06

325 56 15
                                    

Feel free to ask for the typo(s) Happy reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Feel free to ask for the typo(s)
Happy reading!

Feel free to ask for the typo(s) Happy reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


✧✧✧

Langit Beijing sedang cerah siang ini. Mentari bersinar terang menghantarkan panasnya pada atmosfer di belahan Semesta Tiongkok. Tidak ada awan putih yang menghalau, langitnya biru cerah, memaksa beberapa insan untuk melebarkan payung guna berteduh.

Lusi menatap itu dari balik kaca mobilnya yang sedikit hitam, melindungi privasi bagian dalam Audi yang dia tunggangi dari dunia luar. Air conditioner menyala, memberinya sensasi sejuk selagi sopir terus menginjak pedal gas dengan hati-hati.

Senyum Lusi terbit, tidak ingin kalah dengan manisnya ice cream yang tengah disantap anak kecil di sisi trotoar. Melihatnya, wanita Zhao itu berangan. Usianya muda, dan mungkin belum siap. Tapi, ketika ada Wang Yibo di samping, Lusi tidak sempat untuk merasa takut dalam mencoba banyak hal baru dalam hidup.

Dia jatuh cinta pada pria Wang. Jatuh cinta pada pandangan pertama ketika mereka bertemu tiga tahun lalu di salah satu acara bursa bisnis di Hongkong. Lusi menemani ayahnya, hanya untuk sekadar menambah pengetahuannya dibangku kuliah. Kala itu, dia sedang menduduki tahun terakhir perkuliahan, dan pertemuannya dengan Yibo sangat banyak membantu untuk tugas akhirnya.

Selang beberapa waktu, Lusi lulus dengan predikat terbaik di kampusnya. Dia cukup berbangga diri, terlebih ketika Wang Yibo datang untuk memberinya ucapan selamat dengan satu buket besar bunga mawar. Lusi rasa, hidupnya benar-benar selalu dilimpahi oleh kebahagiaan. Rasa itu semakin membuncah tak terbendung ketika Yibo berlutut di depan keluarga mereka satu tahun silam.

Lagi-lagi, Lusi tersenyum saat jemarinya meraba cincin perak itu. Cintanya terbalas, dan Lusi tidak akan pernah melepaskan Yibo dari genggaman sepanjang hidup. Tidak ketika pria itu tidak menyuruhnya secara langsung.

Dia beberapa kali berpikir, haruskah Lusi yang lebih dulu angkat bicara? Atau diam menunggu penjelasan Yibo seperti biasa? Pada akhirnya, dia tidak memiliki keberanian untuk mengajukan tanya. Lusi hanya akan menunggu Yibo memeluknya, mengelus puncak kepala selagi bibir pria itu menjelaskan. Dan setidakmasuk akal apapun penjelasan Yibo, Lusi akan tetap mengiakan. Sebab pada dasarnya, dia hanya perlu menerima.

Redamancy ✧ YiZhan Where stories live. Discover now