat yang zonk lagi. Bu Michelle kira nyari pasangan itu kayak makan kacang goreng? Semudah itu!?"

Suara itu bukan berasal dari Azka, melainkan kakeknya yang diam-diam berjalan di belakangnya. Kakek melintasi perkumpulan ibu-ibu itu dan mendengar gurauan mereka mengenai cucunya. Semuanya lantas terdiam, tak lama setelah beliau pergi mereka mulai berbisik-bisik.

"Haduuuh! Pak tua itu maunya marah terus, padahal kita bercanda aja, Azka. Bukannya diaminin," celetuk Michelle.

"Rieke, urusin mertua kamu itu. Tensinya lagi naik apa?"

Perempuan yang berdiri tak jauh dari Azka itu segera menuruti ucapan temannya. Ia pun meninggalkan segera perkumpulan ini.

Azka mengenali sosok itu dan sudah bertahun-tahun berlalu Rieke masih setia bersama keluarga Wigandra. Perempuan itu sering dianggap sebagai Tantenya secara tak resmi, terlebih setelah calon suaminya, Anthoni, meninggal dunia bertahun-tahun yang lalu. Rieke adalah satu-satunya calon menantu yang diakui oleh kakek, bahkan setelah kepergian Anthoni sekalipun, Rieke masih tetap berada di keluarga Wigandra ini.

Azka menganggapnya sebagai benalu. Entah apa yang diinginkan perempuan itu, apakah ia hendak melengserkan kakek, lalu merebut kekayaannya dengan menagkui dirinya lebih dulu di keluarga ini. Yang pasti Azka tak akan pernah menyukainya, bahkan ia membencinya juga.

into foreverOnde as histórias ganham vida. Descobre agora