III. Zhao's Story Fragment

217 38 10
                                    

Feel free to ask for the typo(s) Happy reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Feel free to ask for the typo(s)
Happy reading!

Zhao Lusi's POV

✧✧✧

Rasa lelah Lusi akhir-akhir ini meningkat pesat. Tenaganya seolah terkuras habis, dia tidak memiliki minat untuk melakukan apa pun. Imun tubuhnya bahkan menurun, dia cukup sering merasa pusing beberapa hari belakangan. Segala macam pekerjaan semakin memperburuk keadaan. Waktu untuk istirahat seakan tidak banyak sekali pun Lusi sudah mencoba tidur tidak kurang dari delapan jam.

Emosinya juga naik turun, tidak bisa ditebak seperti ramalan cuaca di pagi hari. Dia benar-benar merasa berbeda, tidak lagi mengenali dirinya sendiri. Bahkan secara terang-terangan, sekretaris Lusi mempertanyakan apa yang tengah terjadi hingga membuatnya seperti ini.

Profesionalitas Lusi tinggi. Dia tidak pernah melibatkan hubungan pribadi di tempat kerja. Bahkan sebelumnya beberapa karyawan tidak tahu jika dia adalah tunangan dari pemilik perusahaan. Hingga hubungan berakhir pun, orang-orang tidak menaruh perhatian akan hal itu sebab tidak mengganggu.

Namun, dalam relungnya, Lusi sungguh tersiksa. Setiap kali dia harus berakting biasa saja di depan Yibo dan semua orang, hatinya menjerit. Lusi tidak kuasa untuk terus terlihat baik-baik saja, maka sore tadi dia memutuskan untuk menyerahkan surat pengunduran diri pada Wang Yibo.

"Jangan pertimbangkan apa pun," Pinta Lusi pada Yibo. Dia sudah tidak memiliki minat untuk bersolah kata dengan baik. "Cukup setujui itu agar aku tidak semakin membencimu."

Tanpa basa-basi atau adu mulut ringan seperti biasa, Yibo memilih untuk menerima pengunduran diri Lusi. Pria itu sudah tidak terlihat meledak seperti yang sudah-sudah. Lusi cukup merasa lega meskipun dalam hati mempertanyakan ada apa gerangan.

Tidak ada kemauan untuk bertanya. Lusi hanya ingin mengakhiri semuanya dengan cepat. Tapi, saat eksistensi Xiao Zhan terlihat di lobby perusahaan, Lusi benar-benar ingin meledak dalam amarah yang tak terbendung. Entah kepada siapa Lusi tujukan, dia hanya ingin marah dan semuanya cukup.

"Selamat malam, Nona Zhao."

Lusi membenci suara itu. Dia menghentikan langkah, ingin memaki Zhan untuk meluapkan amarahnya. Namun, Lusi mengurungkan niat. Kakinya masih menapak pada lantai perusahaan, segala profesionalitas yang dia junjung, tetap harus Lusi lakukan. Maka balasan singkat dia berikan, lantas kembali melanjutkan langkah untuk memutus interaksi.

Manusia memang selalu demikian, pikirnya. Tidak pernah cukup dengan apa yang ada di depan mata, selalu meminta lebih. Dan untuk memberi makan keinginan Zhan, Lusi terpaksa mengajak pemuda itu ke sebuah rumah makan. Memesan ruangan privat untuk mereka berbicara secara empat mata.

Dengan segala sisa kekuatan yang masih Lusi miliki, dia bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa pun di antara mereka. Senyum masih berusaha Lusi tunjukkan, dengan maksud ingin memperlihatkan bahwa dirinya bukan wanita rendahan yang mudah patah hati.

Kata demi kata saling mengudara. Mereka bertukar kalimat dengan perasaan masing-masing. Sepanjang pembicaraan, Lusi mencoba untuk tetap tegar. Terlebih ketika dia menuturkan fakta akan perasaan Wang Yibo yang sesungguhnya. Lusi benar-benar ingin meledak dalam tangis saat itu juga.

Ketika pada akhirnya manik Lusi memeta tubuh menawan Zhan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana pemuda itu terbebas dari sehelai kain di bawah naungan Yibo. Pikirannya benar-benar kacau. Namun, di sisi lain, Lusi tidak ingin menghancurkan Xiao Zhan. Pemuda di hadapannya cukup belia dengan karier yang matang. Dia bisa saja bersinar jika terus dikembangkan.

Maka Lusi berteguh hati untuk tidak menghancurkan masa depan Xiao Zhan. Keinginan untuk memaki Zhan dengan amarah mendadak hilang. Lusi justru bermain di hadapan Zhan, hanya untuk membuat pemuda itu terbebas dari rasa bersalah yang berkepanjangan. Dia tidak ingin pemuda Xiao itu diliputi rasa tidak enaknya pada Lusi.

Serupa yang dia lakukan di hadapan keluarga Wang. Lusi membohongi diri juga lawan bicaranya. Dia merangkai kata seolah itu adalah kenyataan, menuturkan bahwa dia telah mencintai orang lain. Padahal hatinya menangis, meminta untuk menyudahi semua ini sebab tidak ada lagi pria lain yang dia inginkan. Maka Lusi tidak memaksakan diri. Dia meninggalkan Zhan di ruangan dan memilih untuk terduduk pada tangga darurat lantai itu.

Tangisnya meledak dalam malam, menggema pada ruang yang sepi tanpa manusia selain eksistensi Lusi yang terasa begitu kecil dibandingkan semesta. Suka citanya dengan Yibo mendadak muncul memperburuk keadaan. Memperparah isak tangis Lusi yang begitu pilu.

Cintanya habis untuk Yibo, membuat Lusi tidak menyadari bahwa tidak ada balasan yang dia terima. Lusi rasa, dia sudah menjadi insan yang baik hati. Tapi, nyatanya dia terlalu lembut untuk tinggal di kehidupan yang jahat ini.

Berbekal tiket penerbangan yang dibeli secara dadakan, Lusi meninggalkan Beijing malam itu. Tanpa persiapan apa pun, dia memilih untuk terbang ke belahan dunia lain. Dia ingin memulai semuanya dari awal, ingin mengubah dirinya menjadi lebih baik. Dan ingin menunjukkan kepada orang-orang jika Zhao Lusi bukan wanita lemah yang bisa dipermainkan seenaknya.
[]

✧✧✧

Sedikit gambaran juga tentang Lusi. Gimana sakitnya dia, gimana patah hatinya dia. Say bye dulu sama karakter satu ini, karena kita ga bakal ketemu lagiii, heheee. Sedikit, ya, karena memang dibuat untuk peran pendukung. See u!

Redamancy ✧ YiZhan Where stories live. Discover now