10. Chanel 31 Le Rouge

64 12 3
                                    

Pergi meninggalkan kota yang telah memberi pengaruh kepada kehidupan kita mungkin menjadi mimpi untuk sebagian orang-orang termasuk Helena. Jika di kota tersebut tak membuatmu tumbuh dan dihantui oleh banyak kenangan buruk dari orang-orangnya, mungkin pergi adalah cara terbaiknya.

Helena selalu bermimpi untuk pergi dan melupakan ibu kota yang telah menjadi tempat tinggalnya selama ini. Kenangan di masa sekolah, teman-temannya, mantan terburuk dan semua hal sial lainnya, ia selalu berdoa agar bisa secepatnya meninggalkan tempat ini.

Mungkin di tempat lain ada dirinya yang lebih baik daripada saat ia berada di sini.

Jum'at pukul delapan pagi ini, Helena sudah terlihat rapi dengan kemeja santainya berwarna biru cerah dan jin berwarna senada. Tampilannya kali ini tampak berbeda dibandingkan biasanya, rambutnya ia buat ikal tipis di bagian ujung dan riasan wajahnya terlihat lebih cerah namun tetap natural. Agendanya hari ini adalah mengunjungi kantor imigrasi untuk membuat paspor.

Untuk pertama kalinya Helena akan memiliki paspor, walaupun ia sama sekali tak memiliki rencana berpergian ke luar negeri. Tapi benda ini akan menjadi motivasinya untuk mewujudkan impiannya pergi ke luar negeri.

Helena selalu memimpikan Eropa menjadi tempat tujuannya, terutama Italia. Negara yang sangat cantik itu selalu mampu menyihirnya.

Setelah selesai bersiap, ia keluar menghampiri segera gerbang kosnya. Di sana sudah ada ibu kos yang tengah membersihkan pos penjaga.

"Mau kemana Hel?" sapa ibu kos lebih dulu.

Helena tersenyum tipis. "Ke kantor imigrasi, Bu," balasnya.

Keduanya mengobrol sesaat sampai akhirnya ibu kos pergi setelah menyelesaikan pekerjaannya. Di sela-sela kegiatan menunggu, Helena mengecek kembali penampilannya dengan cermin kecil yang dibawanya. Ia memoles kembali bibirnya dengan lip tintnya yang nyaris tak bersisa lagi itu. Helena sangat menyukai warnanya, ia tak pernah absen memakainya setiap hari.

Dan tanpa disadari, seseorang sudah memperhatikan kegiatannya itu sejak tadi.

"Pagi—"

"Haah!"

Suara itu mengejuti Helena dan membuat lip tint-nya menggores hingga keluar garis bibirnya. Ia mendesis melihat pemilik suara yang sudah sangat familier itu.

Siapa yang akan mengira ada Azka yang sudah berdiri di depan gerbang kosnya pada pagi ini juga.

"Maaf." Satu tangan pria itu hendak menyentuh wajah Helena berniat merapikan kekacauan tadi, namun Helena sudah lebih dulu menepis tangannya.

"Itu lipstik kamu udah habis kenapa masih dipakai?" tanya Azka.

Pertanyaannya itu membuat ekspresi kesal Helena semakin terlihat jelas. "Yang nggak modalin sama sekali mending diam aja." Ia sibuk membersihkan pinggiran bibirnya dengan tisu. "Kamu ngapain sih di sini!?" ketusnya.

Kehadiran Azka ini benar-benar seperti hantu. Tak ada panggilan sama sekalia ia sudah hadir di depan kosannya, belum lagi tampilan jaket kulit hitam dan kedua tangannya yang terbalut sarung tangan berkendara membuat Helena berasumsi jika ia tak membawa mobilnya hari ini. Dan benar saja saat ia melihat sebuah Harley Davidson sudah terparkir tepat di belakang pria itu.

"Kamu lupa balikin pisau lipatku." Azka menerbitkan senyum kecil di wajahnya.

Helena berdecak, benda satu itu masih ia simpan setelah Azka memberinya di mobil kemarin. "Sebentar." Ia pun langsung merogoh tasnya.

"Tumben rapi. Kamu mau kemana?" Selagi Helena sibuk mencari pisau lipatnya di tas doraemonnya itu, Azka justru sibuk memperhatikan wajahnya yang serius itu.

into foreverWhere stories live. Discover now